Manufacturing Outsource: Positif dan Negatifnya Menghadapi Bahaya Resesi

Reza Agung Priambodo
Lulusan Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Magister Manajemen Universitas Mercu Buana Jakarta
Konten dari Pengguna
29 Maret 2023 10:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reza Agung Priambodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pekerja melakukan pengelasan / pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
pekerja melakukan pengelasan / pixabay.com
ADVERTISEMENT
Isu resesi yang akan terjadi di tahun 2023 mengakibatkan banyak perusahaan di berbagai sektor melakukan PHK. Pasalnya, isu resesi ini diperkuat dengan ucapan dari Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva pada awal januari 2023 yang menyebutkan tahun ini akan menjadi tahun yang sulit lantaran Negara China, Amerika Serikat dan di Eropa mengalami aktivitas perekonomian yang rendah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi resesi global adalah lantaran adanya pecah peperangan yang kini sedang terjadi, angka inflasi yang semakin tinggi, perubahan iklim yang semakin ekstrem, dan kenaikan suku bunga yang tinggi, faktor-faktor tersebut bisa menjadi pemicu tingginya angka PHK khususnya di Indonesia.
Menurut data yang dihimpun dari Ditjend. PHI dan JSK, angka PHK di Indonesia dari bulan Januari hingga September 2022 mencapai 10.765 pekerja di berbagai sektor Industri. Hal ini berbanding terbalik dengan penguatan PMI (purchasing manager's index) Indonesia yang mencatatkan nilai 53,7 % di trimester akhir tahun 2022.
Meskipun pertumbuhan PMI tersebut dapat menjadi salah satu acuan tumbuhnya kembali perekonomian Indonesia, tetapi ancaman PHK dan resesi masih menghantui. Permintaan konsumen yang menurun, dan biaya produksi serta operasional yang tinggi mengakibatkan Perusahaan berpikir cepat agar tetap survive dengan salah satunya adalah melakukan PHK. Salah satu sektor yang diramalkan akan mengalami banyak PHK adalah di sektor Manufaktur. Penundaan kerja sama, inflasi yang semakin tinggi, dan pasar saham yang kacau mengakibatkan Perusahaan Manufaktur menderita.
Ilustrasi kerja di kantor. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Untuk menyiasati hal tersebut, Perusahaan Manufaktur menggunakan skema manufacturing outsource untuk membantu menekan biaya produksi yang timbul dalam pelaksanaan sebuah project. Meski demikian, penerapan manufacturing tersebut memiliki nilai positif dan negatifnya. Untuk yang belum mengetahui mengenai manufacturing outsource, sistem ini sederhananya adalah praktik mendelegasikan fungsi dan sistem tertentu untuk menyelesaikan sebuah project kepada perusahaan lain.
ADVERTISEMENT
Nilai positif penerapan manufacturing outsource yang pertama adalah membatasi nilai anggaran produksi yang sudah direncanakan oleh Perusahaan. Efisiensi yang ditekankan oleh pihak Manajemen membuat unit kerja bagian keuangan pintar-pintar memutar otak untuk melakukan penekanan biaya di berbagai lini pembiayaan.
Kedua, Perusahaan yang menerapkan manufacturing outsource akan menjadi lebih fokus kepada pencapaian penyelesaian target sebuah project. Mengapa demikian? Karena Perusahaan fokus kepada fungsi kontrol dan pengawasan pengerjaan project. Perusahaan tidak lagi memikirkan pembiayaan tenaga kerja, resource, dan biaya operasional lainnya. Biasanya kesepakatan mengenai harga dan scope of work selama pengerjaan project telah disepakati bersama sehingga pembiayaan terkait produksi dan tenaga SDM tidak dipikirkan lagi oleh Perusahaan.
Untuk nilai positif yang ketiga, seperti telah disebutkan sebelumnya, mengenai pembiayaan yang timbul selama produksi, tenaga pekerja, dan biaya operasional lainnya telah ditanggung oleh Perusahaan outsource tersebut.
Ilustrasi bekerja melebihi dari job description yang diberikan. Foto: aslysun/Shutterstock
Setelah mengetahui nilai positif Perusahaan menerapkan sistem manufacturing outsource, selanjutnya kita akan membahas mengenai nilai negatifnya. Pertama adalah seringnya muncul masalah miskomunikasi antara Perusahaan pemilik project dengan tim produksi (Perusahaan outsource). Adanya kesalahan dan kurangnya komunikasi selama pengerjaan project dapat menyebabkan target pengerjaan tertunda sehingga mengakibatkan denda. Hal ini menjadi kerugian pertama dalam menjalankan sistem manufacturing outsource.
ADVERTISEMENT
Kedua, lemahnya pengontrolan yang dilakukan bisa berakibat kualitas produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah dibuat atau didesain sebelumnya. Bisa saja terjadi salah dalam pemilihan material, pengukuran, dan sebagainya.
Ketiga, munculnya biaya tidak terduga selama proses produksi dilakukan. Meskipun telah terjadi kesepakatan harga di awal pengerjaan project, perlu diwaspadai terhadap munculnya biaya tak terduga selama project berlangsung. Hal ini tidak sesuai dengan penekanan efisiensi yang dilakukan oleh Perusahaan lantaran terdapat pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan selama penyelesaian project.
Di Indonesia, pemanfaatan alih daya telah diatur dalam beberapa peraturan, di mana terjadi perluasan pemanfaatan alih daya. Pertama yaitu Undang-Undang no.13 tahun 2003. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa tenaga alih daya hanya diperbolehkan untuk pekerjaan di luar bisnis utama yang di dalamnya termasuk proses produksi. Namun di dalam Undang-Undang Ciptaker no.11 2020 dan pelaksanaanya diatur lebih lanjut pada PP no. 35 tahun 2021, menyebutkan bahwa alih daya tidak lagi dibedakan peruntukannya untuk pekerjaan pengerjaan project atau penyediaan tenaga kerja.(RAP)
ADVERTISEMENT