Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mocro Maffia: Di Balik Eksploitasi Sistematis Anak Migran Afrika
27 Oktober 2024 16:36 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Renny Rosa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Di Afrika Selatan, sindikat narkoba telah menciptakan "narco-states" informal, di mana mereka memiliki pengaruh signifikan terhadap politik dan ekonomi lokal. Cape Town, sebagai contoh, mengalami peningkatan drastis dalam kekerasan terkait narkoba. Kartel-kartel ini sering merekrut anak-anak muda yang putus sekolah sebagai kurir dan penjual jalanan.
Di negara-negara seperti Nigeria, Ghana, dan Afrika Selatan, kemiskinan ekstrem mendorong anak-anak ke dalam eksploitasi. Mereka direkrut sebagai kurir, pengawas, atau bahkan dilibatkan dalam produksi. Data menunjukkan 60% kurir narkoba yang tertangkap berusia di bawah 16 tahun, dengan beberapa kasus melibatkan anak-anak berusia 8 tahun.
ADVERTISEMENT
Pola eksploitasi dimulai dengan iming-iming uang atau makanan. Kartel menargetkan anak-anak dari keluarga miskin atau yatim piatu. Mereka sering dipaksa tinggal di lokasi produksi, terputus dari keluarga dan pendidikan. Kondisi hidup mereka sangat buruk, dengan risiko kekerasan fisik dan trauma psikologis
Dampak dari aktivitas kartel sangat merusak. Selain masalah kesehatan publik akibat penyalahgunaan narkoba, kekerasan antar geng telah menewaskan ribuan orang. Korupsi yang menyertai perdagangan narkoba melemahkan institusi pemerintah dan menghambat pembangunan. Lebih mengkhawatirkan, beberapa kelompok teroris di Sahel diduga membiayai operasi mereka melalui perdagangan narkoba.
ADVERTISEMENT
Kepolisian Uni Eropa melaporkan eksploitasi skala industri terhadap anak-anak Afrika oleh jaringan kokain yang beroperasi di kota-kota besar seperti Paris dan Brussels. Data kepolisian menunjukkan 15.928 anak tanpa pendamping tiba di Eropa pada 2022, dengan banyak di antaranya kemudian menghilang tanpa jejak.
Kelompok kriminal terorganisir yang dikenal sebagai "Mocro Maffia" diidentifikasi sebagai pelaku utama eksploitasi anak-anak ini. Organisasi ini bekerja langsung dengan produsen kokain Amerika Selatan dan beroperasi melalui pelabuhan Antwerp, Belgia - gerbang utama masuknya kokain ke Eropa.
Eric Garbar, kepala unit anti-perdagangan manusia kepolisian federal Belgia, menyatakan bahwa anak-anak dari Maroko dan Aljazair menjadi target utama eksploitasi oleh kelompok kriminal terorganisir dalam perdagangan narkoba. "Yang kita hadapi di Uni Eropa adalah sumber daya manusia berbiaya rendah yang tak terbendung dari Afrika," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kartel menggunakan media sosial untuk memancing anak-anak dengan janji kehidupan lebih baik di Eropa. Namun kenyataannya, mereka menghadapi kekerasan brutal, penyiksaan, dan pemerkosaan jika gagal memenuhi target penjualan narkoba.
Caroline Vrijens, Komisioner Hak Anak Flemish, menyebut anak-anak Afrika sebagai kelompok "paling rentan" di Eropa dan mendesak otoritas untuk mengambil tindakan segera.
Upaya penanggulangan telah dilakukan melalui kerjasama internasional. Program-program INTERPOL dan UNODC fokus pada penguatan kapasitas penegak hukum lokal dan pertukaran informasi intelijen. Namun, tantangan tetap besar mengingat luasnya wilayah, kompleksitas jaringan, dan keterbatasan sumber daya.
Pemerintah lokal dan organisasi internasional perlu memperkuat kerjasama dalam perlindungan anak. Prioritas harus diberikan pada:
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan perbaikan tata kelola, pengembangan ekonomi, dan penguatan sistem peradilan. Tanpa tindakan tegas, ancaman kartel narkoba Afrika terhadap keamanan manusia khususya anak-anak akan terus berkembang.
Sumber: The Guardian, (2024). "Revealed: drug cartels force migrant children to work as foot soldiers in Europe's booming cocaine trade".
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 21:56 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini