Konten dari Pengguna

Generasi Muda dan Pendekatan Baru: Siapakah yang Perlu Beradaptasi

Resa Aprilia
Resa Aprilia adalah mahasiswa semester 2 Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Pamulang. Tertarik dengan isu-isu kepemimpinan, budaya kerja generasi muda, dan perkembangan dunia bisnis di era digital.
27 April 2025 14:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Resa Aprilia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi kerja sama tim di tempat kerja (sumber:https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi kerja sama tim di tempat kerja (sumber:https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa jurusan manajemen, saya kerap membayangkan pengalaman memimpin di masa depan. Namun, ketika saya mengamati kondisi tempat kerja saat ini, saya menyadari bahwa tantangan terbesar tidak hanya terletak pada strategi tertentu, tetapi juga pada elemen manusia, khususnya generasi muda seperti saya dan teman-teman semua.
ADVERTISEMENT
Saat ini, generasi milenial dan Gen Z mulai memainkan peran yang signifikan dalam dunia profesional. Di Indonesia, statistik dari BPS menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja adalah mereka yang berusia antara 15 hingga 39 tahun. Kami dibesarkan dalam era digital, mampu mengerjakan banyak hal secara bersamaan, dan memiliki pandangan yang berbeda tentang apa arti "bekerja dengan baik. "
Fleksibilitas dan kebebasan menjadi nilai yang sangat penting bagi kami. Banyak dari kami beranggapan bahwa pekerjaan bukan sekadar tentang penghasilan, tetapi juga tentang kenyamanan, makna, dan peluang untuk berkembang. Sayangnya, banyak perusahaan yang belum sepenuhnya memahami hal ini.
Dari berbagai cerita yang saya dengar—dari senior yang telah bekerja, orang yang sedang magang, hingga dosen—sering terjadi gesekan budaya kerja antara atasan dan generasi muda. Para pemimpin sering menganggap generasi muda kurang disiplin, sedangkan anak muda merasa para pemimpin terlalu kaku dan tidak mau mendengarkan. Siapa yang harus disalahkan?
ADVERTISEMENT
Menurut saya, masalah ini bukan tentang siapa yang benar atau salah, tapi mengenai siapa yang bersedia untuk belajar dan beradaptasi. Dalam dunia manajemen saat ini, metode tradisional sudah tidak lagi cukup efektif. Gaya kepemimpinan yang otoriter, komunikasi sepihak, serta jam kerja yang kaku perlahan-lahan ditinggalkan. Sebagai penggantinya, manajer harus menjadi pemimpin yang menginspirasi, terbuka terhadap masukan, dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
Ini tidak berarti setiap harapan dari generasi muda harus selalu dipenuhi. Di sinilah pentingnya dialog. Perusahaan perlu menjembatani komunikasi, bukan membangun tembok, antara generasi. Jika tidak, kita akan kehilangan banyak bakat hebat yang merasa suaranya terabaikan.
Sebagai calon manajer di masa depan, saya percaya sangat penting untuk mulai belajar dari sekarang: bukan hanya tentang teori manajemen, tetapi juga tentang empati dan kemampuan beradaptasi. Di dunia kerja yang terus berubah, keterampilan teknis dapat dipelajari, tetapi kemampuan untuk memahami orang lain adalah faktor kunci yang paling utama.
ADVERTISEMENT
Resa Aprilia, mahasiswa Manajemen Universitas Pamulang.