Kartini: Potret Pembebasan dan Pembangunan Perempuan

Rully Raki
Pengajar Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula
Konten dari Pengguna
22 April 2024 8:53 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rully Raki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto R.A. Kartini. Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto R.A. Kartini. Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia mengenangkan hari Kartini, salah seorang pahlawan wanita spesial. Spesialnya Kartini ini, bukan hanya karena ia adalah seorang wanita di antara banyaknya pahlawan pria.
ADVERTISEMENT
Kartini spesial terutama karena cara berpikir dan perjuangannya yang khas di mana ia menjadi ikon sekaligus pejuang yang berusaha menempatkan perempuan dan kehidupan mereka untuk memperoleh kesetaraan dan hidup yang lebih baik di tengah dominasi laki-laki dalam kebudayaan dan situasi penjajahan Barat serta keterbelakangan bangsa Indonesia saat itu.
Hal menarik lebih jauh adalah status Kartini sebagai pahlawan yang spesial tadi bukanlah merupakan sesuatu yang statis. Layaknya sebuah film, posisi Kartini bukan seperti film yang diakhiri dengan tulisan tamat, tetapi kisah Kartini adalah kisah yang bersambung.
Maksudnya adalah status dan peran Kartini sebagai pahlawan spesial bisa terus menjadi hal yang kontekstual. Kontekstualitas itu dimungkinkan apabila peran dan posisi Kartini selalu dimaknai secara baru dalam keterlibatan para perempuan di masa ini untuk membebaskan diri dan terlibat dalam pembangunan bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT

Kartini, Pikiran dan Gerakan out of the box

Kontekstualis perempuan untuk pembebasan dan pembangunan, bisa dilihat lebih jauh, apabila terdapat pemahaman konteks dan kehidupan Kartini pada masanya. Situasi di mana Raden Ajeng Kartini hidup, yakni sekitar tahun 1879-1904 merupakan situasi yang penuh dengan keterjepitan. Dalam situasi yang terjepit ini, membuat tidak banyak orang yang bisa berpikir, apalagi wanita, untuk berpikir dan bertindak untuk kesejahteraan orang lain dalam jumlah yang banyak.
Situasi yang terjepit dalam pada masa itu disebabkan oleh konteks penjajahan dan konteks budaya, adat dan tradisi yang masih sangat kental. Tentu dalam situasi penjajahan Belanda dan kekentalan budaya akibat dominasi kaum priyayi, tidak banyak ruang kebebasan dan kesejahteraan pada rakyat biasa, apalagi para perempuan (Sudrajat, 2007).Konsekuensi logis dari situasi ini adalah hampir sulit dibayangkan bagaimana bisa berpikir untuk menciptakan hidup yang lebih baik, terutama untuk kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Situasi demikian bisa terjadi karena pertama, dalam konteks penjajahan, hampir sulit ditemukan ruang untuk menciptakan gerakan yang bisa membantu memberikan perbaikan kehidupan dan kesejahteraan. Hal ini terjadi karena sistem kapitalisme yang terjadi di Indonesia membuat hampir semua sumber daya dan hasil bumi didominasi dan dikuasai oleh penjajah kolonial Belanda.
Hal kedua yang membuat keadaan semakin sulit ialah pola pikir dan paradigma modern yang belum menyentuh wilayah Indonesia. Hal ini berkonsekuensi pada kondisi rakyat kecil apalagi kaum wanita yang tidak bisa berpikir lebih maju dari wilayah domestik yang didimonasi oleh kepatuhan dan keterikatan tradisi dan budaya yang masih didominasi kekuatan patriarki dan perbedaan kelas, antara yang kaya dan yang miskin.
Meskipun situasinya demikian, hal yang luar biasa terjadi adalah bahwa situasi yang hampir tidak mungkin dan penuh dalam kesulitan, seorang Kartini mampu memberikan terobosan baru. Hal itu terlihat dalam tindakan beliau yang membuka sekolah bagi perempuan di Rembang (Djumbur, 1996) dan ia menjadi inspirasi bagi pembukaan Sekolah Kartini tahun 1913 (Hartinik, 2015).
ADVERTISEMENT
Tentu gerakan ini merupakan gerakan yang sangat berbeda dan luar biasa, sehingga bisa menempatkan Kartini sebagai perempuan cerdas yang bisa berpikir out of the box (di luar kotak dan konteks) di dalam konteks masyarakat yang masih kental dengan budaya dan tekanan politik yang tidak kecil dalam situasi penjajahan. Spirit, semangat berpikir out of the box dan tindakan Kartini yang demikianlah yang menjadi dasar bagi para perempuan untuk membebaskan diri dan terlibat dalam pembangunan.

