Siklus Gempa Bumi dan Tsunami di Donggala Akibat Sesar Palu Koro

Atourin
Layanan Informasi Wisata, Itinerary Creator, Virtual Traveling, dan Academy
Konten dari Pengguna
29 September 2018 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Atourin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gempa Donggala, Sulteng (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa Donggala, Sulteng (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bulan Juli 2018 , Tim Ekspedisi Palu-Koro yang berupaya untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sulawesi Tengah, terdiri dari ahli Geologi, Geofisika, Biologi, Lingkungan, Pariwisata, dan Sejarah melakukan ekspedisi sesar palu-koro yang kedua kalinya. Ekspedisi ini bertujuan untuk mencari tahu perkembangan dari sesar Palu-Koro dan memberikan informasi ke Masyarakat di Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Kami sudah menyampaikan tujuan dan hasil ekspedisi kepada Gubernur Sulawesi Tengah di kantornya, kami khawatir ada perulangan gempa bumi dan air laut berdiri (isitilah masyarakat setempat untuk tsunami), jadi mohon agar diimbaukan ke Masyarakat, dan beliau menanggapinya dengan baik, hal ini memang jadi tanggung jawab bersama-sama.
Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Palu dan sekitarnya harus mulai mengetahui keberadaan sistem Sesar Palu-Koro ini dan Pemerintah Sulawesi Tengah harus menerapkan tata ruang berbasis bencana alam.
Mengenali Sesar dan Sistem Sesar Palu-Koro
Kenampakan citra Sesar memotong Lembah Palu dan Lembah Koro. (Foto: Asia Research Group)
zoom-in-whitePerbesar
Kenampakan citra Sesar memotong Lembah Palu dan Lembah Koro. (Foto: Asia Research Group)
Secara istilah, sesar (fault) sama dengan patahan (faulting) kerak bumi (crust) yang berubah posisi dari posisi semula. Jika hanya patah saja, tidak berubah posisi, disebut kekar. Bentuk sesar ada tiga macam, yaitu sesar turun (sesar normal), sesar naik dan sesar geser. Dua bentuk yang pertama biasa disebut sesar vertikal, sedang bentuk yang ketiga biasa disebut sesar mendatar. Ada dua jenis sesar geser, yaitu dextral dan sisnistral.
ADVERTISEMENT
Salah satu sesar yang terdapat di Pulau Sulawesi adalah sesar Palu-Koro. Karena dimensinya yang besar, maka paling tepat disebut sistem sesar Palu-Koro. Lajur sesar ini berarah hampir utara-selatan, memanjang mulai dari sekitar batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar sampai pantai utara Teluk Bone. Panjangnya sekitar 500 kilometer. Di darat, sesar ini mempunyai panjang sekitar 250 kilometer, mulai dari Teluk Palu sampai pantai utara Teluk Bone.
Semula sesar ini dinamakan sesar Fossa Sarassina kemudian dinamakan sesar Palu-Koro. Perubahan nama ini mungkin karena lajur sesar ini memotong Kota Palu (Lembah Palu) dan Sungai Lariang pada segmen Sungai Koro (Lembah Koro).
Mudrik (2016) menyebutkan, berdasarkan hasil disertasinya, sesar Palu-Koro adalah sesar aktif, berciri sinistral (pergeseran mengiri) dengan kecepatan maksimum sekitar 50 mm/tahun.
ADVERTISEMENT
Pada segmen Palu - Kulawi, sesar ini berciri sesar normal dan membentuk graben yang menyebabkan Kota Palu sampai Kulawi diapit oleh dua sesar normal. Sering pula segmen ini disebut sistem sesar Palu-Koro. Ciri-ciri keberadaan sistem sesar ini adalah banyaknya dijumpai mata air panas di kedua sisi dataran antara Palu-Kulawi.
