Konten dari Pengguna

Wajah Baru Teater Setelah Pandemi

reza kacong
Mahasiswa uin Jakarta
15 Desember 2020 5:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari reza kacong tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teater merupakan sebuah pertunjukan yang diawali dengan membedah sebuah naskah drama hingga ditampilkan dalam sebuah panggung pementasan. Pertunjukan drama di khalayak masyarakat umum hanya sebatas pertunjukan, tanpa pernah memikirkan bagaimana drama menjadi sebuah ruang pengetahuan, ruang belajar, ruang mendewesakan diri atau bisa disebut media pendidikan. Dari masa ke masa perkembangan teater selalu bervarian dari konsep pementasan dan juga tema-tema yang diangkat, adanya masa pandemi kegiatan seni baik musik hingga teater sempat terhenti dengan adanya masa pagebluk tersebut.
ADVERTISEMENT
Di masa tersebut bukan hanya dari dunia seni saja yang dilumpuhkan, melainkan dari segala lini kegiatan seperti, sosial maupun ekonomi ikut dilumpuhkan. Sebelum ada masa pandemi
, kegiatan sebuah teater menggunakan konsep pementasan secara langsung, maksudnya ada lakon yang berperan dan juga penonton yang menyaksikan dalam satu ruangan. Adanya pandemi, masyarakat Indonesia dituntut tidak boleh terlebih dahulu berkerumunan dengan hal ini pertunjukan teater serba dibatalkan sehingga dunia seni sempat dalam sakkaratul maut. Di zaman pagebluk ini, dalam dunia seni juga diuji bagaimana pementasan masih tetap berjalan tapi tidak seperti biasa yang dilakukan ketika sebelum adanya masa ini.
Dengan adanya hal ini, para seniman memutar otaknya lebih keras lagi memikirkan bagaimana konsep pertunnjukan tetap berjalan tapi tidak secara langsung dengan menanggapi kebijakan pemerintah untuk beraktivitas di rumah serta tidak melakukan kegiatan apapun yang melibatkan banyak orang, sehingga hal ini banyak pihak kemudian memanfaatkan ruang digital, termasuk pemanfaatannya sebagai sarana berkesenian. Sebagai pecinta teater disebut-sebut enggan menonton pementasan secara digital. Mereka berpendapat tidak bisa merasakan bagaimana menonton pementasan secara langsung.
ADVERTISEMENT
Sehingga para seniman menemukan konsep baru dengan pertunjukan tetap berjalan namun tidak secara langsung, pementasan teater dengan cara pertunjukan digelar secara visual lewat platform digital online, sehingga hal ini dapat disebut dengan; wajah baru teater. Dengan adanya serba keterbatasan pada setiap kegiatan sebab ada pandemi, tradisi pertunjukan teater membuka sayapnya dari zaman penjajahan, teater dipentaskan di pinggir-pinggir sawah, di tepi jalan, beralih seiring dengan perjalanan zaman teater dipentaskan di gedung-gedung pertunjukan, hingga sampai adanya pandemi, sekali lagi teater membuka sayapnya dengan menggelar pertunjukan dengan serba digital. Namun tidak mengurangi nilai estetika seni teater dan juga dari segi biaya pertunjukan lebih murah dibandingkan pertunjukan secara langsung dan kelebihannya seluruh masyarakat Indonesia dapat menyaksikan di rumah masing-masing tanpa harus ke tempat pertunjukan tersebut. Sehingga hal ini dapat disebut dengan; wajah baru teater.
ADVERTISEMENT
Menurut salah satu pegiat teater di Ciputat, panggung teater adalah panggung sesungguhnya di mana kita bisa merasakan langsung permainannya. Tetapi, walaupun tidak bisa menggantikan panggung teater secara utuh, setidaknya pertunjukan melalui media digital yang dimaksud diniliai bisa mengobati rasa kerinduan para penikmat teater dan jadi sarana evaluasi dalam pengemasan pemrtunjukan. Menonton pertunjukan teater melalui media digital memang terasa seperti ada yang dipangkas dari pertunjukannya. Seperti yang kita ketahui, incaran pertunjukan yakni sebuah perenungan bagi penontonnya, dan hal tersebutlah yang dipangkas.
Tidak menutup kemungkinan setelah pandemi selesai pun fenomena pertunjukan online akan terus berlangsung, tetapi dalam bentuk yang lebih kreatif, meskipun arwah teater di atas panggung tidak bisa digantikan. Tapi memang kendalanya hanya pada antusiasme penonton, salah satu unsur seni pertunjukan ini dipastikan akan terganggu karena penonton mungkin sudah terbiasa dengan media-media digital seperti yang digunakannya selama masa karantina berlangsung.
ADVERTISEMENT
Mungkin akan banyak juga penonton yang memilih untuk menggunakan waktu dan danaya dengan melakukan kegiatan lain, daripada menonton pertunjukan teater. Dengan melihat selera tontonan masyarakat yang diperkirakan akan lebih condong ke media digital pasca pandemi, bagaimana sebaiknya para pegiat teater menanggapi hal ini? Apakah pegiat teater perlu mematahkan hal ini, atau justru menyesuaikan selera penonton?
Adanya problematika tersebut, pegiat teater tidak perlu takut kehilangan penonton karena penonton teater adalah penonton yang ingin mendapat suguhan berbeda. Kebanyakan penonton media digital jarang yang menonton pertunjukan teater, sehingga pegiat teater tidak perlu menyesuaikan selera penonton. Alangkah baiknya membuat pertunjukan yang lebih kreatif sehingga penonton media digital pun bisa tertarik menonton teater.