Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Polarisasi, Populisme dan Post-Kebenaran Dinamika Sosial dan Politik Kontemporer
11 Juni 2024 6:21 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Revivo Onix Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
![Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/couleur-1195798/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=2298848">Couleur</a> dari <a href="https://pixabay.com/id//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=2298848">Pixabay</a>](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01j00z7tmc0tnd6p0czdkank3g.jpg)
Polarisasi: Pembagian sosial yang mendalam
Polarisasi mengacu pada perpecahan dalam masyarakat di sepanjang garis-garis ideologis, politik, sosial, atau ekonomi. Fenomena ini jelas di banyak masyarakat modern, di mana individu dan kelompok cenderung berdiri di satu sisi spektrum tertentu dengan meningkatnya ketegangan terhadap yang lain. Polarisasi dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti polarisasi politik yang mendalam antara kelompok konservatif dan progresif, atau polarisasi sosial yang terjadi antara kelas ekonomi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor yang memicu polarisasi adalah:
Populisme: Gerakan politik yang berakar dalam kekecewaan massal
Populisme adalah pendekatan politik yang mengklaim untuk mempertahankan "orang biasa" terhadap "elit korup". Gerakan populis sering muncul di saat-saat ketidakstabilan ekonomi, ketidakpuasan sosial, dan ketidakpercayaan terhadap institusi tradisional. Pemimpin populis biasanya menggunakan retorika sederhana tetapi kuat untuk mendapatkan dukungan dan mengkritik status quo.
ADVERTISEMENT
Karakteristik utama populisme meliputi:
Contoh yang terkenal dari gerakan populis termasuk kampanye Brexit di Inggris dan pemilihan Donald Trump di Amerika Serikat, di mana keduanya menggunakan narasi populis untuk menarik dukungan luas.
Post-truth: Era di Mana Fakta Tidak Lagi Dominan
Istilah "post-truth" menggambarkan kondisi di mana fakta obyektif memiliki pengaruh kurang dalam membentuk opini publik daripada emosi dan keyakinan pribadi. Di era pasca-kebenaran, informasi sering dibungkus atau dikecualikan untuk narasi yang sesuai dengan preferensi individu atau kelompok.
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor yang berkontribusi pada fenomena post-truth meliputi:
Era post-truth menantang lembaga-lembaga tradisional seperti media, pemerintah, dan akademisi, yang sebelumnya diyakini sebagai penjaga kebenaran dan pengetahuan.
Interaksi Antara Polarisasi, Populisme, dan Post-truth
Fenomena-fenomena ini sering saling memperkuat dalam dinamika sosial dan politik kontemporer. Polarisasi menciptakan lingkungan yang subur untuk retorika populis, yang kemudian memperkuat polarisasi lebih lanjut dengan mengecualikan dialog rasional. Di sisi lain, post-truth memungkinkan retorika populis untuk berkembang tanpa hambatan, karena kebenaran obyektif dihilangkan oleh narasi emosional.
ADVERTISEMENT
Menghadapi tantangan ini membutuhkan pendekatan holistik dan inovatif, termasuk pendidikan yang lebih baik dalam keterampilan media, transparansi institusi, dan revitalisasi pidato publik yang sehat. Hanya dengan cara ini masyarakat dapat mengurangi dampak negatif dari polarisasi, populisme, dan post-kebenaran, serta membangun kembali kepercayaan dan kohesi sosial.