Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perjalanan Minggu Pagi ke Museum Penerangan
23 Desember 2021 17:50 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Reza Rachmad Sidi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Matahari pagi mulai menyingsing di minggu pagi tanggal 19 Desember 2021, waktu menunjukkan pukul 05:30 WIB. Saya pun bangun dan bersiap-siap untuk mengunjungi salah satu museum di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yaitu Museum Penerangan. Untuk perjalanan ke sana saya menggunakan transportasi umum TransJakarta dari halte Raden Inten menuju halte TMII.
ADVERTISEMENT
Jalanan di Ibu Kota cukup lancar dan sepi, masyarakat tidak memulai aktivitas seperti halnya pada hari Senin sampai Jumat. Rasa kantuk masih menyelimuti raga ini dan akhirnya memilih untuk memejamkan mata sebentar, akibat dari tidur tadi hampir saja terlewat untuk transit di halte Kampung Melayu menuju Harmoni. Alhasil hampir saja tertinggal bus dan untungnya masih sempat mengejarnya.
Sesampainya di Halte Harmoni saya langsung menunggu bus yang langsung ke TMII. Selang waktu 10 menit bus pun tiba dan saya melanjutkan perjalanan dengan sedikit tertidur di dalam bus. 25 menit berlalu, saya sudah tiba di TMII dan lumayan terkejut kalau banyak juga pengunjung yang pagi-pagi sudah berdatangan untuk berwisata di sana.
Saya langsung menuju loket di gerbang pertama untuk membayar tiket masuk sebesar 25 ribu rupiah. Dalam menangani pandemi Covid-19 protokol kesehatan di TMII sangat lah baik. Mereka sudah memfasilitasi dengan barcode peduli lindungi, pengecekan suhu dan menyediakan hand sanitizer juga selalu ada imbauan untuk selalu memakai masker. Lingkungan di Taman Mini Indonesia Indah cukup sejuk karena ditumbuhi banyak pohon-pohon di area tersebut. Suasana cukup ramai di penuhi wisatawan dari berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Sesudah membayar dan memenuhi protokol kesehatan yang ada saya langsung melangkahkan kaki untuk mencari letak Museum penerangan lewat peta besar yang terpampang di dekat loket. Dengan mengikuti arahan yang akhirnya tiba di Museum Penerangan. Sesampainya di sana saya langsung disambut oleh tugu yang menyangga lambang penerangan “Api Nan Tak Kunjung Padam” dikelilingi oleh lima patung juru penerang serta air mancur.
Struktur bangunan tersebut berbentuk segi lima yang melambangkan Pancasila dan lima unsur penerangan. Untuk memasuki area museum ini harus melakukan scan barcode peduli lindungi terlebih dahulu dan juga memakai masker demi menjaga protokol kesehatan. Saya pun langsung disambut oleh petugas sekitar dan langsung dibimbing oleh tour guide bernama Wildan, Dean dan Nico.
ADVERTISEMENT
Pada awal dari menjelajahi isi dari Museum Penerangan ini mereka menjelaskan stasiun radio pertama di Indonesia yaitu RRI yang sebelumnya milik Jepang bernama Domei. Beliau menjelaskan awal mula teknologi radio itu dibawa oleh belanda dan lalu belanda dan jepang membuat stasiun radio di Indonesia. Radio ini berperan sangat penting untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Selain radio berita kemerdekaan Indonesia juga disebarluaskan melalui surat kabar dan isi dari surat kabar tersebut disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing supaya bisa dimengerti oleh orang-orang.
Selanjutnya saya dibimbing ke sejarah awal mula adanya televisi di Indonesia. Bermula pada tahun 1962 indonesia diberikan kepercayaan untuk menjadi tuan rumah Asian Games ke empat. Pada tahun itu juga stadion Gelora Bung Karno dibuat dan pada tahun yang sama berdiri juga stasiun televisi pertama yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI) atas perintah Soekarno. Lalu Soekarno juga memerintahkan untuk membagikan televisi ke tiap-tiap daerah melalui departemen penerangan dengan tujuan agar masyarakat bisa menonton Asian Game dan seiring berjalannya waktu televisi di Indonesia mulai memunculkan program-program yang lainnya seperti “Dunia Dalam Berita”. Program tersebut sangatlah fenomenal di masyarakat dan juga memiliki rating yang tinggi hal itu disebabkan karena memiliki informasi yang bermacam-macam seperti seputar Indonesia, luar negeri, kuliner, olahraga dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Di selang penjelasan di sana juga terdapat kamera yang sangat besar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Museum Penerangan, kamera tersebut dioperasikan oleh dua orang dan dibantu lighting yang sangat besar. Selanjutnya diarahkan ke program anak pertama di Indonesia Yaitu Si Unyil yang diciptakan oleh Drs. Suyadi. Di ruangan ini terpampang semua karakter asli buatan dari bapak Suyadi. Beliau berpesan sebelum meninggal untuk menitipkan karya-karya asli dari Si Unyil kepada pihak Museum Penerangan.
Selanjutnya Wildan menjelaskan tentang film pertama Indonesia Darah dan Doa pada 30 Maret 1950 yang digarap oleh bapak Usmar Ismail dan juga beliau dinobatkan sebagai bapak film Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 30 Maret adalah hari film Indonesia.
Berlanjut ke mesin cetak pertama untuk mencetak koran-koran di Indonesia. “Besar sekali” adalah kata pertama yang ada di benak diri setelah melihat mesin cetak tersebut. Proses dalam mencetaknya sangatlah rumit sekali. Di situ terdapat meja opmak dan juga lempengan kata-kata untuk dicetak. Setelah merancang kata-kata dengan lempengan itu lalu diberi tinta dan kertas lalu ditekan dan alhasil terbentuklah surat kabar. Zaman dahulu surat kabar/koran tidak terbit satu hari sekali melainkan bisa sampai seminggu lebih, paling cepat 3 hari proses sampai diterbitkan.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat peninggalan-peninggalan sejarah yang terdapat di Museum Penerangan diri ini pun mulai penasaran apa yang ada di lantai dua namun mas Dean pun menjelaskan kalau di lantai dua masih dilakukan revitalisasi. Lantas apa saja yang ada di lantai dua? Dia menjelaskan kalau di dalam lantai dua terdapat pemutaran dokumenter sejarah Penerangan Indonesia dan juga Augmented reality. Terdengar sangat menarik tapi tidak dapat menikmatinya.
Selesai sudah perjalanan ini ke Museum Penerangan, otak ini seakan terisi penuh dengan pandangan-pandangan baru mengenai sejarah mulai dari radio, televisi, dan juga percetakan. Tak terasa hari sudah mulai siang, saya meninggalkan Museum Penerangan dengan pikiran yang terisi setelah itu saya mencari makan untuk mengisi perut yang kosong. Kenyang sudah perut ini waktunya untuk kembali ke rumah dan mengerjakan tugas-tugas yang sudah menunggu untuk dikumpulkan.
ADVERTISEMENT