Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830
19 Maret 2022 11:02 WIB
Tulisan dari Rendi Febrian Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hallo teman-teman, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai kisah perjuangan dari seorang Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Untuk selengkapnya yuk kita simak penjelasannya di bawah ini.

Perang atau perlawanan menghadapi kolonialisme di Jawa yang berlangsung tahun 1825 hingga 1830 disebut sebagai Perang Diponegoro atau Perang Jawa. Perjuangan ini diarahkan terhadap penguasa Hindia Belanda karena selalu mencampuri urusan pemerintahan negara. Panglima perangnya yaitu anak dari selir Sultan Hamengkubuwono III yang bernama Pangeran Diponegoro.
ADVERTISEMENT
Penyebab terjadinya Perang Jawa
Terdapat berbagai hal yang menjadi penyebab Perang Jawa, penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Sebab Umum
Pengaruh pihak Belanda terhadap daerah Yogyakarta semakin kuat dengan adanya campur tangan dari pihak Belanda sehingga menimbulkan rasa kecewa yang mendalam bagi kalangan kerabat kerajaan sehingga pada akhirnya menimbulkan perlawanan. Selain itu juga terdapat kebencian khususnya dari para rakyat biasa dan petani akibat adanya tekanan pajak yang besar sehingga sangat memberatkan dan rasa kecewa juga dirasakan juga oleh golongan bangsawan karena hak-hak mereka yang turut dibatasi dan dikurangi.
2. Sebab Khusus
Sebab khususnya adalah adanya pembuatan proyek jalan oleh pemerintah Belanda yang melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pangeran Diponegoro terkejut saat mengetahui bahwa kebunnya akan digusur dengan patok yang telah ditancapkan di sekitar kebun yang telah Diponegoro pelihara selama bertahun-tahun semenjak ia masih muda. Kebun yang luas tersebut merupakan peninggalan dari nenek buyutnya yaitu Ratu Ageng. Penggusuran itu sempat membuat kaget Pangeran Diponegoro karena belum mendapat pemberitahuan sebelumnya. Sebulan sebelum tanah dijajah, warga Yogyakarta memerintahkan Anthonie Henrik Smissaert supaya memperlebar dan memperbaiki jalan lingkar di wilayah luar Yogyakarta yang melewati wilayah Tegalrejo.
ADVERTISEMENT
Jalannya Perang Jawa
Smissaert membuat segalanya menjadi lebih rumit, karena Patih Danurejo tidak memberi tahu Diponegoro bahwa tanahnya akan dilintasi jalan raya. Patih Danurejo menilai Pangeran Diponegoro masih menghalangi langkahnya yang ingin korupsi dan memperkaya diri. Dalam menanggapi penancapan patok di tanah miliknya, Pangeran Diponegoro mengganti patok tersebut dengan tombak. Patih Danurejo dan Smissaert tampaknya menyadari situasi darurat tersebut dan mereka berdua tampaknya juga merasakan pemberontakan akan segera terjadi.
Pada 18 Juli 1825, Smissaert mengeluarkan ultimatum supaya Diponegoro hadir ke Yogyakarta untuk menjelaskan perilakunya. Namun, ultimatum Smissaert tersebut malah semakin membatasi ruang gerak Pangeran Diponegoro untuk memilih opsi selain perlawanan senjata. Karena Pangeran Diponegoro tetap teguh pada pendiriannya, akhirnya Smissaert mengirim pasukan dalam jumlah besar ke daerah Tegalrejo pada 20 Juli 1825. Sesampainya di Tegalrejo, pasukan Belanda dihadang oleh pendukung Pangeran Diponegoro yang sudah bersiap. Kabar mengenai genderang perang melawan pihak Belanda secara cepat menyebar menuju berbagai penjuru daerah. Dengan dikumandangkannya Perang Sabil, di daerah Surakarta yang dipimpin oleh Kiai Mojo, sedangkan di daerah Kedu oleh Kiai Hasan Besari, serta di daerah-daerah lain, maka peperangan melawan Belanda pada tahun 1825 hingga 1826 menyebabkan pasukan Belanda terdesak.
ADVERTISEMENT
Strategi Perang Pangeran Diponegoro
Ketika perlawanan menghadapi Belanda sang Pangeran menggunakan taktik perang gerilya serta memusatkan pertahanannya di Gua Selarong. Taktik perang gerilya ini terbukti efektif dan ampuh karena pasukan sang Pangeran Diponegoro berhasil mendorong pihak Belanda masuk ke wilayah Pacitan. Sedangkan strategi yang unik dilakukan Pangeran Diponegoro dan pasukan lakukan yaitu saat musim penghujan tiba. Strategi musim penghujan merupakan upaya kerja sama dengan memanfaatkan situasi alam menjadi senjata yang tidak terkalahkan. Strategi musim penghujan dapat menjadikan sebuah efek “musuh tidak nampak” yaitu menimbulkan berbagai penyakit seperti disentri dan malaria. Hal tersebut dapat melemahkan kondisi fisik dan moral bahkan memakan korban jiwa. Sedangkan para pejuang pribumi memanfaatkan situasi musim penghujan tersebut dengan tetap gigih berperang melawan pasukan Belanda. Sedangkan taktik yang paling membahayakan dari perang Pangeran Diponegoro yaitu penggunaan taktik Telik Sandi. Telik Sandi merupakan mata-mata yang secara sengaja dikirim dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang musuh.
ADVERTISEMENT
Akhir Perang Jawa
Akhir dari Perang Jawa ini yaitu dengan tertangkapnya Pangeran diponegoro yang kemudian diasingkan ke Makassar hingga wafat di sana. Dalam menangkap Pangeran Diponegoro, Belanda menggunakan berbagai upaya tipu daya serta strategi benteng stelsel yang bertujuan untuk mempersempit ruang gerak Pangeran diponegoro dan pasukan.