Indonesia Darurat Kekerasan Seksual

Reza Agung Priambodo
Lulusan Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Magister Manajemen Universitas Mercu Buana Jakarta
Konten dari Pengguna
28 Maret 2023 18:28 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reza Agung Priambodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan seksual kepada wanita berhijab. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan seksual kepada wanita berhijab. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Negara kita sedang tidak baik-baik saja. Ya mungkin tagline ini mulai banyak terdengar di berbagai lini masa karena memang banyak hal tidak baik terkait darurat seksual di Indonesia khususnya kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT

1. Kekerasan Seksual Tidak Memandang Gender dan Tempat

Berbicara mengenai kekerasan seksual di Indonesia, semakin kesini kian meresahkan. Pasalnya, di berbagai lingkungan kini muncul pemberitaan mengenai berbagai macam kekerasan seksual. Perlakuan ini pun tidak memandang usia, pekerjaan, tempat, atau gender. Mungkin saat ini banyak di antara kita berpikir bahwa kasus kekerasan seksual itu terjadi kepada perempuan saja.
Jangan salah sangka, sebuah riset dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS) tahun 2020 pernah menyebutkan bahwa 33 persen laki-laki mengalami pelecehan seksual dan hal ini juga didukung oleh penelitian dari Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) yang telah melakukan penelitian selama masa pandemi Covid-19 bahwa 3 dari 10 orang laki-laki pernah mengalami kasus pelecehan seksual bahkan di tempat umum atau ruang publik. Oleh karena itu, kini kekerasan seksual tidak memandang gender dan tempat lagi.
ADVERTISEMENT

2. Upaya Hukum Untuk Mencegah Adanya Kekerasan Seksual

Tidak lama ini, Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS) yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2022. Salah satu jenis kekerasan seksual yang dibahas dan sering terjadi di Indonesia adalah pelecehan seksual baik itu pelecehan secara fisik maupun secara nonfisik. Hukumannya pun juga dijelaskan yaitu pada pasal 6 ayat (1) UU TPKS dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan atau pidana denda maksimal Rp 50 juta.
Menurut beberapa pengamat dan pegiat perlindungan terhadap kekerasan seksual menilai bahwa hukuman tersebut masihlah terlalu ringan mengingat masih tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia saat ini. Pelaku mungkin sudah mendapat hukuman, tetapi dampaknya terhadap korban pelecehan akan dirasakan seumur hidupnya karena menghadapi rasa trauma yang terus membayangi.
ADVERTISEMENT

3. Indonesia Berbanding Terbalik dengan Jepang

Kondisi mengenai seksual yang dialami oleh Indonesia berbanding terbalik dengan kondisi negara maju dan canggih Jepang yang kini menghadapi resesi seks. Mengapa demikian? Pada Negara Jepang, sebuah riset yang dihimpun dari pemberitaan CNN menyebutkan bahwa angka kelahiran di Jepang pada tahun 2022 tidak mencapai 800 ribu jiwa. Salah satu faktor yang menyebabkan angka kelahiran di Jepang yang menurun karena orang Jepang kini malas dan tidak terlalu berminat dalam berhubungan seks.
Sebuah penelitian singkat dari sekitar 1200 responden dengan umur 16 sampai 49 tahun menyebutkan bahwa 49% di antaranya mulai jarang berhubungan seks dalam kurun waktu lebih dari sebulan. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya gairah seks yang dialami oleh penduduk Jepang adalah karena tingginya biaya hidup di Jepang sehingga warganya terlalu fokus bekerja sampai lelah sehingga tidak ada waktu atau tenaga untuk melakukan hubungan seks. Selain itu, orang Jepang lebih memilih untuk mengejar karier dan hidup tanpa komitmen dengan pasangan daripada menjalin hubungan serius dan mempunyai anak.
ADVERTISEMENT

4. Kekerasan Seksual Pada Anak di Indonesia

Salah satu korban yang sering mendapatkan kekerasan seksual di Indonesia adalah anak-anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pada tahun 2022 terjadi peningkatan hampir 100% dari tahun 2021 silam mengenai kekerasan seksual terhadap anak. KemenPPPA mencatat, di tahun 2022 telah tercatat atau pelaporan pelecehan seksual sebesar 16.106 kasus. Kekerasan yang terjadi bisa di lingkungan rumah tangga, tempat pendidikan, dan tempat publik. Terakhir sudah dikatakan miris sekali, di daerah Mojokerto seorang bocah TK mengalami pemerkosaan dan pelaku merupakan 3 bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Pola asuh terhadap anak, penggunaan gadget menjadi sorotan utama dalam kasus tersebut. Terutama penggunaan gadget, dalam kasus di Mojokerto tersebut, ketiga bocah SD ini terlalu sering melihat konten berbau pornografi di HP dan karena penasaran mempraktikkannya kepada korban yang masih duduk di bangku TK. Tentu saja peran orang tua di sini sungguh penting, bagaimana mereka mengontrol anak dalam menggunakan gadget, memfilter tontonan dan permainan yang dimainkan oleh anak ketika memegang gadget.
ADVERTISEMENT

5. Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Sudah banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, tentu kita masih ingat ketika pelaku pelecehan seksual di sebuah universitas di Depok, Jawa Barat, mendapatkan hukuman dengan menerima pelecehan seksual dengan diikat di pohon dan ditelanjangi. Selain itu, pelecehan seksual juga terjadi kepada santriwati di Bandung pada tahun 2021 silam yang menghebohkan Indonesia.
Atau yang beberapa kali terjadi di beberapa daerah di Indonesia yaitu pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya. Lingkungan Pendidikan terlebih pesantren yang diharapkan menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa, murid dan santri untuk menimba ilmu, kini menjadi tempat yang dituntut untuk terus waspada karena adanya kasus tersebut.

6. Kekerasan Seksual di Tempat Publik

Dikutip dari lini masa ojek online atau ojol, ada seorang perempuan dengan sengaja mendekatkan badannya ke arah ojol ketika sedang mangkal dengan motif menanyakan arah. Ketika menanyakan arah, perempuan tersebut sesekali memajukan badannya ke arah ojol dan dengan refleks ojol tersebut mundur dan meminta agar perempuan tersebut jangan dekat-dekat kalau bertanya. Usut punya usut, ternyata perempuan tersebut memang telah merencanakan hal tersebut untuk kebutuhan konten medsosnya. Nah, hal ini juga bisa dikategorikan pelecehan seksual lho, terlebih lagi di tempat publik dan korbannya laki-laki.
ADVERTISEMENT

7. Kekerasan Seksual di Lingkungan Penegak Hukum

Jika kalian sering membaca berita, tentu kalian pernah membaca berita mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum Paspampres terhadap seorang anggota Kowad Kostrad saat gelaran G-20 di Bali. Di Bulan Desember lalu, Propam Polda Jatim menerima laporan terkait adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum Kepolisian anggota Polres Mojokerto.
Hal-hal negatif inilah yang dapat merusak citra dari Institusi apalagi dikenal sebagai institusi penegak hukum di Indonesia. Jika dalam institusinya tersebut kedapatan terjadi kasus kekerasan seksual, lantas bagaimana dengan kepercayaan kita terhadap lembaga tersebut? terlebih lagi ada kasus-kasus lain yang juga menimpa salah satu instansi penegak hukum tersebut.

8. Kekerasan Seksual di Transportasi Umum

Moda transportasi di Indonesia khususnya di Ibukota Jakarta tentu kita sudah sering tahu dong? Di jam-jam tertentu seperti berangkat atau pulang kerja, moda transportasi di Jakarta dipadati oleh penggunanya. Tak terkecuali KRL. Di KRL sendiri, sudah sering kita mendengar pelaporan tentang adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh penumpang KRL, seperti memegang/meremas payudara, pantat, atau menggesek-gesekkan kemaluannya kepada penumpang lain.
ADVERTISEMENT
Meskipun hal tersebut susah untuk dicegah karena padatnya penumpang, kita tetap perlu untuk waspada jika ada orang atau penumpang dengan gerak-gerik yang mencurigakan. Dan, jangan segan-segan untuk segera teriak, lapor, atau melakukan perlawanan ketika kejadian tidak terpuji tersebut berlaku kepada kalian saat menaiki transportasi umum.

9. Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekitar

Satu lagi yang dapat dijadikan contoh untuk melengkapi "Indonesia Darurat Seksual". Banyak kasus pencabulan, pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sekitar dengan pelaku kadang tidak dikenal. Seperti kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang pemulung di Depok kepada remaja dengan modus dicekoki minuman keras.
Atau perkosaan yang dialami oleh seorang perempuan yang ditemukan di semak-semak setelah menjadi korban dari temannya sendiri dengan terlebih dahulu memberinya minuman keras dan obat tidur. Berikutnya, berkenalan lewat aplikasi online, dan setelah bertemu diajak untuk meminum minuman keras lalu diperkosa lalu ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Sungguh ironis, kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia telah memasuki level bahaya dan memprihatinkan.