Kartini, Perempuan, Pembebasan dan Pembangunan

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah Perang Dunia II, bangsa Indonesia lepas dari penjajahan Kolonial Belanda. Berkat perjuangan bersenjata, diplomatik dan kebangkitan nasionalismenya, para bapa bangsa membawa Indonesia masuk ke dalam babak baru kehidupan dalam situasi kemerdekaan. Dalam babak baru itu, bangsa Indonesia lantas berbuat banyak hal untuk mengisi kemerdekaan dengan menjalankan berbagai model pembangunan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pembangunan yang terjadi pada berbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun sisi lainnya, diciptakan untuk menjadikan bangsa Indonesia bukan hanya sebuah bangsa yang merdeka tetapi juga bangsa yang sejahtera, adil dan makmur. Untuk menjalankan itu, tentunya bangsa ini membutuhkan bukan hanya modal berupa sumber daya alam ataupun uang, tetapi membutuhkan sumber daya manusia yang mewujud dalam tenaga yang berkualitas dari bangsa Indonesia sendiri.
Kebutuhan akan tenaga berkualitas mengandaikan adanya ketersediaan sumber daya manusia memadai dan bermutu baik secara kuantitas maupun kualitas. Sumberdaya yang memadai dan bermutu itu penting agar semua sumber daya manusia bangsa Indonesia dapat bekerja dan berakselerasi untuk mendukung dan memperlancar proses Pembangunan pada berbagai bidang.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks demikian, peran dan keterlibatan semua warga negara dalam berbagai sisi dan di berbagai aspek sangat diperlukan. Untuk itu, maka bukan hanya para lelaki yang perlu terlibat dan bekerja di dalam pembangunan, tetapi juga peran dan keterlibatan para wanita sangat dibutuhkan. Berkaitan dengan ini, pemerintah memang sudah memfasilitasi banyak program untuk pembangunan dan pengembangan perempuan agar terlibat lebih aktif di dalam Pembangunan.
Beberapa program di antaranya seperti menjalankan Agenda Pembangunan Berkelanjutan dengan pelibatan perempuan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, baik pada tingkat nasional, daerah maupun di desa. Selain itu, pemerintah juga melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, juga melaksanakan kegiatan untuk membantu meningkatkan kapasitas perempuan dengan menjalankan program seperti Program Prioritas Nasional Kebijakan Kepemimpinan Perempuan Pedesaan tahun 2023 yang lalu (kemenppa.go.id).
ADVERTISEMENT
Program-program demikian, tentu diharapkan bisa berguna dan membantu kaum perempuan. Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya, apakah program-program ini sungguh bisa berdampak lebih lanjut bagi perubahan perempuan? Sejatinya bahwa hal yang bisa mengubah kaum perempuan harus berasal dari para perempuan itu sendiri.
Oleh karena itu, patut diselidiki lebih jauh, apakah program-program yang sudah diluncurkan untuk kaum perempuan itu, berasal dari para perempuan? Ataukah itu semua hanyalah program dipasang saja, atau asal ada saja supaya kelihatan keterlibatan kaum wanita di dalam Pembangunan, namun belum tentu itu berasal, dilaksanakan dan untuk kaum perempuan? Jika memang permasalahannya demikian, bagaimana bisa mengefektifkan keterlibatan perempuan di dalam pembangunan?
