Pinjaman Online di Indonesia: Masalah Besar di Balik 'Kemudahan'

Renie Aryandani
a 2023 graduate of Indonesia Jentera School of Law. Public Interest Lawyer Assistant at Jakarta Legal Aid Institute.
Konten dari Pengguna
26 September 2023 5:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renie Aryandani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi seseorang mendapat dana pinjaman. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi seseorang mendapat dana pinjaman. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu terakhir, pemberitaan mengenai seorang pengguna layanan pinjaman online (pinjol) dari Adakami yang mengakhiri hidupnya telah menjadi sorotan. Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang melakukan penyelidikan terkait peristiwa ini.
ADVERTISEMENT
Kejadian tersebut telah memicu perhatian luas masyarakat, karena diduga terkait dengan praktik penagihan utang yang melibatkan penyalahgunaan data pribadi. Kehadiran industri pinjol yang begitu marak merupakan perkembangan baru dalam konteks perekonomian Indonesia.
Meskipun begitu, masalah ini melampaui sekadar persoalan utang. Kasus-kasus yang muncul seputar fenomena pinjol memiliki banyak dimensi, termasuk ketimpangan ekonomi, ketidakpahaman hukum, penyalahgunaan data pribadi, tindak kekerasan seksual, dan bahkan kasus bunuh diri.
Dalam kerangka umumnya, sangat penting untuk mempertanyakan hukum dan regulasi yang ada, serta upaya penegakan hukum untuk melindungi korban. Sejak Mei 2018, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menerima sekitar 3.000 keluhan terkait masalah pinjol.
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
LBH Jakarta menemukan banyak tindakan yang melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang menimpa pengguna aplikasi pinjol. Mayoritas dari mereka menjadi korban tindak kriminal yang dilakukan oleh penyelenggara aplikasi pinjol dan mitra mereka, seperti penyebaran data pribadi melalui media elektronik (berdasarkan Pasal 32 jo Pasal 48 UU ITE), pengancaman (berdasarkan Pasal 368 KUHP), penipuan (berdasarkan Pasal 378 KUHP), fitnah (berdasarkan Pasal 311 ayat (1) KUHP), pelecehan seksual melalui media elektronik (berdasarkan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE), dan pelanggaran lainnya.
ADVERTISEMENT
Banyak korban tindak pidana terkait aplikasi pinjol mencoba melaporkan kejadian ini kepada polisi, namun seringkali laporan mereka ditolak atau mandek tanpa alasan yang jelas, yang melanggar hak mereka untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan laporan mereka (berdasarkan Pasal 8 ayat 1 Peraturan Kepala Polri tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri serta Peraturan Kepala Bagian Bareskrim Polri No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana).
Penyalahgunaan data pribadi adalah masalah serius yang berkembang pesat di era digital. Kasus serupa juga banyak dialami oleh perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan seksual dan penyalahgunaan data pribadi oleh pasangan mereka.
Pelaku melakukan berbagai tindakan kekerasan, termasuk pemerkosaan, pemerasan, pengancaman, dan penyalahgunaan data pribadi, yang menyebabkan kerugian besar bagi korban. Kasus semacam ini seringkali memiliki pola yang sama, tetapi menghadapi kendala dalam penegakan hukum dan pencarian keadilan, termasuk ketidakpastian dalam penanganan oleh kepolisian.
com-Ilustrasi senang mendapatkan pinjaman online Foto: Shutterstock
Banyak pelaku menggunakan identitas pasangan mereka untuk mendaftarkan mereka secara sepihak pada aplikasi pinjaman online, baik tanpa sepengetahuan korban atau dengan sepengetahuan korban tetapi disertai dengan ancaman penyebaran data pribadi korban.
ADVERTISEMENT
Karena identitas korban digunakan, dan pelaku tidak membayar tagihan yang ada, korban akhirnya harus menghadapi ancaman dari penagih utang. Banyak korban mengalami gangguan psikis, trauma yang mendalam, dan kerugian material dalam jumlah besar.
Pelaku, yang bertindak sebagai pasangan yang tidak bertanggung jawab, seringkali menekan dan mengancam korban agar membayar utang. Ancaman semacam ini dapat mencakup ancaman fisik, psikologis, atau bahkan seksual, yang semuanya memiliki dampak yang merusak pada kesejahteraan korban.
Kehadiran pinjol yang menyebabkan "efek samping" yang serius ini telah dihadapi oleh LBH Jakarta dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Sebelumnya, LBH Jakarta telah mendesak kepolisian untuk menerima dan menindaklanjuti semua laporan tindak pidana yang diajukan oleh korban pengguna aplikasi pinjol.
com-Ilustrasi fintech pinjaman online Foto: Shutterstock
LBH Jakarta, sebagai kuasa hukum komunitas warga korban pinjol, telah mengajukan Gugatan Warga Negara atau Citizen Law Suit (CLS) di Pengadilan Negeri (PN) Jakpus pada tahun 2021. Sasarannya adalah untuk menghadirkan regulasi yang komprehensif dan menjawab kebutuhan publik, bukan regulasi yang bersifat reaktif seperti call center, laporan kepolisian, dan penutupan aplikasi semata.
ADVERTISEMENT
Harapannya, hal tersebut akan memberikan perlindungan lebih besar bagi konsumen dan membantu mencegah penyalahgunaan data pribadi di masa depan. Sayangnya, putusan dari gugatan ini menghadapi banyak kejanggalan dalam pertimbangannya, dan hal yang serupa terjadi dalam proses bandingnya.
Meskipun tanggung jawab penyelenggara negara dalam menangani masalah pinjol masih besar, kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi data pribadi mereka juga sangat penting.
Hal ini tidak hanya mencakup penggunaan perangkat lunak keamanan yang andal, tetapi juga berhati-hati ketika memberikan informasi pribadi dan melaporkan tindakan yang mencurigakan kepada otoritas yang berwenang.