Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Menilik Vonis Mati Ferdy Sambo
17 Februari 2023 8:35 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Rezky Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Juli 2022 silam, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat ditembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri yang kala itu dijabat oleh Ferdy Sambo . Sontak peristiwa tragis nan pilu tersebut menyeruak dan menggemparkan jagat sosial media. Beragam spekulasi bergulir hingga menjadikannya dramatis. Lima tersangka dibawa di hadapan meja hijau untuk membuka terang peristiwa sekaligus mengadilinya.
ADVERTISEMENT
Ferdy Sambo yang konon menjadi otak penembakan tersebut akhirnya dijatuhi vonis mati karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Tidak hanya itu, Ferdy Sambo juga terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengutip amar putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso: "Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama."
ADVERTISEMENT
Upaya Hukum
Dengan telah dibacakannya amar putusan menjadi tanda telah ditutupnya persidangan perkara Nomor 796/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. tersebut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau Ferdy Sambo/Penasihat Hukumnya memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum.
Yang dimaksud dengan upaya hukum tersebut adalah hak yang diberikan kepada terdakwa atau JPU untuk melawan putusan hakim. Upaya hukum ini terbagi menjadi 2 yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa yang telah diatur dalam Pasal 233 hingga Pasal 269 KUHAP.
Upaya hukum biasa terdiri atas banding dan kasasi, sedangkan upaya hukum luar biasa adalah peninjauan kembali. Dalam konteks kasus tersebut, baik Ferdy Sambo selaku terdakwa dan penasihat hukumnya ataupun JPU berhak untuk mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan banding dapat menguatkan putusan pengadilan negeri atau sebaliknya mengubah putusan pengadilan negeri.
ADVERTISEMENT
Untuk mengajukan banding tersebut, Ferdy Sambo dan penasihat hukumnya memiliki waktu hingga 14 hari sejak putusan diucapkan. Apabila tenggat waktu tersebut telah habis dan tidak mengajukan banding, maka putusannya telah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan dapat dieksekusi.
Jika Ferdy Sambo berharap agar vonis mati tersebut diturunkan menjadi vonis penjara, maka ia dan penasihat hukumnya dapat memanfaatkan haknya mengajukan banding. Tidak hanya itu, Ferdy Sambo dan penasihat hukumnya harus dapat membuktikan bahwa tidak terjadi pembunuhan berencana yang melanggar Pasal 340 KUHP.
Dengan kata lain bahwa vonis mati tersebut kiranya akan sulit diturunkan menjadi vonis penjara apabila Ferdy Sambo dan penasihat hukumnya tidak berhasil membuktikan Sambo tidak melakukan pembunuhan berencana tersebut. Namun, semua itu tetap kembali pada penilaian dan keyakinan Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi yang memeriksa perkaranya.
ADVERTISEMENT
Vonis Mati
Salah satu poin penting dalam putusan tersebut adalah mengenai vonis hakim. Ferdy Sambo dijatuhi vonis mati. Dalam KUHP lama, vonis mati menjadi salah satu pidana pokok yang telah diatur dalam Pasal 10 KUHP.
Vonis mati yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut ternyata melebihi tuntutan JPU di mana JPU menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup. Dalam ilmu hukum, vonis hakim yang melebihi tuntutan JPU disebut dengan ultra petita. Pertanyaannya kemudian apakah hakim diperbolehkan untuk menjatuhkan vonis melebihi tuntutan JPU sebagaimana dalam kasus tersebut?
Dapat dikatakan bahwa ultra petita tidaklah melanggar ketentuan hukum acara pidana. Hal ini dikarenakan penjatuhan vonis bergantung pada penilaian dan keyakinan hakim selama persidangan. Pada praktiknya, tidak sedikit hakim yang menjatuhkan putusan melebihi tuntutan.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Ferdy Sambo, maka vonis hakim tersebut sah-sah saja. Terlepas dari pro kontra mengenai hukuman mati, penjatuhan vonis tersebut telah didasarkan pada keyakinan Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut.
Setelah dijatuhkannya vonis mati tersebut, banyak bergulir spekulasi di masyarakat mengenai masa percobaan selama 10 tahun. Ketentuan mengenai masa percobaan 10 tahun bagi seseorang yang dijatuhi hukuman mati memang benar adanya di mana hal tersebut telah diatur dalam Pasal 100 KUHP baru (UU Nomor 1 Tahun 2023).
Dalam konteks kasus Ferdy Sambo yang dijatuhi vonis mati maka tidak berlaku ketentuan masa percobaan selama 10 tahun tersebut. Hal ini dikarenakan kasus Ferdy Sambo diadili menggunakan ketentuan dalam KUHP lama dan KUHP lama tidak mengatur ketentuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Terlebih KUHP yang baru akan mulai berlaku setelah 3 tahun sejak diundangkan pada 2 Januari 2023. Salah satu asas yang dikenal dalam hukum adalah asas tidak berlaku surut (asas non-retroaktif) yang artinya asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu undang-undang. Oleh karenanya Ferdy Sambo tidak dapat dikenai masa percobaan 10 tahun tersebut.