Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Benalu Itu Bernama Koruptor
14 November 2021 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Rezza Ardianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Entah kenapa akhir-akhir ini saya sering bersinggungan dengan masalah yang satu ini, masalah yang menjadi keresahan banyak orang yang telah menjadi kebiasaan terutama di kalangan pejabat. Apalagi kalau bukan soal Rasuah. Beranda YouTube saya tiba-tiba muncul video Angelina Sondakh, di organisasi teman-teman membicarakan terkait Luthfi Hasan Ishaaq maupun Suryadharma Ali dan bahkan di tongkrongan pun topik yang dibahas terkait Setya Novanto dan Gayus Tambunan. Kalau kita lihat mereka semua memiliki latar belakang yang sama, sama-sama pejabat negara dan sama-sama seorang koruptor atau mungkin kita panggil saja maling biar kesannya tidak kasar.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah golongan Intelektual yang seharusnya menjadi teladan tapi dengan bodoh dan sadarnya melakukan tindakan merugikan negara hanya demi membuat gemuk isi kantongnya. Contohnya kita lihat Setya Novanto, alumnus jurusan akuntansi di salah satu universitas swasta terkemuka di Jawa Timur yang juga pernah terpilih sebagai pria tampan Surabaya tahun 1975. Dia adalah pengusaha, ketua umum partai GOLKAR sekaligus Ketua DPR RI periode 2014-2019 yang merugikan Negara sebesar 2,3 T dari proyek pengadaan E-KTP. Atau Luthfi Hasan Ishaaq anggota Komisi 1 DPR RI periode 2009-2014 yang juga mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kedapatan menerima suap Rp 1,3 M terkait kuota impor daging sapi. Mereka berdua adalah orang yang berpendidikan, tapi apakah perbuatannya patut dijadikan teladan? Untuk keinginan memperkaya diri mungkin iya, tapi tidak dengan cara yang dilakukannya.
Andaikan korupsi adalah sebuah profesi, tentu akan menjadi profesi yang sangat menjanjikan. Korupsi miliaran bahkan triliunan tapi cuma dibayar hitungan tahun. Coba bandingkan dengan TKI di Jepang atau Korea yang punya kontrak kerja 3 tahun ketika pulang rata-rata mereka mengantongi uang sekitar Rp 300-400 jutaan. Hhmmm sebuah ketimpangan yang signifikan bukan?
ADVERTISEMENT
Tapi yang namanya kejahatan tetaplah kejahatan. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang sangat hina karena melukai hati rakyat. Bagaimana tidak, pajak yang dihasilkan rakyat dari jerih payah mereka untuk kemajuan negara, malah disalahgunakan oleh oknum yang mengatasnamakan dirinya Wakil Rakyat. Pantas negara ini sulit maju, benar apa yang dikatakan pak Artidjo Alkotsar “Tubuh Negara tidak akan pernah sehat kalau di dalamnya banyak terjadi korupsi” tentu ini sebuah hal yang sangat ironis, belum lagi ketika hukuman yang diberikan tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Hukuman belasan tahun nantinya terpotong menjadi beberapa tahun karena adanya remisi, belum lagi berbagai macam fasilitas yang didapat ketika berada di Lapas.
Kita tentu masih ingat dalam liputan Mata Najwa episode Pura-pura Penjara yang tayang pada 25 Juli 2018. Dalam tayangannya Najwa Shihab melakukan Sidak di Lapas Sukamiskin yang dihuni para Napi Tipikor di mana salah satunya adalah Setya Novanto. Dalam tayangan tersebut didapati dia berada di kamar lapas yang sederhana tapi nyatanya adalah sebuah fake belaka. Kamar aslinya berukuran 2 kali lebih besar dari ukuran standar juga dilengkapi fasilitas penunjang yang tidak dimiliki napi lainnya. Masih dalam tayangan yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga mengatakan bahwa kebutuhan napi selama di lapas ditanggung oleh dana APBN. Greget mendengarnya, serasa ingin melakukan tendangan kungfu tapi bingung melampiaskannya ke siapa.
ADVERTISEMENT
Namanya juga penjahat, dikasih jabatan nilep uang rakyat, di lapas pun biaya hidupnya ditanggung rakyat. Yah, begitulah koruptor tak lebihnya bak benalu yang menjadi beban bagi rakyat dan sampah masyarakat.