Konten dari Pengguna

Batas Usia Mempersulit Kehidupan, Bagaimana Peran Pemerintah?

rifda
Seorang Mahasiswi di Universitas Negeri Surabaya
10 November 2024 13:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari rifda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Mencari Pekerjaan (sumber: https://www.pexels.com/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mencari Pekerjaan (sumber: https://www.pexels.com/)
ADVERTISEMENT
Zaman sekarang mencari pekerjaan merupakan hal yang membutuhkan tantangan dan menjadi permasalahan besar bagi masyarakat. Apalagi pada beberapa waktu terakhir banyak masyarakat yang mengeluh mengenai batas usia dalam mencari pekerjaan. Dapat dilihat dalam forum media sosial seperti X, dimana ada beberapa cuitan masyarakat yang mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kebijakan dalam rekrutmen pegawai. Perdebatan terhadap problematika ini ramai diperbincangkan karena adanya pembatasan kebijakan mengenai batas usia dalam lowongan pekerjaan, yaitu pelamar maksimal berusia dibawah 30 atau bahkan 25 tahun. Hal ini tentu saja akan menimbulkan pro dan kontra bagi segenap masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adanya pembatasan usia bagi pekerja ini mungkin dilakukan oleh perusahaan untuk menjaga produktivitas pekerjaan. Padahal di umur 20-40 tahun itu manusia masih dalam masa produktifnya dan dianggap masih mampu untuk bekerja. Mungkin juga para HRD menganggap bahwa pegawai yang berusia muda lebih memiliki kreativitas dan inovativitas sehingga menjadi investasi jangka panjang perusahaan. Selain itu, pegawai yang berusia muda juga lebih mudah untuk diarahkan karena belum memiliki tanggung jawab yang besar serta lebih fleksibel untuk melakukan pekerjaan. Namun, realitanya hal tersebut tidak benar dan kebijakan mengenai batas usia malah mempersulit para pelamar kerja untuk mencari lapangan pekerjaan.
Salah satu contoh lowongan pekerjaan yang pernah saya temui dalam forum media sosial X yaitu, pada sebuah perusahaan membuka lowongan pekerjaan dengan memberikan syarat pelamar berusia maksimal 22 tahun dan pendidikan minimal S1. Adanya kebijakan rekrutmen ini sangat tidak masuk akal karena pada umumnya mahasiswa S1 lulus pada umur 22 atau 23 tahun dan perlu diingat bahwa tidak semua orang bersekolah dengan tepat waktu. Sebenarnya tidak hanya masalah batas usia saja, adanya kualifikasi lowongan pekerjaan yang tidak masuk akal lainnya seperti minimal pengalaman bekerja dan diskriminasi gender juga menjadi suatu masalah bagi masyarakat dalam mencari pekerjaan. Pelamar yang seharusnya mumpuni secara pengalaman, pendidikan, dan skill tidak akan terpilih karena terhalang dengan kebijakan yang memberatkan dan tidak masuk akal. Sebenarnya masih ada lowongan pekerjaan yang tidak mencantumkan usia. Namun, pekerjaan ini sangat susah dicari dan kebanyakan merupakan pekerjaan yang tidak relevan dengan skill atau kemampuan yang dimiliki para pelamar kerja, sehingga menjadikan mereka enggan untuk melamar kerja.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya kebijakan pembatasan usia ini, kesejahteraan sosial masyarakat akan terdampak. Masyarakat yang sulit dalam mencari pekerjaan akan mengalami masalah dalam keuangannya, sehingga akan memicu ke kesehatan mental atau bahkan kesehatan fisiknya. Stress yang berlebihan, cemas, dan depresi merupakan contoh dari gangguan mental. Belum lagi mendapatkan tekanan dari lingkungan terdekat, seperti keluarga yang sering membandingkan dengan orang lain, tetangga yang sering nyinyir, dan teman-teman yang sudah mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut dapat mempengaruhi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Pembatasan usia dalam lowongan pekerjaan, juga menimbulkan adanya ageism (diskriminasi usia) dalam mencari pekerjaan. Kebanyakan lowongan kerja mencantumkan batas usia sekitar 23-25 tahun. Dimana hal ini sangat merugikan pekerja yang sudah berumur atau umurnya lebih dari batas usia dalam lowongan pekerjaan, dengan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki tetap tidak akan menjadi pengaruh untuk mendapatkan pekerjaan. Namun, tidak hanya merugikan pekerja yang berumur saja banyak juga fresh graduate yang frustasi dalam mencari lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Seharusnya kemampuan seseorang dalam bekerja tidak hanya dipengaruhi soal umur saja, namun yang terpenting adalah pengalaman, skill, kompetensi, dan rasa ingin berkembang serta belajar. Tentu saja ketidakadilan ini tidak boleh dinormalisasi. Bila pembatasan usia dalam proses rekrutmen ini dinormalisasi malah akan membuat orang yang memiliki keahlian tidak mempunyai kesempatan dalam lapangan kerja.
ADVERTISEMENT
Penerapan batasan usia ini tidak hanya terdapat pada perusahaan formal seperti perusahaan pemerintah maupun swasta, tetapi perusahaan non formal seperti kafe atau franchise juga menerapkan hal tersebut. Dengan begitu perusahaan atau pemberi kerja semena-mena dalam menetapkan kebijakan rekrutmen pegawai ini akan mengakibatkan pengaruh besar dalam kelangsungan hidup masyarakat. Dapat dilihat saja pada data BPS (Badan Pusat Statistik) yang memperlihatkan angka pengangguran di Indonesia per februari 2024 mencapai angka 4, 82%. Data tersebut menjadi patokan bahwa masih adanya masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan. Hal ini tentunya diakibatkan oleh imbas dari adanya pembatasan usia dalam lowongam pekerjaan, kurangnya lapangan pekerjaan yang sesuai, dan banyaknya PHK.
Banyak negara yang melarang adanya ageism dalam lapangan pekerjaan. Dapat dilihat pada negara Jerman dan Amerika Serikat, dimana kedua negara ini mempunyai kebijakan pemerintah untuk mengatasi adanya praktik ageism dalam lapangan pekerjaan. Amerika Serikat memiliki ketentuan hukum yang mengatur adanya diskriminasi usia ataupun pendidikan dalam lowongan pekerjaan. Sedangkan di Jerman, warga memiliki hak untuk mengajukan gugatan apabila adanya praktik diskriminasi terhadap lowongan pekerjaan. Nah sekarang bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Apa hal yang sudah ditentukan untuk mengatasi permasalahan ini? Bagaimana upayanya?
ADVERTISEMENT
Pemerintah seharusnya dapat bersikap tegas dengan adanya diskriminasi ini. Dampak negatif dari adanya hal ini dapat memberikan kerugian bagi pemerintah sendiri karena akan meningkatkan angka pengangguran sehingga timbul masalah mengenai pertumbuhan ekonomi pada masyarakat dan menyebabkan ketimpangan sosial dalam masyarakat semakin besar. Maka dari itu, perlunya pembuatan kebijakan untuk melarang adanya pencantuman batasan usia dalam lowongan pekerjaan. Selain itu, perlu juga adanya ketentuan atau sanksi hukum untuk perusahaan yang tetap melakukan pembatasan rekrutmen dalam lowongan pekerjaan tanpa adanya alasan yang jelas. Dengan begitu perusahaan-perusahaan akan mikir dua kali untuk mencantumkan batas usia dalam lowongan pekerjaan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.