Susahnya Mendapatkan Air Bersih di Jakarta

Reza Saefullah
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
3 Maret 2022 10:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reza Saefullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi dari shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi dari shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menanti datangnya air bersih adalah kebiasaan penghuni rusun setiap hari. Selama 12 tahun , rusun yang ditempati belum tersambung dengan jaringan pipa air bersih. Tanpa air tanah , penghuni rusun cuma bisa berharap pada pipa PDAM yang tidak kunjung dipasang.
ADVERTISEMENT
Sehari-hari, penghuni rusun harus membeli air galon atau tangki. Setiap bulan mereka membayar sekitar Rp. 300.000 untuk mendatangkan air bersih dari luar, biaya ini lebih mahal dari ketimbang berlangganan air dari PDAM.
Pada tahun 2014, pengembang sudah membangun fasilitas pengolahan air bersih untuk warga rusun. Namun, sejak 3 tahun terakhir airnya berbau dan tidak layak pakai. Air di klaim keruh, atau menghitam bahkan setelah dijernihkan menggunakan filter.
Warga tidak tahu dari mana asal air tangki yang didatangkan pengelola. Meski tercemar, mereka harus memakai dan menghemat air untuk kebutuhan sehari-hari, kondisi ini berdampak buruk bagi kesehatan para penghuni.
Warga berulang kali memprotes dan menuntut sanksi bagi pengelola karena dianggap melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik. Kasus ini, membiaskan konflik air yang mengintai warga Jakarta seiring menyusutnya cadangan air alami.
ADVERTISEMENT
Di Cengkareng cadangan air tanah tidak hanya kritis, tetapi juga sudah terkontaminasi akibat intrusi air laut. Saat ini, muka air tanah Di Cengkareng sudah masuk ke dalam zona berbahaya. Dan hal ini poin kritik bagi privatisasi pengelolaan air bersih oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta.
Krisis air bersih dialami juga warga Kampung Baru Kubur, Penjaringan, Jakarta Utara. Setiap hari warga harus membeli air pikul dari pedagang keliling. Karena belum semua rumah di tempat ini tersambung pipa air bersih, pilihan lain adalah menyedot air tanah yang sudah terkontaminasi.
Selama lebih dari 20 tahun, suplai air bersih Di Jakarta dikuasai oleh 2 perusahaan swasta. Kedua perusahaan tersebut sudah mengantongi kontrak dengan Pemprov DKI hingga Februari 2023. Kedua perusahaan seharusnya memenuhi 82% cakupan air bersih pada akhir kontrak kerja, tapi hingga akhir 2018 baru sekitar 59,4% warga yang sudah dilayani.
ADVERTISEMENT