news-card-video
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Indonesia Menggugat Ditulis Bung Karno di Atas Kaleng Rombeng

20 Maret 2017 17:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari respati wasesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jangan membayangkan Indonesia Menggugat yang masyhur itu ditulis Bung Karno di meja yang rapi, di ruangan yang nyaman, dan dengan alat ketik yang bagus.
Indonesia Menggugat Ditulis Bung Karno di Atas Kaleng Rombeng
zoom-in-whitePerbesar
Pada 16 Juni 1930, atau enam bulan setelah Bung Karno meringkuk di penjara Banceuy Bandung, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelies Dirk de Graeff membacakan pengumuman penting.
ADVERTISEMENT
“Sukarno akan dihadapkan di muka pengadilan dengan segera,” kenang Bung Karno menirukan pengumuman itu, dalam buku otobiografinya.
Maka, tak lama kemudian, ditetapkanlah jadwal: Bung Karno akan dihadapkan di muka pengadilan Belanda mulai 18 Agustus 1930. Hanya dalam waktu sebulan setengah, ia mesti menyusun pledoi atau pembelaan.
“Terlintas dalam pikiran saya bahwa menjadi kewajibankulah untuk mempersiapkan pembelaanku sendiri,” kata Bung Karno kepada Sartono, salah satu pembela di pengadilan, yang juga anggota PNI.
Para ahli hukum berlomba-lomba ingin membela Bung Karno yang menjadi tahanan sejak 29 Desember 1929, bersama tiga anggota PNI: Gatot Mangkupraja, Maskun dan Supriadinata.
“Tidak dengan bayaran. Dan memang tidak ada uang untuk membayar. Para pembelaku bahkan menanggung pengeluaran mereka masing‐masing,” kata Bung.
ADVERTISEMENT
Kepada Sartono, Bung Karno mengatakan bahwa pembelaannya nanti akan ditekankan pada persoalan politik dan kemanusiaan. Untuk segi hukum, Bung mempercayakan kepada pembelanya.
“Kita memerlukan getaran perasaan kemanusiaan. Inilah yang akan saya kemukakan,” kata Bung.
Sartono awalnya ragu dengan usulan Bung Karno. Menurut Sartono, isi pembelaan semacam itu tidak lazim dibacakan di pengadilan. Namun, Bung Karno tetap meyakinkan.
“Kalau sudah nasib saya untuk menahankan siksaan, biarkanlah saya. Bukankah lebih baik Sukarno menderita untuk sementara daripada Indonesia menderita untuk selama‐lamanya?”
*Menulis Indonesia Menggugat*
Istri Bung Karno, Inggit Garnasih, memasok kertas dan tinta dari rumahnya di Jalan Dewi Sartika nomor 22 Bandung. Juga buku-buku, yang diselundupkan secara rapi melalui kurir-kurir.
“Pekerjaan ini sungguh meremukkan tulang‐punggung. Aku tidak punya meja untuk dapat bekerja dengan enak,” kata Bung.
ADVERTISEMENT
Di selnya yang sempit, tidak ada perabot selain kasur kecil dan kaleng rombeng tempat untuk kencing dan buang air besar alias berak.
Bau kaleng yang tingginya 2 kaki (60 centimeter) dan lebar 2 kaki (60 centimeter) sangat tidak sedap. Kaleng itulah yang dijadikan tempat Bung Karno menulis pledoi.
“Setiap pagi aku harus menyeretnya dari bawah tempat tidur, kemudian menjinjingnya ke kakus dan membersihkan kaleng itu,” kata Bung.
Kaleng itu posisinya dibalik, kemudian di atasnya dilapisi beberapa kertas sampai ketebalannya mencukupi untuk alas menulis. Malam demi malam, Bung Karno duduk bersila dan menulis.
“Dengan cara begini aku bertekun menyusun pembelaanku yang kemudian menjadi sejarah politik Indonesia dengan nama lndonesia Menggugat,” cerita Bung.
ADVERTISEMENT
Pledoi yang panjang itu dibacakan Bung Karno dalam masa persidangan di gedung Landraad Bandung (Agustus sampai Desember 1930).
“Ketika aku memulai pidatoku tiada satu pun terdengar suara. Tiada satu pun yang bergerak. Tiada gemerisik. Hanya putaran lembut dari kipas angin di atas kepala terdengar merintih.”
“Sambil berdiri di atas bangku pesakitan yang ditinggikan aku menghadap ke meja hijau hakim dan aku mulai berbicara. Aku berbicara berjam‐jam.”
Dalam Indonesia Menggugat, Bung Karno tidak sekadar membela dirinya, lebih dari itu: membela bangsa Indonesia yang telah dijatuhkan sedemikian rupa harkat dan martabatnya oleh penjajahan.
Bung Karno dan rekan-rekannya memang sudah paham bahwa pengadilan Belanda hanyalah gurauan Belaka. Ia kemudian diputus empat tahun penjara dan menjalani hukumannya di penjara Sukamiskin Bandung.
ADVERTISEMENT
Di saat bersamaan, naskah Indonesia Menggugat ternyata menyebar dengan cepat dan dibahas serius oleh ahli-ahli hukum di dalam maupun luar negeri.
Indonesia Menggugat diterbitkan dalam belasan bahasa dan tersebar di banyak negara. Naskahnya pun, kata Bung Karno, diterjemahkan dengan bahasa yang menyala-nyala.
“Demikian banyak tekanan telah dilakukan (kepada Belanda), baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga Gubernur Jendral merubah hukumanku menjadi dua tahun.”
31 Desember 1931, Bung Karno bebas dari penjara Sukamiskin. “Thesis tentang kolonialisme ini… adalah hasil penulisan di atas kaleng tempat buang air yang bertugas ganda itu.”