Konten dari Pengguna

Sudahlah, Bung Karno Itu Dikudeta

29 Maret 2017 7:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari respati wasesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertanyaan mengapa Bung Karno dikudeta saya kira lebih penting dari perdebatan klise soal Supersemar---legitimasi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan.
Sudahlah, Bung Karno Itu Dikudeta
zoom-in-whitePerbesar
Suatu kali saya bertemu dengan pelukis Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra---organisasi kesenian yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Untung Mardadi namanya. Ia kerabat dekat dan saya memanggilnya pakde. Di usianya yang telah senja, 80 tahun, ia masih mengingat hal detail selama dibuang rezim Soeharto di Pulau Buru---tak lama setelah gerakan 1 Oktober 1965.
ADVERTISEMENT
Pakde kemudian banyak bercerita tentang seorang teman sepembuangannya di sana: Pramoedya Ananta Toer, sastrawan brilian yang karya-karyanya tak pernah lekang untuk kita baca. "Mas Pram itu keras kepala. Kalau sudah berpendapat, salah atau benar, tetap dipertahankan."
Di Pulau Buru, Pramoedya memang melahirkan karya-karya yang gemilang. Yang paling terkenal adalah Tetralogi Pulau Buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. "Pakde yang melukis sampul Bumi Manusia," katanya dengan bangga.
Menurut Pakde, Pramoedya sering mendongengkan cerita-ceritanya sebelum ditulis. Dan ketika menulis, ia tak pernah mengoreksinya--jarinya seperti punya mata. Imajinasi penulis asal Blora itu juga liar: mampu menggabungkan fakta sejarah dengan khayalan.
Saya lalu bertanya cerita di balik novel Arok Dedes karya Pramoedya, yang juga ditulis di Pulau Buru. Pakde menjelaskan dengan sangat baik kepada saya. Kata Pakde, Pramoedya ingin mengungkapkan bahwa Arok adalah Soeharto yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Tunggul Ametung, Raja Tumapel yang terbunuh, ialah Bung Karno. Dan Kebo Ijo yang malang itu adalah PKI. "Sedangkan Dedes merupakan lambang kekuasaan yang diperebutkan," kata Pakde.
Kudeta Ametung bermula dari sebuah kerusuhan yang meletus di sepanjang jalur pengiriman upeti kerajaan dari Tumapel ke Kediri. Kerusuhan itu tak kunjung padam dan membuat Ametung pusing. Maka dicarilah orang yang mampu meredamnya. Atas saran para brahmana, Arok terpilih sebagai panglima.
Tidak ada yang tahu bahwa Aroklah yang sebenarnya membuat kerusuhan itu. Muslihat ini berjalan lancar: satu per satu gerombolan Arok masuk menggantikan pasukan kerajaan. Sampai akhirnya Arok tahu bahwa ada Empu Gandring dan Kebo Ijo, orang dalam kerajaan yang juga mengincar kursi Ametung.
ADVERTISEMENT
Maka dirancanglah siasat agar Empu Gandring---yang memiliki persenjataan lengkap---mau membuatkan keris sakti kepada Arok. Keris itu ternyata digunakan Arok untuk membunuh Gandring sendiri. Kebo Ijo pun mau dipinjami keris itu, dan dengan lugunya, dipamer-pamerkan sampai semua orang melihat.
Singkat cerita, Ametung tewas dengan keris menancap di tubuhnya. Siapa yang sebenarnya membunuh Ametung menjadi teka-teki. Versi umum menyebut Arok yang membunuh Ametung dengan mengambil keris dari tangan Kebo Ijo yang sedang mabuk arak. Pramoedya sendiri mengisahkan bahwa Kebo Ijolah yang membunuh langsung Ametung---ini pun tetap misterius.
"Mungkin kau lupa. Jatuhkan Tunggul Ametung seakan tidak karena tanganmu, tangan orang lain harus melakukannya. Dan orang itu harus dihukum di depan umum berdasarkan bukti tak terbantahkan. Kau mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu." Begitulah Pramoedya menggambarkan kata-kata Lohgawe, brahmana, kepada Arok.
ADVERTISEMENT
Benarkah Soeharto yang merancang pembunuhan terhadap para jenderal pada 1 Oktober 1965, seperti halnya Arok membunuh Ametung seolah dengan tangan Kebo Ijo? Kemudian PKI dituduh sebagai pelaku kudeta, dan dengan begitu Soeharto naik menjadi presiden?
Itu bisa saja benar, dan bisa juga tidak. Namun, sejarah membuktikan: ratusan ribu (boleh jadi jutaan) rakyat Indonesia mati dibunuh karena dituduh sebagai orang PKI. Bung Karno, founding father Indonesia, juga mati dalam kondisi dipenjara oleh bangsanya sendiri. Soeharto dan rezimnya langgeng selama berpuluh-puluh tahun.
Bung Karno dituduh berada di balik PKI. Ini jelas logika yang gila. Jika Bung Karno ada di barisan PKI, mana mungkin ia mengudeta dirinya sendiri?
Persoalan ini akan semakin rumit jika kita, misalnya, bertanya lebih jauh: kalau Supersemar ternyata pepesan kosong, dan ketetapan MPR tentang pencopotan jabatan presiden Bung Karno tidak sah, apakah jabatan Soeharto dan presiden Indonesia seterusnya juga ikut tidak sah? Apabila presiden tidak sah, apakah itu sama artinya Indonesia telah dibajak?
ADVERTISEMENT
Sudahlah, Bung Karno itu dikudeta---seperti John F Kennedy ditembak mati di Amerika Serikat. Tak perlu kita meributkan legal atau tidaknya orde baru, juga tentang tetek bengeknya. Lebih baik kita banyak-banyak bertanya mengapa Bung Karno dikudeta.