Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Merdeka Belajar Sebagai Pisau Analisa Berjarak dengan AI
14 April 2023 9:10 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Reszky Fajarmahendra Riadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Unjuk rasa demonstrasi dalam memprotes kebijakan terasa sudah agak usang dewasa ini. Masyarakat mempunyai formulasi baru untuk menyatakan ketidaksetujuan mengenai suatu kebijakan yaitu menggunakan petisi.
ADVERTISEMENT
Petisi adalah suatu medium untuk mengumpulkan beberapa orang yang sevisi dengan gagasan ketidaksetujuan tentang suatu kebijakan atau program. Semakin banyak orang menandatangani petisi, biasanya pemerintah akan menanggapi hal tersebut untuk dilakukan suatu tindakan.
Baru-baru ini pada laman The Future of Life Institute terdapat sebuah petisi yang menyerukan penangguhan pengembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) selama enam bulan ke depan. Alasannya adalah, pengembangan AI tidak memiliki mitigasi risiko yang terkendali, sehingga nantinya kemungkinan akan menimbulkan dampak negatif kepada manusia.
Petisi ini telah ditandatangani oleh 23.934 sampai Kamis 13/4/2023. Petisi ini ditandatangani oleh pakar, eksekutif, dan pemerhati industri teknologi. Beberapa yang menandatangani merupakan orang-orang yang terlibat dalam pengembangan AI juga seperti perintis AI, Yoshua Bengio, Peneliti AI terkemuka seperti Stuart Russell dari Universitas California-Berkeley dan Gary Marcus dari Universitas New York.
ADVERTISEMENT
Selain itu nama besar seperti Elon Musk (CEO Tesla), Steve Wozniak (Co-Founder Apple) dan Yuval Noah Harari (Profesor pada Hebrew University of Jerusalem) turut menandatangani petisi tersebut.
Isi petisi tersebut berisi kekhawatiran mengenai dampak perusahaan besar teknologi berlomba membuat AI super canggih yang nantinya akan mengubah seluruh tatanan peradaban manusia. Para penandatangan petisi ini tidak mau bahwa tatanan peradaban manusia, dimonopoli oleh segelintir perusahaan besar teknologi yang bermain dalam kategori kecerdasan buatan.
Ketika ChatGPT 4 rilis, yang mengeklaim chatbot ini merupakan kecerdasan buatan yang paling maju membuat beberapa perusahaan teknologi seperti Microsoft dan Google menjadi terpicu untuk mengembangkan AI baru tanpa memikirkan dampak dan risiko yang muncul kepada manusia.
ADVERTISEMENT
Petisi ini menyarankan agar selama enam bulan pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan kecerdasan buatan secara bersama-sama mengembangkan dan mengimplementasikan seperangkat protokol keselamatan yang dapat digunakan dalam desain dan pengembangan kecerdasan buatan. Hal ini dimaksud agar sistem AI dapat digunakan dengan aman oleh manusia.
Para orang yang bergerak di industri teknologi saja sudah khawatir mengenai perkembangan AI ke depannya, sebagai pengguna saya turut merasakan kekhawatiran dan lebih waspada dengan perkembangan kecerdasan buatan. Kewaspadaan ini bukan tak berdasar, teknologi hari ini seakan dapat membaca pikiran manusia.
Ketika kita mulai untuk berselancar di media sosial, algoritma dengan mudah menuntun konten apa yang akan ditampilkan berdasarkan konten yang sering dilihat oleh pengguna lainya. Selain itu terkadang informasi yang tersedia di dalam konten tersebut bisa saja bukan merupakan informasi yang benar.
ADVERTISEMENT
Ini dikarenakan tidak ada yang memvalidasi informasi tersebut, semua orang bebas menuangkan apa yang ada di dalam pikirannya, sehingga terkadang kita berada di dalam sebuah gelembung informasi yang sengaja didesain untuk mempengaruhi laku kehidupan manusia.
Hal lainnya adalah dengan perkembangan kecerdasan buatan akan menumpulkan daya kreatif manusia. Manusia terlena dengan mudahnya meminta AI untuk melakukan apapun dalam kehidupannya, seperti membuat esai untuk tugas, membuat video, menganalisis data, menjadi asisten pribadi, atau sekadar mengirim pesan.
Hal ini akan berdampak pada dehumanisasi baru dalam kehidupan manusia, manusia menjadi budak dan diperalat oleh teknologi karena ketergantungan dengannya. Kemudian lama-lama teknologi akan menggantikan semua peran manusia di beberapa bidang.
