Konflik Sosial: Pengaruh Perbatasan India-Pakistan

Rewinata Syah Putra
Mahasiswa Politik Pemerintahan, di FISIPOL UGM
Konten dari Pengguna
30 Juli 2021 18:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rewinata Syah Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bendera India-Pakistan. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bendera India-Pakistan. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Perbatasan lebih dikenal sebagai fenomena sosial yang kompleks serta terkait dengan organisasi di masyarakat serta psikologi manusia. Dalam formulasi kedaulatan negara, politik perbatasan merujuk pada teritori sebagai elemen pembentuk dari sebuah negara. Menggunakan konsep ordering mobility, perbatasan bukan hanya merepresentasikan titik tetap dalam ruang atau waktu, melainkan melambangkan praktik sosial diferensiasi spasial. Kata 'perbatasan' di sini seharusnya dipahami dalam istilah batas, sebagai upaya strategis yang terus berlanjut untuk membuat perbedaan dalam ruang di antara pergerakan orang, uang, atau produk. Dalam konteks negara, batasan tidak 'dibuat dari atas', melainkan mewakili kesepakatan yang implisit, seringkali diterima begitu saja, di antara mayoritas orang.
ADVERTISEMENT
Topik soal perbatasan dan ordering mobility bisa kita lihat pada perbatasan antara Negara India dengan Negara Pakistan. Kedua negara yang sebelumnya merupakan satu wilayah di bawah pemerintahan dan kekuasaan Kerajaan Britania Raya justru merayakan kemerdekaan masing-masing dan membentuk perbatasan baru yang membagi provinsi utama Punjab dan Bengal menjadi dua. Sebuah batas yang memicu korban massal, kericuhan, dan gelombang migrasi yang sangat besar. Umat Islam mulai berbondong-bondong menuju Pakistan, dan umat Hindu serta Sikh ke arah sebaliknya. Ordering mobility terlihat mulai memainkan perannya di sini. Adanya arus migrasi orang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, membentuk dan mereproduksi wilayah baru yang kemudian akan membentuk satu identitas tersendiri. Pakistan dengan unsur Islamnya, seperti yang bisa dilihat dari nama resminya-Republik Islam Pakistan- serta India dilihat dari partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang menguasai kursi mayoritas di parlemen dan menganut ideologi tentang “Kemanusiaan integral Nasionalisme Hindu (Hindutva) Social conservatism”.
ADVERTISEMENT
Proses-proses pembatasan India-Pakistan kadang sampai pada praktik-praktik eliminasi politik hingga pembersihan komunitas lain. Contohnya berita soal distribusi bantuan Pandemi Covid-19 di Pakistan yang hanya ditujukan ke umat Islam (DW, 2020). Adapun kondisi di India tidak berbeda jauh dengan di Pakistan. UU Amandemen Kewarganegaraan yang disahkan pada tahun 2019 akan mempercepat pemberian kewarganegaraan untuk warga dari enam agama, yaitu Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen yang berasal dari negara tetangga Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan, jika mereka datang ke India sebelum 2015. Namun, dalam UU Amandemen Kewarganegaraan tidak mencantumkan agama Islam yang pastinya mendapat banyak kecaman dari dalam negeri maupun luar India (Agiesta, 2019).
Perbatasan juga menciptakan apa yang disebut dengan “Paradoks perbatasan”. Karakter paradoks dari proses-proses perbatasan di mana perbatasan didirikan untuk menghapus ambiguitas territorial dan identitas ambivalen untuk membentuk tatanan yang unik dan kohesif, tetapi dengan menciptakan atau mereproduksi perbedaan yang ada secara laten dalam ruang dan identitas (Van Houtum & Lagendijk, 2001). Pakistan dan India yang merupakan satu bangsa tetapi dengan budaya yang beragam, ketika pasca pembentukan batas baru justru berusaha untuk mengumpulkan satu identitas bersama dan membuang identitas yang dianggap sebagai lawan. Padahal proses jangka panjang pembentukan bangsa Arya di wilayah Negara Pakistan dan India sudah berlangsung selama ratusan tahun. Saat ini bangsa Arya di Pakistan dan India harus terpecah karena menghadapi diferensiasi agama, khususnya Islam dengan Hindu. Padahal posisi Pakistan dan India di tempat yang unik dan eksklusif, di mana berada di anak benua Asia yang merupakan lempeng tektonik tersendiri sehingga mengalami praktik-praktik pengucilan dan pemurnian. Pengucilan wilayah ini melahirkan eksklusivitas budaya, ras, dan hal-hal lainnya.
