Konten dari Pengguna

Sengkarut Tantangan di Awal Kepemimpinan Prabowo Subianto

Rezza Ardianto
Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Krisnadwipayana Jakarta
27 Februari 2025 10:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rezza Ardianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar aksi demo yang dilakukan mahasiswa. Sumber dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gambar aksi demo yang dilakukan mahasiswa. Sumber dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun yang lalu tepatnya saat akan diadakan pemilihan kepala desa baru di kampung halaman saya yang ada di kota Pati, para tokoh masyarakat mendirikan posko yang tersebar di sejumlah titik di wilayah desa. Tujuannya sebagai tempat pengawasan agar Pemilu berjalan lancar, tertib dan aman sampai hari dimana dilaksanakannya pencoblosan. Posko yang didirikan secara semi permanen ini juga dijadikan sebagai posko keamanan karena dikhawatirkan akan terjadinya gesekan antar pendukung.
ADVERTISEMENT
Fasilitas yang nantinya akan didapat menjadi alasan kenapa orang akan berusaha keras serta tidak segan-segan menggelontorkan dana kampanye besar agar dirinya terpilih menjadi orang nomor satu tingkat desa.
Sejumlah fasilitas seperti gaji bulanan serta mendapat akses pengeloalan tanah negara secara langsung menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap calon, disamping juga menjadi tokoh yang dipandang di lingkungan masyarakat setempat.
Dari pengamatan saya, menjadi kepala desa mendapatkan tunjangan finansial besar, setidaknya lebih dari sekedar cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari yang notabennya biaya hidup di desa relatih terjangkau dibandingkan di kota.
Dua kepala desa yang sebelumnya terpilih di kampung saya, semuanya memiliki kehidupan finansial yang wah dibanding masyarakat sekitar yang umumnya beprofesi sebagai petani. Ini bisa dilihat dari bangunan rumah serta banyaknya mobil yang terparkir di garasi.
ADVERTISEMENT
Meskipun mendapat berbagai macam fasilisitas negara, gaji bulanan, iming-iming menjadi tokoh yang di pandang, serta usahanya dalam masa kampanye yang tidak mudah nyatanya justru ada sebagian orang yang malah melepas jabatan ini secara sukarela.
Ada salah satu artikel yang cukup menyita perhatian saya, yang mana diartikel tersebut menyatakan bahwa seorang kepala desa mengundukan diri dari jabatannya dengan alasan ingin bekerja kembali ke luar negeri. Hal pertama yang langsung terlintas difikaran adalah, apakah ini bagian dari #KeluarAjaDulu?, sebuah tagar yang saat ini sedang banyak digaungkan dimana ini merupakan ajakan untuk anak-anak muda pergi keluar negeri. Sebagai bentuk kekecewaan atas kondisi yang terjadi di Indonesia.
Sulitnya mendapat lapangan pekerjaan, rendahnya upah dan ketimpangan sosial menjadi pemicu utama munculnya fenomena #KeluarAjaDulu. Tak bisa dipungkiri bahwa kelayakan hidup di negara ini masih jauh dari kata layak, bagaimana potensi sumber daya alamnya serta bonus demografi nyatanya masih menempatkan kita di antara deretan negara berkembang.
ADVERTISEMENT
Belum lagi aksi #IndonesiaGelap yang dilakukan mahasiswa akhir-akhir ini untuk menyuarakan ketidakpuasan serta kekecewaan akibat kebijakan negara dibawah pimpinan Prabowo Subianto menambah daftar aksi-aksi atas situasi yang terjadi sekarang.
Rasa-rasanya memang terlalu dini bila menyalahkan pemerintahan sekarang, mengingat bahwa masa kepemimpinan Prabowo Subianto pun masih terhitung ratusan hari dari jatah 5 tahun. Ekspetasi masyarakat yang tinggi dari seseorang yang sebelumnya berkali-kali mencalonkan presiden seakan menjadikan kita melihat ada sesuatu yang lebih dari sosoknya. Mengingat di kepemimpinan sebelumnya kita disibukkan dengan masalah satu keluarga.
