Konten dari Pengguna

Menyoal Dinasti Politik pada Pilpres 2024

Revita Juliana
Mahasiswa Sosiologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
30 November 2023 14:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revita Juliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bangkitnya Dinasti Politik Jokowi. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bangkitnya Dinasti Politik Jokowi. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang Pilpres tahun 2024 kerap kali kita mendengar adanya istilah dinasti politik yang ramai diperbincangkan. Berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah batasan usia Capres Cawapres menjadi 35 tahun. Tentu hal tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pencalonan Gibran yang diduetkan oleh Prabowo Subianto dipahami oleh publik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari adanya praktik dinasti politik. Hal tersebut dikarenakan selain Gibran yang merupakan anak Jokowi, juga memiliki kedekatan dengan Prabowo. Keputusan tersebut tidak lain dianggap sebagai wujud politik transaksional antara Jokowi dengan Prabowo. Tidak heran apabila masyarakat kontra menggadang-gadang bahwa berakhirnya masa jabatan Jokowi sebagai presiden adalah awal dari terbangunnya dinasti politik Jokowi.
Menurut Querubin (2010:2) dinasti politik mengacu pada beberapa anggota keluarga yang memegang kekuasaan politik formal lebih dari satu generasi. Jadi dapat dijelaskan bahwa politik dinasti merupakan sebuah praktik di mana kekuasaan politik diteruskan kepada seseorang yang memiliki hubungan keluarga maupun kerabat dekat dari pemimpin sebelumnya. Alasan utama dibalik adanya dinasti politik untuk mempertahankan dan meneruskan kekuasaan politik yang telah dibangun keluarga.
ADVERTISEMENT
Adapun Wasisto (2013:203) mengungkapkan terbentuknya suatu dinasti politik yang didasari oleh beberapa gejala seperti terhambatnya pembentukan kader partai politik untuk memilih calon pemimpin yang berkualitas. Hal tersebut menimbulkan realisme politik dalam mendorong keluarga pemimpin menjadi bagian dari anggota politik.
Kemudian, konteks masyarakat di mana masyarakat menginginkan pemimpin suatu daerah tersebut tetap berkuasa dengan mempertahankan status quo daerah dan mendorong anggota keluarga ataupun orang-orang terdekat pemimpin tersebut untuk menggantikan posisinya.
Perlu kita ketahui setahun setelah Jokowi menjabat sebagai presiden, pemerintahan Jokowi mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 2015 mengenai larangan kepada calon kepala daerah dalam pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati yang berasal dari anggota keluarga (dinasti politik) atau memiliki masalah kepentingan petahana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah, kecuali telah melewati masa jabatan dengan jeda satu kali. Namun kini menjelang Pilpres tahun 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan ajuan pembatalan pasal mengenai anti politik dinasti.
ADVERTISEMENT
Dapat diambil sebagai contoh dari kasus penyelewengan yang dilakukan oleh Bupati Probolinggo Puput Tantriana dan suaminya Hasan Aminudin pada tahun 2021 di mana Bupati Probolinggo tersebut terjerat kasus korupsi dengan dugaan tindak pidana pencucian uang kasus jual beli jabatan. Kemudian pada tahun 2022 kasus serupa terjadi pada Bupati Bangkalan Abdul Latif Imron atas tindakan suap lelang jabatan mengikuti jejak sang kakak Fuad Amin yang sebelumnya juga merupakan Bupati Bangkalan.
Korupsi yang dilakukan oleh pemimpin daerah termasuk pelaku dinasti politik mampu menciptakan distorsi terhadap perekonomian negara, termasuk kerangka politik dan hukum yang berakibat menguntungkan pada suatu kelompok tertentu dibanding dengan kelompok lain. Inilah sebabnya salah satu filsuf terkenal bernama Plato berpandangan bahwa korupsi bukan hanya memiskinkan rakyat, akan tetapi juga merusak peradaban.
ADVERTISEMENT
Politik dinasti juga dianggap mampu menjadi ancaman bagi demokrasi, karena dapat mengurangi kualitas dan kompetisi dalam politik. Kandidat yang berasal dari keluarga politik cenderung memiliki akses yang lebih besar daripada kandidat lain yang tidak memiliki latar belakang politik.
Sehingga sebagian pihak beranggapan bahwa ruang kompetisi dalam politik tidak adil. Selain itu, kandidat dinasti politik cenderung mengandalkan popularitas dan jaringan dari keluarga atau kerabat politik dari keluarga mereka, daripada visi dan misi yang jelas serta nyata.
Jika dikatakan tidak adil, dalam negara demokrasi seperti Indonesia tidak membatasi siapa saja yang ingin mencalonkan diri sebagai Capres Cawapres atau jabatan lain di bangku pemerintahan baik itu dari kalangan keluarga politik maupun non politik. Adapun putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Hak Asasi Manusia yang menjadi elemen penting dalam negara hukum, di mana bahwasanya anggota keluarga petahana juga berhak dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Hal ini sebagai salah satu keterwujudan dari penjaminan hak-hak tiap warga. Sejatinya dalam negara demokrasi, pemimpin negara akan tetap dipilih oleh rakyat secara langsung pada saat pemilihan umum. Artinya, esensi demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Seperti halnya pasangan Prabowo-Gibran didukung oleh Presiden Jokowi pada Pilpres 2024, itu semua tidak menjamin Pilpres 2024 akan dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Mengingat situasi politik saat ini, masyarakat diimbau untuk memperkuat keyakinan mereka terhadap negara. Serta kepada penyelenggara negara, mereka harus membuktikan bahwa mereka dapat tetap netral walaupun terasa sulit kondisi seperti ini ketika para penguasa menyertakan diri dalam ajang Pilpres 2024 mendatang.
Setidaknya semua pihak baik masyarakat maupun pejabat politik negara dapat mengatur jalannya Pilpres 2024 guna terciptanya Pilpres yang adil dan jujur hingga akhir. Sebab jika ada sedikitpun kecurangan dalam Pilpres maka hal ini seutuhnya dapat berimbas langsung pada rakyat (Ari Sandita, 2023).
ADVERTISEMENT
Terkait dinasti politik, sebenarnya terdapat sisi kepositifan dalam dinasti politik apabila ketika pemimpin tersebut memiliki keturunan yang cukup berkompeten dan memiliki kualifikasi serta kapabilitas yang layak untuk menjadi pemimpin, maka sistem perpolitikan dari dinasti tersebut akan sangat berguna untuk tata pemerintahan yang mampu membebaskan negara dari adanya kelompok destruktif yang ingin berkuasa di mana hal ini dapat mengancam sistem pemerintahan negara.