Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sumbangsih Pergerakan Kiri pada masa Revolusi Kemerdekaan: Memoar Gempita Bulan Kemerdekaa
22 Agustus 2017 15:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari rendi95 lustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada bulan lalu, saya berkesempatan mengikuti kuliah yang sangat menarik dari Prof. Ariel Heryanto yang bertempat di FISIP UI. Topik yang diangkat dalam kuliah umum ini sangat menarik, yaitu peranan anak muda kiri progresif nan intelektuil dalam membantu perjuangan kemerdekaan di tanah buangan. Patut dicatat, “anak muda, kiri, progresif nan intelektuil”, (itu dulu), kalau sekarang hati-hati bisa kena gebuk dari pemerintah new orba ini.
ADVERTISEMENT
Saya sangat mengapresiasi kuliah umum ini, karena tidak disampaikan dengan materi yang berat ala ala dongeng sejarah PKI versi orde baru yang menyeramkan itu, namun disampaikan melalui penggunaan dokumen-dokumen sejarah yang kece pada masa nya. Oke, kembali kecerita kuliah umum, jadi materi yang disampaikan oleh Prof. Ariel Heryanto sangat lah gurih untuk diserap, apalagi pasca libur panjang yang dihabiskan hanya untuk mencomot nastar dan putri salju di rumah, setidaknya kuliah pada siang itu menjadi pemanasan untuk laga di semester berikutnya. Lantas secara gamblang, Prof Ariel menjelaskan peranan anak muda progresif nan intelektuil itu dalam sumbangsihnya terhadap kemerdekaan Indonesia walaupun berada di tanah buangan.
Cerita ini diawali dengan narasi bahwa sekutu telah menyerah kepada Jepang, Belanda yang digadang-gadang dapat menjadi tembok paling kokoh di Asia Pasifik untuk menghadapi geng brandalan kemarin sore (Jepang) ternyata terseok-seok, dan mengakui kekalahan nya, dampaknya adalah daerah yang selama ini dikuasai oleh sekutu termasuk Hindia Belanda di duduki oleh jepang. Sebelum kekuasaan nya berakir, Belanda memiliki sekelumit masalah dengan anak-anak muda intelektuil yang mereka anggap berbahaya, dan akirnya mereka mendapat label sebagai tahanan politik dan diasingkan ke Digoel Papua.
ADVERTISEMENT
Pada saat Hindia Belanda dikuasai oleh Jepang, terdapat ketakutan bahwa para tahanan politik ini dimanfaatkan oleh Jepang untuk berpihak dan menyuarakan dukungan terhadap pendudukan jepang. Ingat, anak-anak muda tahanan politik ini bukan sembarangan, mereka bisa dikatakan sebagao generasi emas indonesia, Hipster versi sekarang, penampilan ketje, otak cemerlang, politik oke, dan kantong tebal. Idaman semua perempuan, ya cowok-cowok yang layak bersanding dengan Dian sastro dan Maudy Ayunda lah.
Almost, anak-anak muda ini sangat aktif dalam upaya menyuarakan keadilan bagi masyarakat inlander saat itu, dan juga bagian dari simpatisan beberapa partai pada saat itu, seperti Partindo, PSII , PKI lama dan kaum Marhaen dari geng PNI. Ketika Asia Pasifik menjadi arena Battle Ground yang siap mengantarkan manusia ke pintu neraka akibat perang, kondisi ini juga berpengaruh terhadap kondisi tahanan politik yang berada di tanah pembuangan. Pada saat yang sama, konstelasi global kurang berpihak terhadap sekutu dan kroco-kroco nya, hal ini membuat kebakaran jenggot para petinggi pemerintahan kolonial, terutama jika tahanan politik tersebut mendapat pengaruh dari jepang, mereka dapat menjadi Bom yang sangat mematikan bagi imperium kolonial di kemudian hari, itu yang mereka takutkan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah kolonial mengirim orang kepercayaan Gubenur Van Mook, yaitu seorang birokrat senior di kalangan pemerintahan Hindia Belanda, dan Bekas Gubenur Jawa Timur yaitu Van Der Plas untuk melakukan audiensi terhadap para tahanan politik sebagai tindak lanjut terhadap kondisi geo-politik saat itu. Van der Plas mengajak orang-orang buangan (Tahanan politik) bekerja sama dalam hal peperangan menghadapi musuh atau dengan perkataan lain, katanya, bekerja untuk demokrasi melawan fasisme. Bagi para tahanan yang ditempatkan di Digoel yang merupakan kaum demokrat ajakan itu ditanggapi secara positif dan tetap waspada terhadap akal-akalan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda tersebut.
