Konten dari Pengguna

Self Harm: Menggali Lebih dalam Luka yang Terselubung

Revia Maruli Lismawanti
Mahasiswa Universitas Pamulang Prodi Sastra Indonesia
1 Juli 2023 15:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revia Maruli Lismawanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kata "Selfharm". Sumber : unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kata "Selfharm". Sumber : unsplash.com
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang kompleks ini, manusia sering kali menghadapi berbagai tekanan dan tantangan yang bisa menguras energi serta mengganggu keseimbangan emosional. Salah satu cara yang tidak sehat dan merugikan yang sering kali diadopsi oleh individu yang merasa terjepit adalah melalui self harm atau melukai diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Self harm dalam berbagai bentuknya seperti menggoreskan pisau, memotong, membakar, atau melukai diri sendiri dengan cara lainnya, bukanlah tindakan yang dapat dianggap remeh. Bagi mereka yang menderita, self harm sering kali merupakan bentuk ekspresi dan pembebasan emosional yang disalahgunakan.
Pada permukaannya, self harm mungkin terlihat sebagai tindakan yang mengubah rasa sakit batin menjadi fisik. Tetapi sebenarnya itu adalah pertanda dari penderitaan yang lebih dalam.
Penting untuk diingat bahwa self harm bukanlah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencari perhatian atau merugikan orang lain. Sebaliknya, self harm adalah manifestasi dari ketidakmampuan individu untuk mengatasi rasa sakit emosional dan tekanan psikologis yang mereka rasakan.
Ketika seseorang merasa terjepit oleh tekanan yang berlebihan, cemas, atau putus asa, self harm mungkin menjadi cara yang tidak sehat untuk mencoba meredakan ketegangan atau merasa memiliki kendali atas situasi.
ADVERTISEMENT
Dalam memahami self harm, penting untuk melihat di balik tindakan tersebut dan mengeksplorasi akar penyebabnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi individu untuk melakukan self harm, misalnya gangguan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian.
Juga pengalaman trauma, masalah hubungan sosial, perasaan rendah diri, dan tekanan dari lingkungan sekitar dapat memainkan peran penting dalam memicu self harm.
Ilustrasi wanita sedang menenangkan diri. Sumber : pexels.com
Sebagai masyarakat, kita harus berperan dalam membantu individu yang menderita self harm. Menghakimi atau menyalahkan tidak akan membantu dalam situasi ini. Alih-alih, kita perlu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana individu merasa didengar dan didorong untuk mencari bantuan profesional.
Terapi psikologis, seperti terapi kognitif perilaku, terapi dialektikal perilaku, atau terapi berbasis trauma, dapat membantu individu untuk mengatasi masalah yang mendasari dan belajar strategi coping yang sehat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran dan memahami bahwa self harm adalah tanda penderitaan yang mendalam dan bahwa mereka yang menderita membutuhkan dukungan dan pemahaman kita.
Edukasi yang tepat tentang self harm di sekolah, tempat kerja, dan masyarakat secara umum dapat membantu menghilangkan stigma dan memastikan individu yang terpengaruh mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Penting untuk diingat bahwa self harm adalah gejala dari masalah yang lebih dalam. Dalam melangkah maju, kita perlu mendorong dialog terbuka dan memperluas pengetahuan kita tentang isu ini.
Yang tidak kalah penting, juga menyediakan dukungan yang diperlukan bagi mereka yang menghadapinya. Hanya dengan cara-cara itu kita dapat membantu mereka yang menderita self harm menemukan jalan menuju kesembuhan dan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT