Millennial Susah Punya Rumah karena Boomers Beli Buat Investasi

Reza Saefullah
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
3 Maret 2022 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reza Saefullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi dari shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi dari shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berbicara soal anak millennial susah membeli rumah kembali mencuat. ini tidak lepas dari label yang di sematkan untuk millennial bahwa mereka punya gaya hidup boros dan susah menabung buat bayar DP rumah, asumsi soal gaya hidup dinilai bukan faktor tunggal yang bikin millennial susah beli rumah.
ADVERTISEMENT
Harga properti sendiri itu memang memiliki pertumbuhan harga yang lompatannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan upah karyawan atau pekerja, Misalnya dalam 10 tahun terakhir kenaikan upah karyawan bisa naik sebesar 10% per tahunnya.
Seperti UMR yang kenaikannya pertahun tidak relatif tinggi dan ditambah dengan adanya masa pandemi yang menjadikan kenaikan sebesar 4-5%, Sementara harga properti memiliki kenaikan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan gaji sendiri.
Dalam satu dekade terakhir, harga rumah tumbuh lebih cepat dari pada pendapatan perkapita. Menurut data dari Bank Indonesia dan BPS ,saat pendapatan per kapita memiliki penurunan sebesar 3,3% pada tahun 2020 tetapi berbeda halnya dengan indeks harga properti bangunan yang memiliki pertumbuhan sebesar 1,4%.
ADVERTISEMENT
Ketersediaan tanah yang semakin terbatas, jumlah penduduk yang terus bertambah, efek inflasi, hingga permainan para investor disinyalir penyebabnya. Muncul tudingan kalau kenaikan ini ulah generasi boomer yang menjadikan rumah sebagai sarana investasi alih-alih sebagai kebutuhan primer yang mengakibatkan mereka memborong rumah dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.
Situasi ini makin pelik dengan munculnya kesenjangan kebutuhan dan ketersediaan rumah (backlog) di Indonesia, survei sosial ekonomi nasional 2020 menunjukan angka kesenjangan ini naik dari 11,4 juta menjadi 12,75 juta. Ini belum termasuk pertumbuhan keluarga baru yang mencapai 800 ribu per tahun, masalah ini disiasati oleh pemerintah dengan program yang relatif murah.
Namun program tersebut tidak terlalu laris dengan daya serap hanya 67% pada tahun 2021, kini anak muda harus menabung 2x dibanding dengan mereka yang sudah beli rumah sejak 20 tahun lalu. Hanya mereka yang dapat sokongan finansial dari orang tua yang 3x lebih mungkin membeli rumah pada usia 30 tahun, ketimbang mereka yang tidak punya apa-apa.
ADVERTISEMENT
Rata-rata anak muda berpenghasilan lebih rendah dari pada rekan mereka yang lebih tua, mereka yang berusia dibawah 29 tahun memiliki pendapatan lebih rendah dari pada orang lain dan penghasilan rata-rata memuncak pada usia 40-49 tahun.