Latar Belakang Eksodus Tahanan Politik ke Australia
Medan perang Asia Pasifik semakin berkecamuk. Di tanah buangan, khususnya Tanah Merah pesawat pengebom Jepang selalu memuntahkan peluru peluru yang haus akan nyawa, target mereka adalah kamp-kamp pembuangan, base camp radio sebagai alat komunikasi, Dermaga, dan kapal-kapal yang memasok bahan makanan dan kebutuhan pokok yang lainya. Para tahanan politik sudah hafal dengan jadwal pemboman, setiap Jam 09.00 pagi garda depan angakatan udara Jepang mondar-mandir diatas langit papua. Pada jam jam tersebut, tahanan pasti akan melarikan diri ke hutan, dan akan kembali ke camp ketika bunyi pesawat pesawat tersebut sudah berakir.
ADVERTISEMENT
Kondisi seperti ini, penguasa belanda yang diwakili oleh Van der Plas merancakan pengungsian tahanan politik ke luar negri. Evakuasi para tahanan politik dari kamp buangan menuju australia menggunakan pesawat amfibi dan dibawa terbang menuju pulau Horn yang merupakan gugusan kepulauan Thrusday sebelah utara semenanjung Cape York, di wilayah Quensland. Setelah itu mereka di evakuasi menggunakan kapal menuju pelabuhan Brisbane, dan dibawa menggunakan truk Angkatan Darat Australia. Sebagai penanda, mereka diberikan pakaian untuk mengurangi dinginya cuaca Australia.
Rumor yang beredar di kalangan publik Australia, orang buangan yang berasal dari Indonesia merupakan tawanan perang, hal ini diperkuat dengan statement dari Van der Plas dalam Harian terbitan Brisbane, terdapat sebuah ketakutan dari pemerintah kolonial untuk mengungkapkan fakya yang sebenarnya bahwa orang buangan ini sebenarnya merupakan tahanan politik bukan sebagai tawanan perang. Setelah mendapatkan beberapa instruksi akirnya tahanan politik ini disebar di berbagai wilayah di Australia seperti di Sydney, Mackay dan Melbourne. Kemudian setelah beberapa lama menetap di negeri kanguru tersebut, banyak dari mereka yang bergabung dengan perusahaan pelayaran, atau menjadi wartawan untuk membuat koran bagi para tahanan yang berada di australia dll.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalanya waktu, belanda sebenarnya sudah mendesign konsep negara indonesia untuk kelak dimerdekakan kemudian hari, hal ini disebabkan tekanan dunia internasional terhadap kondisi geo-politik dunia, khususnya Hindia Belanda, namun ketika Jepang menyerah tanpa sarat terhadap sekutu, dan atas proklamasi Indonesia yang didengungkan oleh Bung Karno da Bung Hatta, para tahanan politik mensupport proklamasi tersebut dengan membentuk komite indonesia merdeka (KIM) di Australia, pada 21 september 1945 bendera merah putih berkibar di Brisbane. Mengingat kondisi yang sangat genting di tanah air pasca proklamasi kemerdekaan yang di gaungkan oleh soekarno-hatta, menimbulkan badai besar serta ombak semanagat kemerdekaan sampai di Brisbane, tepat pada hari itu juga terjadi kejutan yang luar biasa dari para pelaut yang bekerja di armada ekspedisi di australia.
ADVERTISEMENT
Pemogokan: Sebuah Bentuk Solidaritas Kemanusiaan
Awal dari pemogokan ini diprakarsai oleh 85 orang pelaut yang berasal dari Indonesia, mereka merupakan awak kapal KPM Bontekoe. Para awak kapal ini geram ketika mengetahui bahwa kapal yang sejatinya menuju Indonesia memuat amunisi dan berbagai persenjataan perang. Kemudian mereka mengibarkan bendera merah putih bersama dengan arak-arakan massa lainya menuju kantor Sarpelindo yang bersebelahan dengan trades and labour council Queensland. Di kantor ini, aksi pemogokan ini mendapat restu dan dukungan dari sekertaris Mick Healy, dan memanggil federasi buruh pantai yang ternyata sangat mendukung aksi ini. Respon terhadap aksi hari ini adalah berita terhadap aksi pemogokan dimuat di berbagai media utama brisbane pada siang harinya.
