Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Lampung Darurat Perokok?
5 Januari 2023 15:10 WIB
Tulisan dari Resty S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Merokok merupakan bentuk paling umum dari penggunaan tembakau di seluruh dunia. Rokok merupakan komoditas yang dengan mudahnya kita jumpai di seluruh daerah di Indonesia. Hal ini didukung dengan tingginya produksi tembakau di Indonesia yang
mencapai 236 ribu ton di tahun 2021 (BPS, 2022). Merokok sering dikaitkan dengan laki-laki hingga terkadang muncul stigma bahwa jika pria yang tidak merokok itu tidak keren, padahal ketika mereka mendapati sakit akibat merokok itu jauh lebih tidak keren.
ADVERTISEMENT
Dampak negatif merokok dapat secara luas ditemukan dalam berbagai sumber literatur. Misalnya Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2020 melaporkan bahwa anak-anak yang terpapar asap rokok berisiko tinggi mengalami sindrom kematian bayi mendadak, infeksi saluran pernapasan akut, asma yang lebih parah, dan pertumbuhan paru-paru yang melambat. Merokok juga berbahaya bagi ibu yang sedang hamil karena dapat membuat janin keguguran ataupun kelahiran prematur. Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa merokok juga menyebabkan kanker, penyakit jantung, stroke, penyakit paru-paru, diabetes, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang meiliputi emfisema dan bronkitis kronis. Organisasi kesehatan dunia mencatat bahwa epidemi tembakau menewaskan lebih dari 8 juta orang per tahun, termasuk sekitar 1,2 juta kematian akibat paparan asap rokok (WHO, 2022).
ADVERTISEMENT
Kampanye hidup sehat jauh dari rokok yang masif belum sepenuhnya berhasil mendorong perokok untuk berhenti. Tidak sedikit orang yang tetap merokok meskipun tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan dirinya sendiri dan orang sekitarnya. Beberapa ada yang ingin berhenti dari merokok merasa kesulitan karena nikotin yang terkandung dalam produk tembakau sangat adiktif. Menurut CDC (2020), hanya empat persen dari pengguna yang berusaha berhenti menggunakan tembakau dan berhasil.
Berdasarkan data Susenas 2022 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang merokok setiap hari di Provinsi Lampung untuk laki-laki mencapai 50,96 persen dengan rata-rata batang rokok yang dihisap mencapai 86 batang. Artinya 1 dari 2 orang penduduk laki-laki usia 5 tahun ke atas di Provinsi Lampung merupakan perokok dan merokok mencapai 12 sampai 13 batang per hari. Ini merupakan jumlah yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Dari hasil Survesi Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, rata-rata pengeluaran per bulan per kapita untuk rokok dan tembakau di Provinsi Lampung mencapai Rp.82.789. Jika di satu rumah tangga terdapat empat orang (ayah ibu dan dua orang anak), maka rata-rata pengeluaran per bulan satu keluarga untuk rokok dan tembakau mencapai Rp.332.000,-. Angka ini mencapai 15,33 persen dari total pengeluaran terhadap makanan dan tembakau atau 8,00 persen terhadap total seluruh pengeluaran di Provinsi Lampung.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, salah satu komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhdap Garis Kemiskinan Maret 2022 adalah rokok, yang mencapai 12,71 persen di daerah perkotaan dan 22,47 persen di daerah perdesaan. Padahal jika pengeluaran untuk rokok tersebut dialihkan kepada kebutuhan yang lebih sehat dan bermanfaat, bukan tidak mungkin mereka dapat keluar dari jeratan kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) pada 2021 menunjukkan bahwa rokok telah menjadi kebutuhan dasar setara dengan kebutuhan pangan bagi keluarga miskin perokok. Pengeluaran untuk rokok bagi keluarga miskin menjadi prioritas, dan tidak tergeser bahkan ketika pandemi Covid-19 menerpa. Kemampuan perokok miskin untuk terus merokok bahkan di masa pandemi didorong oleh harga rokok yang murah dan distribusi penjualan yang masif, di mana penjual rokok tidak hanya menjual rokok per bungkus, namun juga bisa per batang. Hal ini memudahkan untuk rakyat miskin terus bisa merokok. Dampak dari hal tersebut, pada tanggal 23 Desember 2022, Presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Larangan menjual rokok batangan menjadi salah satu materi muatan dalam rancangan peraturan pemerintah itu.
ADVERTISEMENT
Selain membebani pengeluaran rumah tangga, perokok juga membebani anggaran negara. Biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh perokok sangat besar. Biaya ekonomi dari penggunaan rokok adalah biaya perawatan kesehatan yang signifikan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok serta hilangnya sumber daya manusia yang diakibatkan oleh morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh rokok. Menurut Dartanto et al (2019), penelitiannya menunjukkan bahwa perkiraan biaya ekonomi langsung dari merokok berkisar antara Rp 17,9 triliun hingga Rp 27,7 triliun, sementara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mengalokasikan antara Rp 10,4 triliun dan Rp 15,6 triliun untuk menutupi biaya kesehatan yang disebabkan oleh merokok.
Kebijakan yang lain yaitu dengan menaikkan tarif cukai rokok. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menaikkan cukai hasil tembakau per 1 Januari 2022 dengan rata-rata kenaikan adalah 12 persen. Selanjutnya Pemerintah memutuskan untuk menaikkan kembali cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persen berlaku tahun 2023 dan 2024. Hal ini cukup baik karena dengan kenaikan harga rokok ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok oleh seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dalam bidang pengembangan Sumber daya Manusia melalui penurunan prevalensi perokok khususnya usia 10-18 tahun, kebijakan cukai rokok harus didukung dengan kebijakan di sisi demand masyarakat. Di antaranya, dengan konsisten menegakkan larangan merokok di tempat-tempat umum, setidaknya para perokok tidak perlu menjadikan orang lain bahkan anak-anak sebagai perokok pasif karena terpapar asap rokok ketika berada di tempat umum. Kebijakan lain yang bisa diterapkan pemerintah adalah melalui kurikulum sekolah sehingga anak-anak teredukasi dengan bahaya rokok dan tidak perlu merokok hanya agar dibilang keren.