Memang kenyataannya selama ini kita dibuat pusing dengan realita yang ada, akses lapangan kerja yang terbatas, kelayakan pekerjaan yang belum merata, upah kerja yang ada di kisaran jutaan, angka kemiskinan dan pengangguran yang tinggi dan kita dipaksa berfikir dan mengkonsumsi dengan nilai angka triliunan yang bisa dikatakan diluar nalar. Gimana nggak keluar aja dan makin gelap tuh,
ADVERTISEMENT
Yang terbaru pemerintah mendirikan Danantara dimana ini akan mengelola aset BUMN di Indonesia dengan nilai 15.000 triliuan. Berkaca dari kasus E-KTP, Jiwasraya, Taspen dan Asabri, ada rasa was-was yang dirasakan masyarakat karena khawatir menjadi celah terjadinya kasus korupsi yang kesekian kali. Apalagi angkanya yang mencapai ribuan triliun. Belum lagi sikap hukum yang seakan-akan tajam kebawah tapi tumpul keatas.
Kasus korupsi Harvey Moes senilai 300 triliun mendapat hukuman penjara 6 tahun sebelum akhirnya naik banding, kasus PT. Duta Palm Group senilai 100 T dimana pemiliknya dihukum 16 tahun, terbaru kasus korupsi Pertamina Petra Niaga atas aksi para petingginya yang merugikan negara 193 triliun,
Selama ini kita selalu disajikan dengan kasus-kasus mega korupsi yang saking seringnya seakan-akan menjadi hal biasa dan lumrah. Ketidak adilan atas hukuman yang didapat menjadikan tidak adanya efek jera atas tindakan korupsi yang dilakukan. Masalah ini menjadi hal yang lagi-lagi menjadi PR di pemerintahan yang kini dipimpin Prabowo Subianto. Setidaknya perampasan aset atau di miskinkan bagi pelaku koruptor adalah hukuman yang setimpal..
ADVERTISEMENT
Belum lagi masalah utang negara yang nyaris 8.000 triluan, masalah inflasi, hingga biaya IKN senilai 466 triliun. Kita dibuat mabok dengan angka-angka yang jumlahnya tidaklah sedikit. Apalagi ditambah sederet kasus pejabat yang melakukan blunder serta sikap aparat yang baru bertindak ketika suatu kasus sedang ramai diperbincangkan. makin menjadi klimaks dari rasa kekecewaan yang ada.
Sederet masalah yang ada, tak mengherankan jika tagar #KeluarAjaDulu dan #IndonesiaGelap mengemuka ke permukaan. Tentu ini harus menjadi perhatian yang serius dan pemerintah tidak boleh menutup mata. Apalagi dengan target menuju Indonesia Emas 2045 maka evaluasi dan perbaikan adalah langkah nyata yang harus dilakukan.
Jangan sampai negara sebesar ini kehilangan putera-puteri terbaik yang dimiliki dan malah menjadikan Indonesia menjadi gelap gulita
ADVERTISEMENT
Masih ada waktu 4 tahunan di periode pertama kepemimpinan Prabowo Subianto untuk berbenah, dan masih ada 20 tahun lagi untuk menuju target Indonesia Emas 2045. Waktu yang seharusnya cukup untuk dimanfaatkan mengejar target serta visi misinya.
Ingat bahwa waktu 20 tahun adalah waktu yang dibutuhkan oleh samurai negeri Wano dalam menaklukkan yonko Kaido, jadi tidak ada alasan untuk kurangnya waktu,
Tepatnya kebijakan yang dibuat, Kestabilan ekonomi negara, meratanya akses pendidikan dan kesehatan menjadi kunci untuk menjadikan Indonesia negara yang maju dan sejahtera masyarakatnya. Dan tentu saja Indonesia Emas 2045 bukanlah sebuah kemustahilan untuk diraih bersama.