Berkaca pada situasi Kartini di masanya yang mengalami keterjepitan, hal yang patut dimengerti oleh bangsa ini adalah bahwa sebenarnya situasi sekarang tidak cukup berbeda jauh dengan situasi bangsa yang penuh dengan berbagai keterjepitan seperti di masa Kartini. Dikatakan demikian karena bangsa ini masih dihimpit oleh sistem ekonomi kapitalis global yang memberikan dampak yang tidak kecil ekonomi dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, situasi budaya kerja bangsa yang masih rendah akan produktivitas, menjadikan perbedaan kelas antara masyarakat ekonomi lemah dengan mereka berekonomi kuat, yang sepertinya tidak bisa hilang akibat masyarakat kelas ekonomi lemah yang semakin enggan berusaha karena terus disokong oleh bantuan dan subsidi pemerintah.
Menghadapi situasi ini, maka tindakan dengan spirit sebagaimana yang pernah dibuat Kartini sangat diperlukan. Yang pertama ialah penting bagi bangsa ini, terutama kaum perempuan yang masuk dalam masyarakat ekonomi lemah untuk menyadari secara internal berbagai situasi kesulitan yang melilit mereka.
Kesadaran ini kemudian mesti bisa membawa pada langkah selanjutnya yakni berani untuk keluar dari lingkaran kesulitan, menggalang kebersamaan atau persatuan di antara sesama perempuan. Lingkaran inilah yang seharusnya menjadi aktor yang mendorong dan menciptakan berbagai program kreatif untuk pengembangan dan pemberdayaan kaum perempuan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Hal ini hanya bisa diwujudkan jika para perempuan, sebagaimana Kartini dapat berpikir out of the box. Hal ini berarti bahwa persepsi dan perspektif untuk melihat hidup dari kacamata yang berbeda perlu dibangun oleh para wanita. Bahwa keberadaan seorang wanita, selain menjalankan peran alami sebagai ibu yang melahirkan dan membesarkan anak, tetapi juga mesti juga turut ambil bagian dalam tanggung jawab kesejahteraan anak dan keluarga.
Hal inilah yang bisa menjadi dasar bagi keterlibatan wanita di dalam dunia kerja dan fondasi bagi perjuangan dan pengakuan akan kesetaraan gender yang masih cukup sulit diakui dan dipraktikan dalam masyarakat dengan kebudayaan yang didominasi oleh kaum laki-laki. Meskipun agak sulit, namun sebenarnya, Proses berpikir yang demikian sebenarnya bukan merupakan hal baru bagi kaum wanita, karena gerakan-gerakan feminisme dan perjuangan-perjuangan untuk kesetaraan gender merupakan buah-buah dari pikiran kaum wanita yang sangat berbeda atau out of the box.
ADVERTISEMENT
Dengan dua hal di atas, yakni spirit untuk bergerak dan menggalang persatuan untuk berjuang bersama bagi kaum perempuan dan pola pikir yang berbeda atau out of the box dapat menjadi modal dasar bagi kaum perempuan untuk pembebasan dan Pembangunan. Dikatakan demikian karena dengan dua hal tadi, pertama perempuan dapat membebaskan diri dari berbagai situasi yang mengekang tetapi juga persatuan dan kebersamaan itu akan menguatkan perjuangan bagi pengakuan dan praktik mengenai kesetaraan gender.
Kedua, spirit dan pola pikir out of the box tadi dapat kemudian menyanggupi para perempuan untuk bersatu, terlibat dalam mengusahakan kesejahteraan keluarga dan bangsa, sehingga para perempuan dapat berakselerasi bersama kaum laki-laki dalam kesetaraan untuk bekerja demi pembangunan bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
Mungkin sekali bahwa dua hal ini, yakni menggalang persatuan dan menciptakan gerakan bersama yang didasari oleh proses berpikir yang tidak biasa (out of the box) merupakan dua hal utama yang bisa menjadikan kontekstualnya perjuangan Kartini bagi para perempuan di masa kini.
Dua hal itu jugalah yang tentunya membuat Kartini benar-benar optimis bahwa setelah situasi gelap yang dipenuhi dengan berbagai kesulitan dan keterjepitan terdapat terang yang bisa disongsong bersama, bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan bagi kaum wanita pada khususnya. Selamat Hari Kartini.