Sebagian besar gempa yang terjadi di wilayah ini, khususnya Lembah Palu dan perairan Selat Makassar merupakan kontribusi dari aktivitas sesar ini. Sejarah gempa bumi tektonik yang diakibatkan oleh aktivitas sesar Palu-Koro seumur dengan awal mula terbentuk dan aktifnya sesar tersebut, ribuan tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Beberapa yang sempat tercatat, yang menimbulkan bencana adalah Gempa Donggala 1927, menyebabkan sejumlah korban jiwa dan menimbulkan tsunami dengan tinggi gelombang 15 meter yang menerjang pantai timur Teluk Palu, merubah daratan sekitar 200 meter dari pantai termasuk di dalamnya kawasan pasar Mamboro menjadi dasar laut.
Gempa bumi Tambu atau gempa Mapaga 1968, menimbulkan tsunami dengan tinggi gelombang sekitar 10 meter, longsoran tanah, dan munculnya mata air panas di sepanjang pantai. Di Mapaga tercatat sekitar 790 rumah rusak dan mengakibatkan korban jiwa yang cukup besar.
Gempa Bumi dan Air Laut Berdiri Akibat Sesar Palu-Koro
Catatan gempa bumi di wilayah Timur Indonesia (Foto: Dr. Danny Hilman – LIPI)
zoom-in-whitePerbesar
Catatan gempa bumi di wilayah Timur Indonesia (Foto: Dr. Danny Hilman – LIPI)
Istilah air laut berdiri adalah sebutan dari Masyarakat setempat untuk fenomena tsunami. Masyarakat sudah mengenal gempa bumi dan air laut berdiri sejak lama.
ADVERTISEMENT
Menurut sumber dari Stasiun Geofisika Palu, gempa pernah terjadi pada 1 Desember 1927, jam 12:37 waktu lokal dengan pusat gempa: 0.5 LS, dan 119,5 BT. Pusatnya di Teluk Palu. Gempa ini menimbulkan kerusakan bangunan di Palu, Donggala, Biromaru, dan sekitarnya.
Di Palu tiga kios besar di pasar rusak total, yang lainnya rusak berat. Jalan utama, menuju pasar rusak berat dan beberapa bagian jalan di belakang pasar tersebut turun setengah meter. Pasar Biromaru rusak total dan kantor kecamatan rusak berat. Kantor Pemerintah Daerah Donggala roboh sebagian.
Gempa juga dirasakan di bagian tengah Sulawesi yang jaraknya sekitar 230 kilometer dari pusat gempa. Terjadi gelombang pasang dari Teluk Palu dengan ketinggian maksimum 15 meter. Rumah-rumah di pantai mengalami kerusakan, 14 orang meninggal dan 50 orang luka-luka. Tangga dermaga Talise hanyut sama sekali. Dasar laut setempat turun 12 meter.
ADVERTISEMENT
Gempa susulan dirasakan sampai di Parigi hingga 17 Desember 1927. Gempa dan air laut berdiri serupa juga pernah terjadi pada tahun 1968 menimbulkan tsunami dengan tinggi gelombang sekitar 10 meter, longsoran tanah, dan munculnya mata air panas di sepanjang pantai.
Ada pula catatan gempa besar di tahun 1938 dengan episentrum di daratan sekitar Kecamatan Kulawi. Gempa tahun 1938 terekam seismograf pada skala guncangan 7,9 magintudo. Lalu berselang 30 tahun berikutnya, di tanggal 15 Agustus tahun 1968 sesar Palu Koro kembali menimbulkan gempa besar setara dengan 7,4 magnitudo. Episentrumnya berada di wilayah Pantai Barat Kabupaten Donggala. Gempa tahun 1968 kembali memunculkan tsunami besar setinggi 10 meter.
Historis gempa paling dekat yang terekam berupa guncangan Sesar Palu Koro di tahun 1996 (7,9 magnitudo), juga di tahun 2012 kemarin dengan skala 6,1 magnitudo dengan episentrum di dekat Danau Lindu, Kabupaten Sigi.
ADVERTISEMENT
Sebuah rumus empiris, yang didasarkan pada hitungan-hitungan statistik, telah dikemukakan oleh seorang seismolog Jepang: bahwa periode berulangnya gempa-gempa besar adalah dalam rentang waktu (69 ± 13,2) tahun. Tepatnya: 55,8 sampai 82,2 tahun. Jadi, Gempa Donggala yang terjadi lebih dari 50 tahun yang lalu, berada dalam periode pengulangan tersebut.