ADVERTISEMENT
Berjalannya waktu dan besarnya wilayah membuat orang-orang dengan satu bahasa dan budaya dengan segera memiliki bahasa dan budaya yang berbeda, ditambah adanya satu momen perpecahan ketika Kerajaan Britania Raya memberikan kemerdekaan dengan opsi kebebasan. Sehingga muncul perbedaan pendapat antara Umat Islam dan Hindu dalam menyikapi hal ini. Umat Islam yang minoritas merasa tidak akan mendapat perlakuan istimewa mendeklarasikan kemerdekaannya, hal inipun disusul India satu hari berikutnya. Kasus India dan Pakistan tidak berdiri sendiri, melainkan dapat dilihat sebagai ilustrasi yang tepat dari kebijakan yang rasial dalam masyarakat modern saat ini. Akibatnya, tren ini dalam beberapa tahun terakhir selain melahirkan dua kebijakan yang disebut sebelumnya juga melahirkan kekerasan dan menimbulkan kebencian kepada orang yang dianggap berbeda. Orang-orang Pakistan yang banyak membenci orang-orang India, begitupun orang-orang India yang banyak membenci orang-orang Pakistan.
Ilustrasi Pasukan Keamanan Perbatasan India. Foto: Getty Images
Perbatasan India-Pakistan saat ini seakan menjadi tempat yang berbahaya. Dengan semakin banyaknya serangan mengerikan dan mengejutkan antara tentara perbatasan kedua negara. Melalui serangan-serangan itu, melahirkan legitimasi pengendalian perbatasan terhadap mobilitas lintas negara India-Pakistan.
ADVERTISEMENT
Sebelum era perang dunia II, batas tidak menjadi masalah bagi banyak orang. Namun selepas itu, batas adalah antara tempat satu dan tempat lainnya, antara yang baik dan yang jahat, antara yang diketahui dan yang tidak diketahui. Kebutuhan pengakuan dari negara lain dan ideologi serta narasi besar yang dianut telah memicu pengamanan spasial lebih lanjut dari wilayah masing-masing negara. Dari tulisan ini, jelas sekali dunia diisi oleh orang-orang yang melewati batas-batas setiap hari.
Mobilitas telah menjadi kata kunci untuk menunjukkan kekuatan pelanggaran batas dalam kehidupan sehari-hari. Perbatasan telah menciptakan dunia yang tak tertib dan dunia yang tertib, dunia yang disebut terakhir akan membuktikan bahwa dia sangat kuat. Bahkan praktik manusia yang melanggar batas negara sering kali terjadi di tempat-tempat perbatasan. Kepastian, kenyamanan, identitas dan keamanan yang dapat diberikan oleh suatu tatanan territorial dalam bentuk negara dihargai lebih tinggi saat ini daripada berada dunia tatanan non-teritorial. Besar kemungkinan ruang perbatasan akan lama mati jika tidak menawarkan semacam kegembiraan dan kesenangan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Agiesta, F. S. (2019, Desember 19). Fakta-fakta UU Kewarganegaraan India Diskriminasi Terhadap Muslim. Retrieved Desember 13, 2020, from Merdeka: https://www.merdeka.com/dunia/fakta-fakta-uu-kewarganegaraan-india-diskriminasi-terhadap-muslim.html
DW. (2020, Mei 6). Kaum Minoritas Pakistan Protes Islamisasi Paksa Dalam Distribusi Bantuan Corona. Retrieved Desember 13, 2020, from DW Indonesia: https://www.dw.com/id/diskriminasi-agama-dalam-bantuan-corona/a-53351454
Houtum, H. V., & Naerssen, T. V. (2002). Bordering, Ordering and Othering. Tijdschrift voor Economische en Sociale Geografie, 93(2), 125-136.