Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Perlukah Ujian Nasional (UN) Diberlakukan Kembali?
6 November 2024 14:05 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Reni Yuliani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dengan diangkatnya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu'ti ini membawa angin segar bagi dunia pendidikan. Banyak harapan bermunculan agar pendidikan menjadi lebih baik lagi terutama dalam menyongsong Indonesia emas.
ADVERTISEMENT
Desas-desus akan diberlakukannya lagi UN pun menjadi topik hangat perbincangan. Terkait dengan UN, Prof. Abdul Mu'ti di awal masa pimpinannya telah menyinggung hal tersebut. Ia mengatakan perlu waktu dan tidak boleh terburu-buru untuk memastikan diberlakukannya UN kembali. Ia akan mendengar pendapat dari pihak-pihak terkait, perlu atau tidaknya UN diberlakukan.
Perjalanan UN sangatlah kompleks. Mulai dari penentu kelulusan, dibatalkan, bahkan sampai dihapuskan. Marilah kita kilas balik proses ujian di Indonesia mulai dari masa orde baru.
Sekitar tahun 1980-2002 dikenal dengan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Tingkat Nasional (Ebtanas), tujuannya adalah untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa, penentu kelulusan dan standarisari ujian di tingkat nasional. Bukan tanpa polemik, kritik terhadap Ebtanas juga muncul karena Ebtanas hanya berfokus menguji siswa pada tingkat hapalan saja.
ADVERTISEMENT
Terjadi peralihan dari Ebtanas ke Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun 2003-2004 dan berubah kembali menjadi Ujian Nasional (UN) pada tahun 2005-2020. Sebenarnya proses penilaian dari Ebtanas ke UN tetaplah sama. Terdapat nilai minimal yang harus dicapai oleh siswa, jika ia tidak mencapai nilai tersebut maka tidak lulus.
Seperti masa sebelumnya tujuan dari UN adalah sebagai penentu kelulusan, pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia dan seleksi ke jenjang pendidikan berikutnya. Siswa pada akhir jenjang akan melaksanakan ujian dengan soal yang sama di seluruh Indonesia. Sehingga memunculkan rasa tidak adil. Ketika semua siswa di Indonesia mendapatkan soal yang sama sementara terdapat kesenjangan dari fasilitas pendidikan dan proses pembelajarannya.
UN pun dilaksanakan mulai dari ujian tulis sampai pada akhirnya pernah dilaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), siswa tidak lagi mengisi soal di kertas melainkan secara online.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2015, UN bukan lagi menjadi penentu kelulusan. Kelulusan diserahkan kepada sekolah masing-masing melalui Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), meskipun soal-soalnya berasal dari pusat. Belum selesai sampai itu, ada lagi kebijakan baru bahwa USBN berubah menjadi Ujian Sekolah (US) di mana sekolah diberikan keleluasaan untuk menentukan bagaimana proses penilaian yang akan dilaksanakan dalam menentukan kelulusan.
Seperti yang kita ketahui dan alami di tahun 2020 dunia mengalami pandemi Covid-19 maka pelaksanaan UN yang sebelumnya akan menjadi UN terakhir menjadi dibatalkan. Mulai 2021, UN berganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang kita kenal sekarang ini dengan sebutan Asesmen Nasional (AN).
AN bukan hanya menilai tentang materi pembelajaran saja. Melainkan terkait literasi, numerasi, survei karakter dan survei lingkungan belajar. AN juga bukan penentu kelulusan karena pelaksanaannya bukan di akhir jenjang pendidikan melainkan pada pertengahan jenjang pendidikan. Siswa yang dites pun hanya sampel dari setiap sekolah. AN dilaksanakan sebagai potret bagaimana kualitas pendidikan disuatu sekolah bahkan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan AN ini juga berkaitan dengan survei PISA. Survei Programme for International Student Assessment (PISA) bertujuan untuk mengukur sistem pendidikan di suatu Negara. Indonesia selalu berada di posisi bawah.
Maka salah satu cara meningkatkan peringkat PISA tersebut, Pemerintah menghapuskan UN dan menggantinya dengan AN. Survei PISA ini akan dilaksanakan kembali pada tahun 2025 di mana pesertanya yaitu sampel dari siswa yang berumur 15 tahun yang ada di seluruh Indonesia. Mereka akan di tes dalam bidang di bidang matematika, sains, dan membaca (literasi).
Jadi, masa ujian yang manakah yang pernah kamu lalui ?.
Di atas tadi sekelumit perjalanan ujian di Indonesia. Balik lagi ke fokus utama kita yaitu UN. Lalu bagaimana jika sekarang ini UN ditangan menteri yang baru diberlakukan kembali ?.
ADVERTISEMENT
Adanya AN dan Kurikulum Merdeka sekarang ini, maka jika UN diberlakukan kembali menjadi suatu kemunduran. Karena proses penilaian dan kelulusan hanya berpatokan pada nilai UN saja tanpa melihat bagaimana proses pembelajarannya.
Hal ini bertentangan dengan kurikulum merdeka dimana menekankan pada pendidikan karakter. Dalam UN materi yang diujikan hanya berfokus pada materi pembelajaran saja, tetapi dalam AN kompetensi siswa ini dilihat dari literasi, numerasi dan survei karakternya.
Dahulu ketika UN ini dilaksanakan, banyak sekolah yang bersaing agar semua siswanya dapat lulus dan memperoleh nilai tinggi agar dapat diterima di sekolah favorit. Juga demi menjaga nama baik sekolah. Segala cara dilakukan oleh sekolah agar semua siswanya lulus, bahkan dengan cara yang tidak jujur sekalipun. Hal tersebut bertentangan dengan pendidikan karakter yang selama ini digaungkan dalam kurikulum merdeka.
ADVERTISEMENT
Selain itu secara psikologis siswa akan terbebani dan merasa tertekan. UN menjadi momok yang menakutkan bagi siswa. Sering kali siswa hanya fokus pada ujian akhirnya saja dan mengabaikan proses pembelajaran secara keseluruhan. Jadi diberlakukannya UN bukan hanya sekedar mengembalikan proses penilaiannya saja, tetapi juga merubah proses pembelajaran.
UN hanya berfokus pada hasil nya saja dan mengabaikan kompetensi lainnya yang dimiliki siswa. keterampilan dan sikap siswa tidak menjadi acuan dalam penentuan kelulusan.
Dibalik segala polemik yang ada terkait UN, tentunya kita menginginkan pendidikan di Indonesia ini dapat mewujudkan generasi yang unggul, memiliki karakter profil pelajar pancasila, serta memiliki keterampilan abad-21.
Ke depannya, diharapkan fokus penilaian di Indonesia ini berorientasi pada keterampilan abad-21 dan penguatan karakter. Maka harus ada kesesuaian antara apa yang diuji dengan proses pembelajaran yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Diharapkan penilaian yang dilakukan lebih inklusif, adil dan dapat mencerminkan kualitas pendidikan. Maka antara apa yang akan diuji dengan proses pembelajaran harus selaras.
Lalu kamu termasuk ke dalam tim yang mana nih ? setuju dengan diberlakukannya lagi UN atau tidak ?.