Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
Konten dari Pengguna
Korupsi: Akar Masalah Ada pada Mentalitas, Bukan Hanya Uang
18 Maret 2025 12:43 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Restauli Lumban Gaol tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Restauli Lumban gaol
Generasi muda saat ini hidup di era yang sarat dengan inovasi teknologi, kebebasan berekspresi, dan akses informasi tanpa batas. Di satu sisi, kemajuan ini memberikan peluang besar bagi anak muda untuk menciptakan perubahan positif. Namun, di sisi lain, tantangan baru juga muncul, salah satunya adalah degradasi kesadaran etika dalam kehidupan digital dan meningkatnya mentalitas koruptif sejak usia dini. Teknologi yang seharusnya menjadi sarana untuk membangun peradaban yang lebih baik justru sering disalahgunakan untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan, memperparah polarisasi sosial, dan menormalisasi perilaku yang tidak etis.
Media sosial telah menjadi ruang utama bagi generasi muda dalam mengekspresikan diri dan bersosialisasi. Sayangnya, kebebasan ini juga menghadirkan tantangan besar ketika etika tidak lagi menjadi prioritas utama. Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, perundungan daring, dan budaya pamer kekayaan semakin mengikis nilai-nilai sosial yang seharusnya dijaga. Fenomena ini diperparah oleh kecenderungan sebagian anak muda yang lebih mementingkan popularitas serta pengakuan sosial dibandingkan tanggung jawab moral.
ADVERTISEMENT
Merosotnya Kesadaran Etika Digital
Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Anak muda memanfaatkannya untuk berbagi informasi, berkomunikasi, dan membangun jaringan sosial. Namun, sering kali kebebasan ini disalahgunakan dengan perilaku yang melanggar etika. Hoaks semakin banyak beredar karena banyak orang langsung menyebarkan informasi tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Akibatnya, banyak individu yang mudah percaya pada berita palsu dan terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan.
Selain itu, budaya "cancel culture" juga semakin menguat. Orang-orang dengan mudah menghakimi dan mengucilkan seseorang berdasarkan potongan informasi yang belum tentu benar. Ini menciptakan ketakutan sosial di mana banyak individu takut mengekspresikan pendapatnya karena khawatir akan dihukum secara sosial. Tidak hanya itu, budaya pamer kekayaan atau "flexing" di media sosial juga semakin marak. Banyak anak muda merasa perlu menunjukkan gaya hidup mewah demi mendapat pengakuan, padahal hal ini justru mendorong perilaku konsumtif yang tidak sehat dan menimbulkan tekanan sosial bagi mereka yang tidak mampu.
ADVERTISEMENT
Menurut survei Microsoft (2023), Indonesia berada di peringkat rendah dalam Digital Civility Index. Hal ini mencerminkan rendahnya kesadaran pengguna internet, terutama anak muda, terhadap pentingnya etika dalam dunia digital. Cyberbullying, ujaran kebencian, dan pelecehan daring semakin marak terjadi, membuktikan bahwa pemahaman tentang etika digital masih perlu diperkuat.
Korupsi: Lebih dari Sekadar Uang, Ini Tentang Mentalitas
Ketika mendengar kata "korupsi," kebanyakan orang langsung membayangkan pejabat yang menyalahgunakan dana publik untuk kepentingan pribadi. Namun, korupsi bukan hanya tentang penyalahgunaan uang negara, tetapi juga mencerminkan pola pikir dan kebiasaan yang tidak jujur sejak dini. Banyak anak muda yang tanpa sadar telah terbiasa melakukan tindakan yang mengarah pada mentalitas korup, seperti mencontek saat ujian, memalsukan data akademik, atau mencari cara instan untuk memperoleh keuntungan tanpa usaha yang seharusnya.
ADVERTISEMENT
Dalam lingkungan akademik dan organisasi, praktik penyalahgunaan kekuasaan juga sering terjadi. Misalnya, nepotisme dalam pemilihan pengurus organisasi, penyalahgunaan dana kegiatan, atau manipulasi data demi kepentingan pribadi. Ini membuktikan bahwa korupsi bukan hanya permasalahan sistem pemerintahan, tetapi juga sudah meresap ke berbagai aspek kehidupan, termasuk di kalangan generasi muda.
Laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa keterlibatan anak muda dalam praktik korupsi meningkat, baik sebagai pelaku langsung maupun sebagai bagian dari sistem yang mendukung perilaku tersebut. Beberapa kasus terbaru menunjukkan bahwa generasi muda yang memiliki akses ke kekuasaan lebih rentan menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi. Tanpa pendidikan karakter yang kuat, mereka mudah tergoda untuk mengikuti jejak buruk yang telah ada sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Membangun Kesadaran Etika Sejak Dini
Generasi muda perlu menyadari pentingnya menjaga etika dalam setiap aspek kehidupan, baik di dunia nyata maupun digital. Peran keluarga, pendidikan, serta lingkungan sosial sangat menentukan bagaimana karakter dan integritas seseorang terbentuk. Tanpa penanaman nilai-nilai etika sejak dini, masa depan bangsa bisa terancam oleh generasi yang terbiasa dengan ketidakjujuran dan mentalitas koruptif.
Beberapa langkah dapat diambil untuk mengatasi masalah ini. Pertama, pendidikan karakter harus diperkuat sejak dini, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Anak-anak harus diajarkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan transparansi dalam setiap tindakan mereka. Kedua, generasi muda membutuhkan figur teladan yang bisa memberikan contoh nyata mengenai pentingnya integritas. Influencer, tokoh publik, dan pemimpin muda harus berperan aktif dalam menunjukkan perilaku yang adil dan jujur. Ketiga, aturan yang ketat harus ditegakkan untuk mencegah pelanggaran etika dan hukum. Konsekuensi yang tegas perlu diterapkan agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku serta menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Generasi muda merupakan pilar utama dalam membangun masa depan bangsa. Namun, tanpa etika yang kuat, mereka bisa terperangkap dalam mentalitas korup dan merusak tatanan sosial yang ada. Oleh karena itu, semua pihak harus berperan aktif dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya etika digital dan integritas sejak dini. Jika kita ingin menciptakan perubahan yang lebih baik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki pola pikir serta kebiasaan yang kita jalani setiap hari.
Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS). Hal ini dipicu oleh penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5,02% ke 6.146.