Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Waspada Kejahatan Siber di Era Serba Daring
5 April 2023 7:39 WIB
Diperbarui 1 Februari 2024 5:58 WIB
Tulisan dari Rezky Yayang Yakhamid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sehubungan dengan arus globalisasi yang semakin deras, saat ini, orang-orang cenderung tidak lagi menyimpan uangnya di dompet lipat mereka. Pesatnya kemajuan teknologi, khususnya di perkotaan, membuat uang fisik sudah sangat jarang digunakan. Bagaimana tidak, mulai dari ongkos wara-wiri, urusan perut, hingga keperluan sehari-hari semua sudah dapat menggunakan dompet digital. Mulai dari m-banking, e-money, e-wallet, hingga sistem terbaru keluaran Bank Indonesia, QRIS, memudahkan kita dalam bertransaksi multi-platform. Kemajuan teknologi perbankan tersebut mengubah setiap sendi kehidupan kita sampai-sampai sebagian besar orang malah lebih takut tidak terhubung ke internet dibandingkan ketinggalan dompetnya.
ADVERTISEMENT
Dari data yang dirilis oleh Bank Indonesia, jumlah transaksi elektronik mulai meningkat sejak tahun 2012 pada saat awal booming-nya internet di Indonesia. Saat itu, jumlah transaksi elektronik mencapai total 100.635 transaksi. Delapan tahun berselang, pada tahun 2020, jumlah transaksi elektronik meningkat 150 kali lipatnya menembus angka 15.043.475 transaksi dengan nilai transaksi mencapai 504.956 miliar rupiah. Lebih lengkapnya, data jumlah transaksi ditampilkan pada line chart berikut.
Selain berbagai dampak positif dalam hal kemudahan bertransaksi daring, kemajuan teknologi juga memiliki dampak negatif yang berbahaya. Manfaat kemudahan bertransaksi yang ditawarkan membuat peredaran uang di jagat maya semakin besar. Peredaran uang yang semakin besar tersebut membuat pola kejahatan juga perlahan berubah dari kejahatan konvensional seperti copet, jambret, hingga premanisme, menjadi kejahatan siber seperti peretasan data, carding, hingga penipuan daring.
ADVERTISEMENT
Kejahatan siber, atau dikenal pula dengan cyber crime, adalah suatu bentuk kejahatan yang terjadi di jagat maya melalui komputer, perangkat seluler, dan jejaring internet. Pelaku kejahatan siber ini umumnya adalah ‘orang-orang pintar’ yang paham bagaimana algoritma dan pemrograman komputer dijalankan. Melalui algoritma tertentu, pelaku dapat dengan mudah menganalisis, mencari celah, lalu pada akhirnya membobol perangkat kita. Saat pelaku sudah menguasai perangkat, pelaku dapat dengan leluasa mencuri data-data kita dan memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi pelaku.
Beberapa jenis kejahatan siber yang berkembang di era digital ini antara lain:
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, kasus kejahatan siber marak terjadi terutama saat pandemi lalu. Kemudahan transaksi digital ditambah dengan gejolak perekonomian dunia dampak dari pandemi membuat platform pinjaman online (pinjol) bermunculan. Beberapa kasus kejahatan siber terkait pinjaman online pun akhirnya mencuat, yakni maraknya pencurian data berupa KTP untuk disalahgunakan untuk pinjaman online. Beberapa orang mengaku tiba-tiba ditelepon orang tidak dikenal menagih hutang uang yang tidak pernah dipinjamnya.
Kejahatan siber dapat menyerang siapa pun, tidak hanya individu masyarakat, namun juga organisasi pemerintahan sekalipun. Kasus yang sempat menjadi trending beberapa waktu yang lalu adalah kebocoran data kependudukan pemerintah yang berhasil diretas oleh Bjorka. Dalam kurun waktu setahun, pada tahun 2022, Bjorka diketahui telah menjual data-data pribadi penduduk di situs gelap. Data kependudukan yang berisi nama, alamat surel, NIK, nomor telepon, hingga alamat rumah tersebut diduga berasal dari Peduli Lindungi, My Pertamina, KPU, dan BPJS.
ADVERTISEMENT
Dari data yang diperoleh dari Surfshark, sebuah perusahaan keamanan siber yang berbasis di Belanda, Indonesia menempati urutan ke-3 dengan jumlah kasus kebocoran data terbanyak di dunia. selama kuartal III-2022, sebanyak 12,74 juta akun yang mengalami kebocoran data di Indonesia. Angka tersebut lebih tinggi dari Amerika Serikat dan Tiongkok yang notabene memiliki penduduk yang lebih banyak dari Indonesia. Data jumlah kasus kebocoran data dapat dilihat pada bar chart berikut.
Beberapa contoh kasus kejahatan siber berupa pencurian data tersebut tentunya dapat kita hindari sebagai individu dengan menjalankan beberapa tips berikut.
ADVERTISEMENT