Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Degradasi Bahasa sebagai Alat Komunikasi
13 Juni 2022 18:51 WIB
Tulisan dari retno asih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lunturnya Eksistensi Bahasa Indonesia Bukan dikarenakan Degradasi Bahasa
ADVERTISEMENT
Degradasi bahasa kian marak terjadi pada media sosial yang berisikan tanggapan-tanggapan masyarakat luas. Menanggapi suatu topik hangat yang sedang tren, begitulah cara mainnya Twitter. Salah satu media sosial yang menjadi sasaran empuk untuk mengungkapkan segala uneg-uneg baik itu sebuah tren atau hal-hal keseharian.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara menanggapi dengan hal keseharian sekarang tidak lagi ada batasan itulah proses awal degradasi dalam penggunaan bahasanya. Warga Twitter Indonesia, acap kali mencampur penggunaan bahasa dengan berbagai bahasa seperti, bahasa asing, bahasa gaul, atau bahasa alay. Sistem yang tidak lagi ketat, membuat tanggapan dapat berisi segala macam perkataan terlepas dari kosakata yang benar atau tidak. Keberadaan Bahasa Indonesia yang semakin sederhana sebagai bentuk komunikasi tulis membuat penggunaannya selalu lepas dari kaidah-kaidah Bahasa Indonesia.
Hal ini dikarenakan, penggunaan Bahasa Indonesia yang sesuai kaidah dapat menghambat keluwesan terhadap lawan bicara. Komunikasi yang luwes merupakan tindak kesewenangan hubungan antara bunyi dan makna. Sebagian besar orang berkomunikasi hanya menanggapi makna/pesan yang disampaikan maka bunyi bukan hal utama yang perlu diperhatikan. Meskipun keduanya hal yang tidak dapat dipisahkan apalagi mengalami ketimpangan. Tetapi terlepas dari indikator tersebut masyarakat diharapkan dapat mematuhi sistem kebahasaan yang ada. Agar dapat menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia. Namun, tidak lagi jika berkaitan dengan stigma "Santai, jangan dibawa serius!" sehingga banyak pengguna yang berkomunikasi layaknya di kehidupan sehari-hari. Bukan hanya pengguna akun umum, beberapa pengguna akun yang berlisensi biru pun turut berkomunikasi secara luwes, sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Menanggapi tren yang muncul pada 01/06/22, pengguna akun berinisial F melalui utasnya:
“W muak bet sumfah”
Kata ‘W’ bermaksud mengungkapkan kata gu.e /guè/. Banyak sekali penyederhanaan bahasa yang dilakukan pengguna twitter untuk mempersingkat kalimat. Adapula pengguna akun berinisial D menyampaikan penyederhanaan lain dari kata gue melalui tweetnya, sebagai berikut:
“Dis! Ngga sanggup berkata kata lagi gw”
Gw juga bermaksud menjelaskan makna yang sama seperti kata 'gue'. Hanya saja penulisannya semakin simple. Proses penyederhanaan bermula dari kata gue kemudian gw, dan terakhir w. Berdirinya kata tanpa huruf vokal dan hanya terdiri dari huruf konsonan. Namun, kata tersebut masih dapat dibaca karena huruf konsonan w berstatus semivokal.
Selain itu, penggunaan bahasa alay. Bahasa yang biasanya ditulis dengan mengurangi, melebihkan atau merubah huruf konsonan. Seperti pada tanggapan pengguna akun sebelumnya:
ADVERTISEMENT
“W muak bet sumfah”
Sumfah kata yang bermaksud mengungkapkan kata 'sumpah'. Namun, mengalami perubahan penulisan seperti huruf [p] menjadi [f] tanpa alasan tertentu. Biasanya huruf [p] mengalami perubahan jika ada modifikasi atau penyesuaian huruf pada aksara bahasa. Misalnya, pada aksara arab fa ditambah titik 3 diatasnya. Hal ini terjadi supaya aksara arab dapat mengikuti bacaan khasnya. Tetapi tujuan penulisan tersebut tidak memiliki dasar penyesuaian huruf melainkan mengidentifikasi seseorang itu alay.
