Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Koes Hendratmo
8 September 2021 13:40 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Reza Indragiri Amriel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Reza Indragiri Amriel
Mantan Ketua Delegasi Program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia
ADVERTISEMENT
"Pemirsa, sebulan kita berpisah, sebulan pula usia kita bertambah. Dan malam ini, bersama Ireng Maulana All Star, Berpacu dalam Melodi."
Salam pembuka itu sungguh tiada tandingannya. Begitu hangatnya, sampai-sampai kalimat yang diucapkan pada awal acara itu bisa kuhapal luar kepala. "Cu" pada "berpacu" dilafazkan agak panjang, dengan nada menaik, dan dihiasi senyum alami si pemilik suara: Koes Hendratmo.
Penampilan sedap Koes menjadikan episode perdana Berpacu dalam Melodi benar-benar laksana racikan martabak kacang coklat nan istimewa: manis, gurih, hangat di mulut, nyaman di perut, dan disempurnakan dengan usapan lidah ke bibir yang basah digenangi polesan margarin. Tampil sebagai peserta adalah empat orang pengacara kondang. Dua nama yang kuingat, yakni Yan Apul dan Mohammad Assegaf. Di jejeran juri, selain Ani Sumadi, ada Olan Sitompul. Kata ayahku, Olan adalah penyiar senior yang pernah menang lotre jutaan rupiah saat bekerja sebagai penyiar RRI.
ADVERTISEMENT
Sapaan Koes pada Berpacu dalam Melodi, seperti kutipan di awal tulisan ini, pula yang kupakai saat unjuk kebolehan public speaking dalam seleksi pertukaran pemuda internasional. Panitia dan para peserta seleksi lainnya terpingkal-pingkal. Seorang senior sampai terbatuk-batuk sambil nyeletuk, "Jadi orang kok plagiator."
Berpacu dalam Melodi, alhasil, identik dengan Koes. Beberapa kali tayangan itu menghadirkan pembawa acara lain. Tapi, maaf kata, itu tadi... Berpacu dalam Melodi sudah kadung "milik" Koes Hendratmo. Berkat Koes, Berpacu dalam Melodi menjadi kuis paling asyik mengalahkan acara-acara sejenis lainnya.
Koes punya kharisma memang luar biasa. Saat dia membawakan acara, di belakangnya seolah berbinar pijar cahaya kristal. Pun serba bisa. Nyanyi, amboi bak bulu perindu. Seperti bunglon, Koes mampu meniru suara banyak penyanyi. Kalau tak percaya, cobalah simak dengan mata tertutup video Koes di Youtube saat ia membawakan "Walk Away". Hanya dengan mendengar suaranya, Koes mirip sekali dengan Matt Monro.
ADVERTISEMENT
Ngedagel pun oke, Koes bisa memunculkan sensasi geli di ulu hati. Sesekali ia mengolok-olok peserta kuis yang nampak tegang atau pun memberikan jawaban ngawur. Penuh kejutan; pada salah satu episode Berpacu dalam Melodi, dalam babak terakhir yaitu Sekilas Wajah, potongan-potongan wajah di layar kaca yang harus ditebak peserta ternyata adalah wajah Koes sendiri.
Masih kuingat, semasa kanak-kanak, ada sekian banyak penghibur multitalenta yang kunikmati lewat TVRI. Ada Kris Biantoro yang di samping berwawasan luas, ekspresi mukanya mengandung bumbu jenaka. Ada pula Bob Tutupoli, yang selain lihai bernyanyi, kadang suka kebarat-baratan saat berbicara. Tak terlupa adalah Gatot Sunyoto, yang selalu ditemani bonekanya--si Tongki--saban kali nge-MC. Kagum pada nama-nama tadi, terbit keinginanku untuk kelak menjadi profesional yang memadukan seluruh kehebatan mereka. Dan, apabila harus menyebut nama yang paling kusuka, ya siapa lagi kalau bukan Koes Hendratmo yang akan kujadikan sebagai tampilan depanku di panggung.
ADVERTISEMENT
Koes dan sejawat beda betul dengan pembawa acara generasi kini. Pada era Koes, pembawa acara biasanya satu orang. Ada acara yang menampilkan dua orang pemandu acara, tapi tak banyak. Kini, bukan hanya satu atau dua, panggung sudah biasa dipenuhi seabrek-abrek pembawa acara.
Seperti yang Koes peragakan, pembawa acara tak terlalu banyak bicara. Koes biasa bernarasi semenit dua menit, sebatas menjembatani pemirsa dari satu lagu ke lagu berikutnya. Sementara sekarang, tengoklah program-program panggung di televisi, biduan tampil tak lebih dari lima menit, sementara pembawa acara berceloteh hingga berpuluh-puluh menit. Apa isi celotehan mereka, tak jauh-jauh dari bully sana-sini. Padahal, kata dedengkot radio swasta nasional Malik Sjafei Saleh, "Daripada ngomong tapi kentara otak lu kosong, lebih baik lu diem. Putar lagu, banyakin!"
ADVERTISEMENT
Satu lagi, sebagaimana Koes, pembaca acara pada zaman dulu tampil ganteng dan tampan. Maskulin, flamboyan. Sekarang, lain cerita. Tidak sedikit pembawa acara lelaki justru berlenggak-lenggok kebalikannya. Komentar teman-temanku beragam, mulai dari "dia yang melawak, dia pula yang terbahak", "wong lanang jadi-jadian", sampai "atraksi kelainan yang membahayakan".
Nah, tahun 2016 lalu sempat tersiar kabar mengejutkan bahwa Koes berpulang. Merasa kehilangan, aku bernostalgia menikmati rekaman-rekaman Koes hingga dini hari. Tidak sebatas menyenang-nyenangkan diri sendiri, sejumlah video kuberi jempol dan kusebar via media sosial. Belakangan, informasi tentang Koes itu resmi diralat sebagai kabar burung yang tersesat. Koes, alhamdulillah, masih sehat. Allah Swt. bahkan masih memperkenankan Koes mensyukuri pertambahan bilangan usianya pada Februari 2016 silam.
ADVERTISEMENT
Sejatinya naskah ini sudah kutulis lima tahun lalu. Kini, tulisan kenangan ini kuracik ulang. Menyesuaikan keadaan sekaligus kulontarkan perasaan kehilangan. “Walk away, walk on....”