Konten dari Pengguna

Polarisasi, Populisme dan Post-Kebenaran Dinamika Sosial dan Politik Kontemporer

Revivo Onix Setyawan
Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Fakultas Teknik Elektro dan Komputer
11 Juni 2024 6:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revivo Onix Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/couleur-1195798/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=2298848">Couleur</a> dari <a href="https://pixabay.com/id//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=2298848">Pixabay</a>
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/couleur-1195798/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=2298848">Couleur</a> dari <a href="https://pixabay.com/id//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=2298848">Pixabay</a>

Polarisasi: Pembagian sosial yang mendalam

Polarisasi mengacu pada perpecahan dalam masyarakat di sepanjang garis-garis ideologis, politik, sosial, atau ekonomi. Fenomena ini jelas di banyak masyarakat modern, di mana individu dan kelompok cenderung berdiri di satu sisi spektrum tertentu dengan meningkatnya ketegangan terhadap yang lain. Polarisasi dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti polarisasi politik yang mendalam antara kelompok konservatif dan progresif, atau polarisasi sosial yang terjadi antara kelas ekonomi yang berbeda.
ADVERTISEMENT

Faktor-faktor yang memicu polarisasi adalah:

Populisme: Gerakan politik yang berakar dalam kekecewaan massal

Populisme adalah pendekatan politik yang mengklaim untuk mempertahankan "orang biasa" terhadap "elit korup". Gerakan populis sering muncul di saat-saat ketidakstabilan ekonomi, ketidakpuasan sosial, dan ketidakpercayaan terhadap institusi tradisional. Pemimpin populis biasanya menggunakan retorika sederhana tetapi kuat untuk mendapatkan dukungan dan mengkritik status quo.
ADVERTISEMENT

Karakteristik utama populisme meliputi:

Contoh yang terkenal dari gerakan populis termasuk kampanye Brexit di Inggris dan pemilihan Donald Trump di Amerika Serikat, di mana keduanya menggunakan narasi populis untuk menarik dukungan luas.

Post-truth: Era di Mana Fakta Tidak Lagi Dominan

Istilah "post-truth" menggambarkan kondisi di mana fakta obyektif memiliki pengaruh kurang dalam membentuk opini publik daripada emosi dan keyakinan pribadi. Di era pasca-kebenaran, informasi sering dibungkus atau dikecualikan untuk narasi yang sesuai dengan preferensi individu atau kelompok.
ADVERTISEMENT

Faktor-faktor yang berkontribusi pada fenomena post-truth meliputi:

Era post-truth menantang lembaga-lembaga tradisional seperti media, pemerintah, dan akademisi, yang sebelumnya diyakini sebagai penjaga kebenaran dan pengetahuan.

Interaksi Antara Polarisasi, Populisme, dan Post-truth

Fenomena-fenomena ini sering saling memperkuat dalam dinamika sosial dan politik kontemporer. Polarisasi menciptakan lingkungan yang subur untuk retorika populis, yang kemudian memperkuat polarisasi lebih lanjut dengan mengecualikan dialog rasional. Di sisi lain, post-truth memungkinkan retorika populis untuk berkembang tanpa hambatan, karena kebenaran obyektif dihilangkan oleh narasi emosional.
ADVERTISEMENT
Menghadapi tantangan ini membutuhkan pendekatan holistik dan inovatif, termasuk pendidikan yang lebih baik dalam keterampilan media, transparansi institusi, dan revitalisasi pidato publik yang sehat. Hanya dengan cara ini masyarakat dapat mengurangi dampak negatif dari polarisasi, populisme, dan post-kebenaran, serta membangun kembali kepercayaan dan kohesi sosial.