Sebagai guru, melihat fenomena ini terdapat kegelisahan bila nantinya murid yang saya ajar mengalami kondisi seperti di atas, apalagi kita tidak dapat memprediksi bagaimana arah kecerdasan buatan pada masa depan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu saya mencoba menggunakan arah kebijakan Merdeka Belajar sebagai pisau analisa dalam rangka menyeimbangkan peran manusia terhadap perkembangan kecerdasan buatan yang dapat diwujudkan dalam tiga domain.
Meningkatkan Kemampuan Literasi Peserta Didik
Dalam badai informasi, kemampuan untuk memilah mana informasi yang benar menjadi sangat penting. Menjawab hal tersebut langkah utamanya adalah meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
Untuk itu perlu pelajaran membaca yang tidak sekadar hanya melek huruf, namun peserta didik mampu untuk memahami bacaan dan memiliki kebiasaan membaca. Kesulitan institusi sekolah adalah menyediakan bahan bacaan berkualitas bagi peserta didik.
Pada Episode Merdeka Belajar ke-23, Mendikbud Ristek meluncurkan program “Buku Bacaan Bermutu Untuk Literasi Indonesia”, hal ini menjawab kegundahan sekolah dalam meningkatkan kapasitas literasi peserta didik. Selain itu, dengan buku bacaan berkualitas peserta didik diharapkan semakin tumbuh minat dan kebiasaan membacanya.
ADVERTISEMENT
Ketika bahan bacaan berkualitas sudah dimiliki oleh peserta didik, peran guru dan orang tua mendesain kegiatan membaca yang dipadukan dengan bertutur dan menulis sebagai salah satu rangkaian pembelajaran.
Kegiatan bertutur dapat melatih kepercayaan diri peserta didik, serta guru dapat mengetahui seberapa dalam pemahaman peserta didik setelah membaca. Kemudian kegiatan menulis dapat dijadikan satu wahana untuk olah pikir peserta didik.
Menulis dapat melatih logika, sistematika, meneliti dan mencipta. Dengan bekal tersebut kemampuan peserta didik dalam unsur kreatif dan kemampuan memilah informasi dapat terus terasah dalam terpaan informasi palsu dan salah yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan.
Belajar Sambil Mengaktualisasi
Setelah kemampuan literasi yang diperoleh oleh peserta didik cukup baik, sekarang waktunya mengaktualisasi pengetahuan yang mereka dapatkan di lingkungannya. Hal ini diperlukan karena teknologi cenderung mengalienasi manusia dari kehidupan sosialnya.
ADVERTISEMENT
Episode Merdeka Belajar ke 15 adalah Kurikulum Merdeka dan PMM (Platform Merdeka Belajar). Di dalamnya terdapat P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Program ini bertujuan untuk membuat sebuah proyek secara berkolaborasi untuk mencapai visi Profil Pelajar Pancasila. Proyek tersebut membuat peserta didik menemukenali permasalahan yang ada di lingkungannya.
Di dalam kelompoknya peserta didik dapat berdiskusi dan riset tentang tema yang dipilih. Kemampuan dalam berdiskusi dan riset memerlukan kemampuan berpikir kritis sebagai lanjutan dari kemampuan literasi yang meningkat.
Peserta didik kemudian menyajikan hasil karya nyata mengenai isu yang diangkat di lingkungannya. Melalui hal tersebut murid akan mendapat pengalaman belajar yang bermakna. Berkolaborasi akan mengajarkan empati mendalam serta menggerus nilai-nilai individualisme yang selama ini merebak dikarenakan dampak negatif perkembangan teknologi.
ADVERTISEMENT
Ambil Jarak
Episode Merdeka Belajar ke 5 adalah GP (Guru Penggerak). Pada modul yang dipelajari GP terdapat modul yang mempelajari Filosofi Pendidikan dari KHD (Ki Hajar Dewantara). Salah satu pemikirannya adalah bagaimana proses pembelajaran yang berorientasi kebudayaan nasional, budaya dari luar boleh diambil jika hal tersebut dapat menguatkan kebudayaan nasional.
Jika kita ambil pernyataan KHD dan kita kembangkan dengan konteks memberi jarak pada kecerdasan buatan bisa menjadi satu dasar pikir yang baik. Bagaimana Guru mengingatkan agar proses pencarian pengetahuan, menganalisis data bisa dipadupadankan dengan kecerdasan buatan.
Namun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan AI harus diperuntukkan menguatkan potensi peserta didik, di luar dari padanya perlu ditolak karena seperti yang dibahas sebelumnya, ketergantungan kita terhadap teknologi kecerdasan buatan akan mengkerdilkan potensi yang ada pada diri manusia. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk berjarak dengan AI.
ADVERTISEMENT