ADVERTISEMENT
Hembusan gelombang pemogokan sampai ke Pelabuhan Sydney, Melbourne dan Selandia Baru. Bahkan dalam waktu sepekan, pemogokan menjalar sampai pantai-pantai Eropa dan Amerika, imbas dari kejadian ini adalah sensor yang dilakukan oleh negara-negara sekutu terhadap kemerdekaan Indonesia seperti tidak ada gunanya. Dampak dari aksi ini sangat besar mempengarui kondisi geo-politik dunia saat itu, tak hanya itu pemogokan ini juga memberikan implikasi negatif terhadap iklim bisnis di negri Belanda dikarenakan, serikat buruh internasional mengeluarkan pernyataan bahwa semua kapal belanda masuk dalam daftar hitam yang tidak boleh lagi disentuh oleh rakyat indonesia dan pekerja-pekerja pelabuhan, pelaut, bahkan pekerja lainya seperti tukang cat, listrik dan sebagainya.
Tindakan nyata selanjutnya, tepatnya pada 25 september 1945 ada tiga kapal KPM yang tidak dapat berlayar. Sehari sebelumnya, sebanyak 214 kaum pelayar meninggalkan kapal-kapal tersebut, yaitu kapal Van Heutz, Khoen Hoea, dan Janssens. Ketika pemogokan yang terhadap armada-armada KPM terus berlangsung, pemogokan meluas sampai di Kamp-kamp pengungsian tahanan politik. Kamp Columbia yang berada di Wacol bergejolak, 400 pekerja menuntut pembayaran gaji sejak 1943, menuntut pembebasan teman teman tahanan politik lainya yang dijebloskan di tahanan kamp Casino, serta menuntut pemulangan ke tanah air tanpa menggunakan fasilitas dan kapal dari pihak belanda.
ADVERTISEMENT
Dukungan dari Publik Australia untuk Negara Muda
Dewi fortuna nampaknya sedang menghinggapi perjuangan kemerdekaan negara indonesia untuk mendapat pengakuan eksistensinya oleh dunia internasional. Pasca insiden pemogokan besar-besaran yang di awali di pelabuhan-pelabuhan australia, hal ini membuka mata negara tetangga, khususnya publik australia , mereka sangat berempati terhadap nasib bangsa yang baru merdeka tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan adanya siaran yang berasal dari departemen informasi australia yang ditujukan kepada amerika dan Indonesia, isi siaran itu sebagai berikut:
“Meskipun begitu, Australia tidak buta memperlihatkan kenyataan ialah 70 juta orang indonesia yang menjadi tetangga di sebelah utara australia kemudian harinya akan lebih berfaedah bagi kepentingan australia sendiri, daripada beberapa ribu orang belanda saja yang menguasai negeri itu dan sekarang kekuasaanya masih dipertengkarkan. Dan lagi pendirianpemerintah Labour Australia (partai Buruh), lebih-lebih berasa senang, kalau rakyat yang tertindas itu memiliki pemerintahan sendiri”.
ADVERTISEMENT
Kutipan diatas merupakan sebagian statement yang dikeluarkan oleh departemen informasi yang menunjukan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia.
Dan ingat, ini semua karena peranan dari anak-anak muda kiri nan progesif dan intelektuil yang menjadi tahanan politik di negeri kanguru tersebut. Mereka telah berhasil menyuarakan suara keadilan dan kebenaran bagi dunia internasional, sebuah renungan, apakah kita sebagai generasi muda sekarang akan mengikuti anjuran pemerintah dengan jargon gebuk ala ala orba itu kembali diterapkan ? apakah kita akan melupakan jasa jasa nyata seperti ini ? menjelang hari kemerdekaan, semoga pemerintah kita lebih membuka mata dan hati bahwa golongan kiri juga punya sumbangsih yang besar dalam membangun peradaban di negeri tercinta ini.
Referensi:
ADVERTISEMENT
Kuliah Umum Prof. Ariel Heryanto di Fisip UI pada tanggal 20 Juli 2017
Bondan, Mohamad. 2011. Memoar Serang Eks-Digulis: Totalitas Sebuah Perjuangan. Kompas Gramedia: Jakarta.