Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Usai Tewasnya dr Sunardi, Apa Lagi PR Negara?
16 Maret 2022 11:54 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Reza Indragiri Amriel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komnas HAM memanggil Densus 88, nampaknya untuk menguji apakah penembakan terhadap dr Sunardi tergolong sebagai lawful killing atau unlawful killing. Jika Komnas HAM menyimpulkannya sebagai unlawful killing, maka boleh jadi akan ada proses hukum seperti pada kasus km 50.
ADVERTISEMENT
Tapi benar tidaknya dr Sunardi adalah bagian dari jaringan terorisme, sayangnya kita tidak punya mekanisme untuk mengujinya, mengingat dr Sunardi sudah tewas. Andai kita mengenal posthumous trial, persidangan bagi terdakwa yang sudah meninggal, maka diharapkan akan ada kepastian status para terduga teroris di mata hukum. Mungkin posthumous trial perlu diadakan sebagai bentuk penguatan terhadap operasi pemberantasan terorisme.
Ketika operasi Densus 88 menjatuhkan korban jiwa, kerap muncul kontroversi. Untuk mengatasinya, penting bagi Polri untuk melengkapi para personel Densus 88 dengan body kamera. Teknologi ini akan bermanfaat untuk kepentingan pemeriksaan jika nantinya muncul tudingan bahwa Densus 88 telah melakukan aksi brutal terhadap terduga teroris.
Body kamera, dalam berbagai studi, juga ampuh mencegah aparat menggunakan kekerasan secara berlebihan. Tapi masalah ini tidak hanya sebatas menyangkut hidup matinya dr Sunardi dan benar tidaknya statusnya sebagai anggota jaringan terorisme.
ADVERTISEMENT
Setiap kali Densus 88 melakukan penangkapan, apalagi sampai mengakibatkan terduga teroris meninggal dunia, akan sangat konstruktif jika Polri berperan aktif ikut memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak para terduga teroris tersebut. Hal ini merupakan kewajiban sekaligus tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya (termasuk Polri) yang diatur dalam UU 35/2014.
Kategori yang relevan bagi anak-anak tersebut adalah, pertama, mereka sebagai anak-anak korban terorisme. Dan, kedua, anak-anak korban stigmatisasi akibat kondisi orang tua mereka.
Dengan perlindungan khusus tersebut, semoga tidak ada anak-anak terduga teroris yang misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari rumah mereka. Juga, perlindungan khusus diharapkan bisa mencegah terjadinya regenerasi teror.
Kita mendukung negara bekerja sekomprehensif dan setuntas mungkin menanggulangi masalah terorisme di Tanah Air.
ADVERTISEMENT