Konten dari Pengguna

Mengulas Harmoni Keluarga dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia

Revita Putri Sadewi
Mahasiswi Aktif Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidatullah Jakarta
28 Desember 2024 18:44 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revita Putri Sadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2020/03/16/14/58/family-4937226_1280.jpg (ilustrasi keluarga)
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2020/03/16/14/58/family-4937226_1280.jpg (ilustrasi keluarga)
ADVERTISEMENT
Hukum keluarga Islam di Indonesia adalah salah satu aspek hukum yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah mengembangkan sistem hukum yang memadukan prinsip-prinsip Islam dengan peraturan negara. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara nilai-nilai agama dan kebutuhan masyarakat modern.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, hukum keluarga Islam mengatur berbagai aspek kehidupan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, nafkah, hak asuh anak, hingga warisan. Di Indonesia, pengaturan ini diakui secara resmi dalam sistem hukum nasional dan dikelola melalui lembaga peradilan agama. Dengan demikian, hukum keluarga Islam memiliki landasan yang kuat, baik dalam syariat maupun hukum positif.
Dasar Hukum dan Kerangka Pengaturan
Hukum keluarga Islam di Indonesia berakar pada Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan hukum ini juga dipengaruhi oleh Undang-Undang dan regulasi negara. Salah satu regulasi utama yang menjadi dasar hukum keluarga Islam adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang kemudian diperkuat dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang disahkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. KHI berfungsi sebagai pedoman bagi para hakim di pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara keluarga yang melibatkan umat Islam.
ADVERTISEMENT
Salah satu prinsip penting dalam hukum keluarga Islam adalah keadilan. Prinsip ini mencakup keadilan dalam pembagian hak dan kewajiban suami-istri, perlindungan terhadap anak-anak, serta keadilan dalam pembagian warisan. Selain itu, hukum keluarga Islam juga menekankan pentingnya menjaga keharmonisan dan kesejahteraan keluarga sebagai institusi dasar masyarakat.
Allah berfirman dalam Surah Ar-Rum ayat 21: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".
Pernikahan dalam Hukum Islam
Pernikahan adalah salah satu pilar utama dalam hukum keluarga Islam. Dalam Islam, pernikahan dianggap sebagai akad yang suci dan mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan. Tujuannya adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Di Indonesia, pernikahan umat Islam wajib dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pasangan suami-istri dan anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum Islam, ada beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan, seperti adanya wali, mahar, dan ijab kabul. Selain itu, ada ketentuan mengenai usia minimal untuk menikah, yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Perubahan terbaru pada tahun 2019 menetapkan usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun, dengan tujuan untuk mencegah pernikahan dini.
Namun, pernikahan tidak selalu berjalan mulus. Dalam kasus tertentu, seperti ketidakharmonisan yang tidak dapat didamaikan, hukum Islam memungkinkan perceraian sebagai jalan terakhir. Perceraian harus dilakukan melalui pengadilan agama agar sah secara hukum dan tercatat secara resmi.
Perceraian dan Implikasinya
Perceraian dalam hukum keluarga Islam diatur dengan sangat hati-hati. Islam memandang perceraian sebagai hal yang dibolehkan, tetapi paling dibenci oleh Allah. Oleh karena itu, proses perceraian harus melalui tahapan mediasi dan upaya damai. Jika perceraian tidak dapat dihindari, maka pengadilan agama berperan untuk memastikan hak-hak kedua belah pihak terlindungi.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus perceraian, pengadilan agama juga memutuskan berbagai hal yang terkait, seperti hak asuh anak (hadhanah) dan kewajiban nafkah. Hak asuh anak biasanya diberikan kepada ibu, kecuali jika ada alasan tertentu yang membuat ibu dianggap tidak layak. Sementara itu, ayah tetap memiliki kewajiban memberikan nafkah bagi anak-anaknya, meskipun sudah bercerai.
Pembagian Warisan dalam Islam
Hukum warisan juga menjadi bagian penting dari hukum keluarga Islam. Prinsip pembagian warisan dalam Islam diatur secara detail dalam Al-Qur'an, khususnya dalam Surah An-Nisa. Di Indonesia, aturan ini diakomodasi dalam Kompilasi Hukum Islam. Pembagian warisan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat, yang mengutamakan keadilan dan kepastian hukum.
Menurut hukum Islam, ahli waris dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu ahli waris dzurrahmi (keluarga dekat seperti anak dan orang tua) dan ahli waris lainnya. Bagian warisan untuk masing-masing ahli waris telah ditentukan secara jelas. Misalnya, seorang anak laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari anak perempuan. Meskipun terlihat tidak setara, pembagian ini didasarkan pada tanggung jawab finansial yang lebih besar yang dibebankan kepada laki-laki dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, pembagian warisan sering kali menjadi sumber konflik, terutama jika tidak ada wasiat yang jelas atau jika salah satu pihak merasa tidak puas. Oleh karena itu, penting bagi keluarga Muslim untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hukum waris dengan baik.
Dinamika dalam Pelaksanaannya
Pelaksanaan hukum keluarga Islam di Indonesia tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satunya adalah perbedaan pemahaman dan interpretasi terhadap hukum Islam. Hal ini sering kali memengaruhi putusan pengadilan agama dan menyebabkan ketidakseragaman dalam praktik. Selain itu, tantangan lainnya adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang hukum keluarga Islam, yang sering kali mengarah pada sengketa yang sebenarnya dapat dihindari.
Kemajuan teknologi dan perubahan sosial juga turut memengaruhi pelaksanaan hukum keluarga Islam. Contohnya, munculnya kasus-kasus yang melibatkan pernikahan daring atau digital. Meskipun hukum Islam memberikan fleksibilitas dalam beberapa hal, perubahan seperti ini memerlukan penyesuaian regulasi agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Upaya Penyelesaian dan Reformasi
Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pemerintah dan lembaga terkait terus melakukan upaya penyelesaian dan reformasi. Salah satunya adalah melalui edukasi hukum kepada masyarakat, terutama di kalangan muda. Selain itu, pelatihan bagi hakim dan aparat pengadilan agama juga ditingkatkan agar mereka mampu menghadapi kasus-kasus yang kompleks.
Pemerintah juga mendorong modernisasi sistem administrasi di pengadilan agama, termasuk penggunaan teknologi untuk mempermudah proses persidangan dan pencatatan. Dengan cara ini, diharapkan akses masyarakat terhadap keadilan dapat meningkat.
Hukum keluarga Islam di Indonesia adalah cerminan dari upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan hukum negara. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, hukum ini tetap relevan dan memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga Muslim. Dengan pemahaman yang baik dan dukungan dari semua pihak, hukum keluarga Islam dapat terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, hukum keluarga Islam bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga panduan moral dan etika yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan keluarga yang damai dan harmonis. Bagi masyarakat Muslim Indonesia, hukum ini menjadi pijakan penting dalam menjalani kehidupan berkeluarga sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya yang dijunjung tinggi.