Tanggapan dari salah satu tweet perguruan tinggi, menyampaikan:
“Pada prinsipnya, prodi sdh melakukan bbrp langkah antara lain…,”
Terjadi pengurangan atau penyingkatan huruf tanpa melihat kaidah bahasa. Meski berlatar belakang perguruan tinggi tidak menutup kemungkinan adanya faktor internal dari penulisnya.
Kata sdh bermaksud menjelaskan kata 'sudah'. Sering mengalami proses penyederhanaan dari kata sudah, sdh, dan dah. Begitu pula hal yang terjadi pada kata bbrp. Bermaksud menjelaskan kata 'beberapa' yang kemudian mengalami penyederhanaan dari kata beberapa menjadi bbrp.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa unggahan tweet di atas dapat dikatakan bahasa sebagai alat komunikasi sering diabaikan karena adanya pandangan terhadap tingkah laku sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi. Stigma "Santai, jangan dibawa serius!" ini merupakan tingkah laku sosial yang menjadi aturan permainan tersebut yang berlaku dalam kehidupan semua pengguna Twitter atau anggota masyarakat. Hal ini timbul pandangan komunikasi yang tidak semestinya. Sisi lain, menenangkan orang yang menjadi lawan komunikasi agar tidak terlalu serius dalam berbicara. Sehingga orang tersebut mengubah bahasa menjadi apa adanya atau bergeser ke pengasaran. Pengasaran di sini merupakan salah satu bentuk degradasi yang berkonotasi negatif, seperti muak. Sedangkan di sisi lain, ada seseorang yang tidak berkeinginan menggunakan keluwesan dalam berkomunikasi karena dirasa bahasa formal akan lebih santun.
ADVERTISEMENT
Mengapa Twitter yang menjadi sorotan degradasi bahasa? Karena berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika 2012, Indonesia sebagian pengguna internet 55 juta orang tercatat sebanyak 19,5 juta merupakan pengguna Twitter. Sekaligus menjadi negara kelima terbesar pengguna Twitter di bawah Inggris dan negara besar lainnya (Kominfo,2012). Maka, sasaran yang tepat untuk menjaga ruang kebahasaan tetap sesuai dengan kaidahnya masing-masing perlunya menyasar pengguna akun Twitter yang memiliki branding kuat sebagai seseorang yang mampu membesarkan keberadaan bahasa Indonesia dengan bijak. Penggunaan bahasa yang lebih bijak akan memengaruhi fungsi dan posisi bahasa tersebut di kalangan masyarakat luas.
Dengan proses-proses degradasi bahasa tersebut sebenarnya tidak akan melunturkan keberadaan Bahasa Indonesia. Hanya saja ruang yang sudah disediakan tiap-tiap bahasa perlu diperhatikan secara lebih. Agar tidak mengambil alih atau bagian dari fungsi tatanan ragam bahasa yang ada. Adanya media sosial sebagai bentuk perkembangan komunikasi digital dengan pengguna media sosial di Indonesia turut menjalankan fungsional bahasa Indonesia di dalamnya. Jika dirasa mampu untuk mengembangkan komunikasi digital dan bahasa Indonesia secara bersamaan akan terlihat lebih baik. Akankah masyarakat luas dapat berkontribusi untuk menjaga keutuhan serta keberadaan bahasa Indonesia di media sosial? Atau tetap menggunakan bahasa Indonesia yang mengalami degradasi bahasa di media sosial?
ADVERTISEMENT
tag :
degradasi bahasa
degradasi bahasa alat komunikasi
degradasi bahasa di media twitter
degradasi bahasa lewat unggahan tweet
degradasi bahasa kurang tepatnya alokasi ruang bahasa
degradasi bahasa tidak melunturkan eksistensi bahasa indonesia