Melawan Virus dengan Virus

Reza Indragiri Amriel
Alumnus Psikologi UGM
Konten dari Pengguna
31 Juli 2021 14:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reza Indragiri Amriel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pakai masker saat isolasi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pakai masker saat isolasi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari-hari belakangan ini ruang narasi publik dimeriahkan oleh permainan kiasan yang dilontarkan beberapa petinggi negara. Ada Menko PMK yang menyebut 'darurat militer'. Darurat militer sejatinya merupakan sebutan denotatif. Ia tercantum pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959. Tapi karena Muhadjir seorang pejabat yang tidak membidangi masalah pertahanan, keamanan, dan sejenisnya, maka baiklah perkataannya ditafsirkan sebatas sebagai metafora.
ADVERTISEMENT
Tokoh lainnya adalah Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjono. Ia menyatakan kita sedang berhadapan dengan musuh yang tak terlihat mata telanjang, dan inilah peperangan semesta. Nuansa pernyataan Panglima TNI mengingatkan publik pada Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima TNI terdahulu, yang mengintroduksi proxy war.
Ketika dikemukakan oleh seorang tentara, peperangan memang bisa bermakna harfiah. Namun kesan kiasan itu tetap ada sekelebatan, mengingat sebagian besar khalayak boleh jadi masih menganggap peperangan sebagai mesiu, abu, darah, dan okupasi wilayah.
Memakai metafora pula, begitu menyimak 'darurat militer' dan 'peperangan semesta', yang terbayang adalah adu siasat. Ada siasat bertahan (defensif), ada pula siasat menyerang (ofensif). Berhadapan dengan serdadu tak kasat mata, yaitu virus Corona, akankah kita selamanya defensif? Kapan pula kita akan ofensif?
ADVERTISEMENT
Protokol kesehatan, yaitu mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak fisik, tampaknya merupakan bentuk pertahanan. Diasumsikan bahwa virus berpatroli mengincar mangsa. Mereka yang lengah, berarti mengabaikan prokes, akan diterjangnya. Praktis kita tidak melakukan apa pun untuk mematikan virus itu. Sedangkan mereka yang tidak peduli prokes bisa dianggap sebagai pemburu. Pemburu mati konyol. Mereka juga laksana orang yang tanpa sadar telah direkrut sebagai antek-antek Corona. Dari sisi pikiran, kaum cuek prokes sebenarnya sama dengan kaum patuh prokes. Sama-sama ingin sehat. Tapi dari sisi tindak-tanduk, kaum patuh memilih defensif, sedangkan kaum cuek sok-sokan ofensif. Akibatnya, alih-alih mengalahkan kuman, kaum cuek justru menjadi perpanjangan tangan virus Corona untuk memangsa sesama manusia.
Selain prokes, vaksinasi bisa dimaknai sebagai siasat bertahan pula. Logikanya adalah, lewat vaksin, tubuh dilatih untuk siap sewaktu-waktu menyambut--bukan proaktif menyerbu--bibit penyakit yang masuk. Serdadu terlatih akan mampu membendungnya, mencegah virus memperluas medan jajahan baru. Sedangkan mereka yang takluk, betapa pun sudah divaksin, patutlah disikapi sebagai pejuang. Syuhada, Insya Allah.
ADVERTISEMENT
Demikian pula penguatan kesehatan masyarakat lewat perbaikan gizi masyarakat. Aneh bahwa isu yang paling mendasar ini justru tidak mendapat porsi perhatian sebagaimana mestinya. Ia kalah nyaring dibandingkan kampanye prokes dan vaksinasi. Lebih-lebih di masa pemberlakuan PPKM Darurat se-Jawa Bali (mungkin akan diperluas) seperti sekarang ini. Padahal, banyak persoalan kesehatan lainnya yang tak kalah seriusnya yang semestinya menyediakan alasan bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan panganan sehat dan halal bagi masyarakat. Yaitu, stunting, cacingan, dan obesitas.
Alih Siasat
Sungguh tidak cerdas kalau dalam situasi darurat militer seperti sekarang pihak yang menerapkan siasat defensif akan selamanya bertahan. Tengoklah Euro Cup 2021 yang baru saja usai. Sang Kampiun, Italia, yang bermasa-masa dikenal sebagai kesebelasan yang menerapkan catenaccio alias gerendel alias bertahan seraya sesekali mencuri kesempatan, sejak ditangani Roberto Mancini justru berubah wataknya di lapangan hijau. Dengan formasi 4-3-3, Italia disebut banyak pengamat sepak bola sebagai tim dengan siasat menyerang terbaik dikombinasikan dengan benteng pertahanan yang tetap tangguh. Hasilnya, tim negeri pizza berhasil menggondol trofi Piala Eropa.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama semestinya juga bisa warga dunia lakukan dalam peperangan semesta melawan COVID-19. Tidak beres-beres keadaan kalau Corona terus-menerus melancarkan strategi menyerangnya. Saya khawatir, seketat apa pun mekanisme defensif kita, garis pertahanan kita akan mundur semakin mendekati gawang sendiri. Apalagi karena virus dikenal mampu menyesuaikan diri terhadap vaksin, sehingga selalu menghasilkan varian-varian baru, maka sepertinya tinggal menunggu waktu saja bagi pasukan Corona untuk menyaksikan bagaimana satu demi satu rumah mulai mengibarkan bendera putihnya.
