Telusuri Goa Jatijajar, Kisah Legenda Lutung Kasarung

Retno Ayuningrum
Mahasiswa Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
7 Juli 2021 10:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Retno Ayuningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Diorama Raden Kamandaka dan Dewi Ciptoroso|Foto: Retno Ayuningrum
zoom-in-whitePerbesar
Diorama Raden Kamandaka dan Dewi Ciptoroso|Foto: Retno Ayuningrum
ADVERTISEMENT
Terik matahari menyambutku di salah satu tempat wisata Kebumen. Selama ini Kebumen dikenal dengan keindahan pantai pesisir selatan yang memukau. Namun, jangan salah, di Kebumen juga ada beberapa objek wisata yang tidak kalah menarik. Salah satunya, objek wisata yang aku kunjungi kali ini, yaitu Goa Jatijajar.
ADVERTISEMENT
Goa Jatijajar terletak di sepanjang pegunungan kapur di sisi selatan Kecamatan Gombong, Kebumen. Beberapa tahun lalu saya sempat berkunjung ke sini. Pada saat itu, jalan menuju ke goa masih penuh tanah. Sungguh berbeda dengan sekarang yang sudah dilapisi olahan semen dan ditata sedemikian rupa agar pengunjung tetap nyaman.
Sebelum menjelajahi goa ini lebih jauh lagi, tentunya aku harus membeli tiket terlebih dahulu. Hanya dengan membayar tidak lebih dari Rp10.000 aku sudah bisa masuk ke goa ini. Akses menuju goa sudah dipermudah dengan berbagai fasilitas, seperti disediakan tempat duduk lesehan. Jika kita lelah berjalan, kita bisa beristirahat sembari menyantap makanan yang dijual oleh warga sekitar.
Di dekat mulut goa terdapat patung dinosaurus raksasa. Dari mulut patung dinosaurus itu mengeluarkan air yang berasal dari dua sendang, yaitu Sendang Mawar dan Sendang Kantil yang airnya tidak pernah habis atau kering.
Patung dinosaurus|Foto: Retno Ayuningrum
Untuk sampai pada mulut goa, aku harus menaiki beberapa anak tangga. Lelah, tentu saja. Namun, lelahku terbayar lunas ketika melihat stalaktit dan stalagmit pada langit-langit goa yang begitu memukau. Lampu-lampu berwarna-warni pada dinding goa semakin menambah indah pesonanya. Ada beberapa fasilitas yang bisa aku gunakan untuk melihat atau menjangkau lebih dekat stalaktit dan stalagmit.
ADVERTISEMENT
Kakiku terus menuntun untuk menelusuri goa ini lebih dalam. Aku melihat patung-patung diorama yang menjadi daya tarik sendiri. Diorama-diorama patung tidak lepas dari kisah melegenda Raden Kamandaka atau Lutung Kasarung. Dahulu kala, goa ini pernah digunakan Raden Kamandaka untuk bertapa.
Patung Diorama di Goa Jatijajar|Foto: Retno Ayuningrum
Aku mengamati dengan saksama setiap diorama. Bagiku, diorama-diorama di sini seperti mempunyai daya magis yang bisa menarik perhatian pengunjung. Dengan berbagai ekspresi dan bahasa tubuh seolah mengisahkan Raden Kamandaka.
Semakin aku menelusuri, jalanan yang dilalui licin karena adanya aliran sungai di dalam. Bentuk-bentuk stalaktit dan stalagmit pun unik. Langkahku tidak pernah lelah dan justru semakin berhati-hati karena takut terjatuh. Aku mendengar suara gemercik air yang semakin dekat. Ah, itu dia, Sendang Mawar. Dari ketujuh sendang yang ada di dalam goa, hanya ada empat sendang yang bisa dicapai, yaitu Sendang Mawar, Sendang Kantil, Sendang Puser Bumi, dan Sendang Jombor.
ADVERTISEMENT
Konon, barang siapa yang mandi atau cuci muka di Sendang Kantil segala hajat yang diinginkan bisa tercapai. Sementara, bagi siapa saja yang mandi atau cuci muka di Sendang Mawar bisa menjadi awet muda. Namun, aku tidak ingin membuktikan mitos itu. Aku ke sini memang untuk berlibur.
Akhirnya aku sampai di penghujung goa. Keluar dari sana, aku merasa bisa bernapas lega dan juga bahagia. Perjalananku tidak sampai situ, aku pun melihat-lihat fasilitas di sekeliling goa, seperti taman bermain dan juga pasar seni. Di pasar seni, aku bisa melihat kerajinan-kerajinan tangan yang dijual.
Menulusuri pesona Goa Jatijajar menjadikan pengalaman yang menyenangkan. Keindahan Goa Jatijajar tidak perlu diragukan lagi. Goa ini seolah menyajikan pemandangan perut bumi yang langka.
ADVERTISEMENT
Retno Ayuningrum
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta