Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sulitnya Membedakan Lulusan Sarjana dan STM
6 Juni 2023 14:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Reynaldo Dion tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 4 Maret 2023 lalu Netflix merilis Chris Rock: Selective Outrage, special show stand up dari Chris Rock. Salah satu stand up comedy-an yang sering menjadi panutan dan memiliki banyak special show. Di awal, Chris Rock menyampaikan jika sekarang manusia sudah sangat candu dengan perhatian. Banyak hal yang beredar di sosial media, namun bisa dipastikan salah satu tujuannya yaitu untuk menarik perhatian. 1001 cara digunakan untuk bisa menggaet banyak perhatian publik bahkan kadang topik yang dibahas terkadang sangat remeh, karena yang terpenting adalah viral.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya beberapa waktu lalu ada sebuah cuitan di Twitter yang viral lantaran sarjana lulusan Teknis Mesin Universitas Indonesia (UI) kalah bersaing dengan lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) dalam mendapatkan pekerjaan di PT PAL Indonesia, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan kapal. Seorang netizen mengeluhkan, dirinya dan teman-temannya yang merupakan lulusan Teknik Mesin UI 2022, “dikalahkan” oleh pendaftar lainnya yang berumur 30 dan lulusan STM.
Ia juga menilai banyak perusahaan tidak memercayai sarjana di negeri sendiri, sehingga memilih pendaftar lulusan STM dengan pengalaman kerja di luar negeri. Hal ini membuat masyarakat geram karena cara untuk mendapatkan perhatian dirasa keliru. Pasalnya narasi yang diciptakan seperti merendahkan lulus STM dan menyepelekan beberapa aspek dalam perekrutan karyawan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu pakar penerbangan Indonesia Gerry Soejatman mengatakan pemahaman, pengalaman, dan sikap adalah faktor yang lebih penting ketimbang tingkat pendidikan. Beliau juga mengatakan sertifikasi yang didapatkan oleh bapak berumur 30 tersebut tidak mudah didapatkan. Status pendidikan merupakan elemen penting dalam mendaftar pekerjaan, namun menurutnya ada sejumlah pertimbangan lain yang tidak kalah penting bagi perusahaan.
Kasus ini sebenarnya perlahan membuka permasalahan dalam perekrutan karyawan di Indonesia. Kasus ini sebenarnya perlahan membuka permasalahan dalam perekrutan karyawan di Indonesia. Kurangnya konseling dari bangku sekolah membuat banyak pelajar yang kebingungan dalam melanjutkan hidupnya ke arah mana.
STM memang banyak memberikan waktu untuk materi praktikum yang cukup, namun mereka tidak memiliki banyak teori dan pengalaman dalam berorganisasi. Faktor ekonomi juga membuat lulusan STM yang sudah bekerja tidak mau meningkatkan jenjang pendidikannya karena dirasa gaji yang diterima sudah cukup, sehingga nantinya akan banyak pekerja yang hanya bisa mengikuti instruksi dan sulit untuk menjadi pemimpin dalam mengembangkan sektor kerja di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan yang memilih kuliah, banyak sekali sarjana yang berhasil lulus namun sebenarnya hanya ingin membahagiakan orang tua karena sudah membiayai. Stigma seorang sarjana juga cukup terpandang di kalangan masyarakat, sehingga terkadang minat dan bakat para sarjana ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan.
Sudah bukan rahasia lagi, jika banyak orang yang bekerja berbeda dengan latar belakang pendidikannya. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan dengan latar belakang pendidikan yang ada di Indonesia. Hal ini membuat satu lowongan pekerjaan bisa diisi oleh banyak kandidat dengan latar belakang pendidikan yang beragam.
Sebanyak 7,99 juta orang masih menganggur di Indonesia atau sekitar 5,45% pada Februari 2023 secara tahunan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2023 mempunyai pola yang hampir sama dengan Februari 2022. Pada Februari 2023, TPT tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 9,60%.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan jumlah tingkat pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan menurut Badan pusat statistik (BPS) jumlah untuk sarjana menurun dari tahun 2020 ke 2022 yaitu dari 7.35% menjadi 4.80%. Bahkan jumlah pekerja formal di Indonesia malah turun. Dari laporan BPS pada Februari 2023 penduduk bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebesar 36,34 %.
Setiap perusahaan memang punya kriteria tersendiri untuk merekrut karyawan. Seperti halnya PT. PAL Indonesia yang bisa melihat poin lebih dari lulusan SMK daripada Sarjana. Hal itu tidak salah karena pemberi kerja pastinya ingin merekrut karyawan yang bisa menghasilkan output secara efektif dan efisien.
Perusahaan seharusnya juga memperhatikan perkembangan karyawannya, karena dengan meningkatnya nilai dari karyawan akan meningkatkan juga nilai dari perusahaan tersebut. Tidak dipungkiri jika dunia kerja memiliki siklus yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Pemerintah, pengusaha dan serikat kerja harus segera membenahi hal ini agar sektor lapangan kerja di Indonesia bisa lebih baik. Jika sektor lapangan kerja menjadi lebih baik hal itu akan diikuti dengan investasi yang masif.
ADVERTISEMENT