Dengan kesadaran itulah semesta manusia perlu menghayati ulang tamsil a strong offense is the best diffense (penyerangan yang kuat adalah pertahanan terbaik). Begitu pula slogan veni, vidi, vici (aku datang, aku saksikan, aku taklukkan). Keduanya adalah cerminan tekad bahwa, dalam peperangan, tidak ada pilihan kecuali terus menyerang. Kakek-nenek kita pun sesungguhnya punya tekad perjuangan yang sama, yaitu madjoe teroes pantang moendoer. Pun, perkataan Bung Karno, "Jangan mundur selangkah, jangan berkisar sejari." Ringkasnya, dalam situasi berhadap-hadapan dengan pandemi Covid-19, masyarakat global harus mengatur ulang siasatnya. Temukan siasat menyerang dengan sebaik-baiknya, lalu lancarkan ke musuh sedahsyat-dahsyatnya.
ADVERTISEMENT
Tentu, akal sehat saya tak mampu sampai ke titik penemuan siasat itu. Namun hitung-hitungan awam saya mengatakan bahwa penyerangan terbaik terhadap makhluk dengan karakter seperti virus adalah menciptakan virus kanibal. Virus kanibal ini menjadi supermonster yang membantai virus Corona. Mekanisme virus Corona yang bisa melipatgandakan daya serangnya tentu akan bisa seketika dibaca oleh sesama virus. Jadi berapa pun jumlah varian virus Corona, virus kanibal juga akan memperbanyak variannya. Produksi virus supermonster itu, lalu sebarkan ke udara. Virus kanibal itulah yang akan menjadi game changer yang sesungguhnya, sehingga gantian Corona-lah yang akan lempar handuk. Itulah momen ketika paradoks indah menjadi kenyataan, yakni virus bukan lagi dikategori sebagai sumber penyakit melainkan sebagai kuman penyembuh manusia.
ADVERTISEMENT
Tapi apakah mungkin menciptakan virus supermonster seperti itu?
Saya teringat buku The Other Side of Deception, buah pena Victor Ostrovsky. Dia disebut-sebut sebagai agen Mossad yang banting setir menyerang Mossad. Di dalam bukunya itu Victor utarakan bahwa Israel sudah sejak lama membangun teknologi perang A-B-C. Kepanjangannya, atom-biological-chemical warfare. Merujuk tulisan Victor itu, menciptakan kuman pemburu Corona tampaknya bisa saja dilakukan.
Menciptakan virus kanibal bisa dilakukan lewat dua jalur. Pertama, menciptakan virus-virus yang sama sekali baru. Atau kedua, merekayasa virus Corona agar kemudian menjelma sebagai virus makar terhadap rezim Corona itu sendiri. Sebagaimana film Independence Day, ketika angkatan bersenjata dari seluruh negara bersatu padu melindungi bumi dari invasi alien, begitu pula sepatutnya virus supermonster dihadirkan. Seluruh benua berhimpun melakukan riset bersama guna menemukan virus pembasmi Corona. Plus satu catatan: kalau benar sinyalemen bahwa wabah Covid-19 bermula dari ulah satu negara, maka negara itu patut disikapi secara berbeda. Pasalnya, seperti lirik dangdut Kegagalan Cinta, "Kau yang mulai, kau yang mengakhiri." Artinya, sangat mungkin bahwa pihak yang membikin virus Corona sesungguhnya juga punya penawarnya. Toh tak mungkin mereka mau mati di tangan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Tinggal lagi, andai virus supermonster itu berhasil diciptakan, kita berharap bibit penyembuh tak kasat mata itu akan sepenuhnya dan selamanya setia pada umat manusia.
SEO Score
60 / 100
20 / 30
Keyword di judul
20 / 20
Keyword di description
0 / 10
Keyword di paragraf pertama
10 / 10
Keyword di paragraf berbeda
10 / 10
Keyword di alt image
0 / 5
Keyword di subtitle
0 / 10
Link topic paragraf pertama
0 / 5
Link dua topic berbeda
Summary
Tinggal lagi, andai virus supermonster itu berhasil diciptakan, kita berharap bibit penyembuh tak kasat mata itu akan sepenuhnya dan selamanya setia pada umat manusia. #userstory
Channel
News
ADVERTISEMENT
Publisher / Influencer / User
Reza Indragiri
Collaborator
Reza Indragiri
Writer
Topic
Virus
Story Label
18+ Content
No
Clean View
No
Disable Comments
No
Disable Like
No
Krispi
No
Open in App
No
Sponsored
No
Disturbing Image
No
Date & Location
Tanggal Penulisan
31 Jul 2021 14:34 WIB
Lokasi Peristiwa
-
Meta
Meta Description
Tinggal lagi, andai virus supermonster itu berhasil diciptakan, kita berharap bibit penyembuh tak kasat mata itu akan sepenuhnya dan selamanya setia pada umat manusia. #userstory
Meta Keyword
Virus, Berita Terkini Virus, Berita Terbaru Virus, Berita Hari Ini Virus, Virus
Tracker
Tracker Script
-
Impression URL
-