Negativitas Total, Politik dan Demokrasi Indonesia

Rully Raki
Pengajar Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula
Konten dari Pengguna
15 Februari 2024 13:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rully Raki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Debat 1 Capres 2024. Sumber: kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Debat 1 Capres 2024. Sumber: kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Proses menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah mulai mendekati titik akhir. Kegiatan-kegiatan mulai dari tahapan pencalonan sampai debat pasangan calon presiden dan wakil presiden telah berakhir. Sekarang bangsa ini tinggal menghitung waktu untuk masuk ke babak baru berdasarkan suara yang telah diberikan di bilik suara. Apa pun pilihan bangsa ini, akan menentukan nasib bangsa dan negara ini di masa yang akan datang. Sebab, pemimpin yang akan dipilih akan menjadi nahkoda kapal nusantara ini bagaimanakah dan ke manakah ia akan berlayar nanti.
ADVERTISEMENT
Teringat dinamika politik dan demokrasi yang terjadi hampir selama dua tahun terakhir ini. Tarik ulur kepentingan, keberpihakan, dominasi pemimpin partai politik sampai dengan dugaan intervensi penguasa yang dituding sebagai pelemahan demokrasi dan pelanggaran etika politik menjadi bagian dari dinamika politik dan demokrasi ini.
Resonansi fakta ini pun muncul dalam berbagai bentuk, tindakan hengkang dari partai oleh beberapa elit politik, proses peradilan penentuan kelayakan sebagai cawapres, penilaian masyarakat melalui survei atau tanggapan kritis dari warganet, serta aksi turun gunung penguasa, atau pun para akademisi dan turun ke jalan dari para mahasiswa di tanah air ini dan akhirnya persoalan film dokumenter Dirty Vote yang dianggap bisa mempengaruhi opini public mengenai mekanisme settingan oleh pihak tertentu dalam Pemilu (kumparan.com).
ADVERTISEMENT
Mungkin ada banyak orang yang menilai bahwa situasi ini sungguh dapat menggambarkan ketidaksinkronan antara cita-cita demokrasi negara ini dengan praksis dari praktisi demokrasi termasuk manuver politik elit politik dan penguasa. Sungguhkah ketidaksinkronan ini merupakan sebuah pertunjukan dari kesuraman penggung demokrasi dengan berbagi pengebirian proses politik dan demokrasi yang baik di tanah air?
Negativitas Total dan Politik Indonesia
Ilustrasi Theodor Adorno. Sumber: TribunnewsWiki.com
Melihat kejadian dan dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini, salah satu hipotesis logis yang dapat dikonstruksi adalah bahwa dominan warga nusantara ini menilai bahwa proses politik dan demokrasi di Indonesia sedang mengalami kemunduran. Namun hal yang mungkin tidak banyak disetujui orang adalah bahwa jika dipandang dalam spektrum yang lebih luas, baik atau tidaknya dinamika politik dan demokrasi di tanah air ini, tidak selalu mesti dinilai berdasarkan presepikif atau pun fakta yang menunjukkan suramnya demokrasi di Indonesia seperti di atas.
ADVERTISEMENT
Dikatakan demikian karena jika dipandang dari sisi terbalik, merebaknya tindakan negatif yang menimbulkan kecemasan dan koreksi rakyat terhadap demokrasi di tanah air merupakan hal positif dalam perspektif atau ruang pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Konsep yang melihat dari sisi negatif ini bisa dipakai ketika situasi ini diparalelkan dengan konsep pemikiran Negativitas Total dari Theodor Adorno. Konsep ini sederhananya melihat bahwa subjek bisa melampaui pengalaman negatif akibat keterbelengguan atas fakta objektif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri.
Theodor Adorno (1903-1969), sebagai salah satu tokoh Mazhab Kritis Frankfurt, berama Marcuse dan Habermas, menjelaskan bahwa negativitas total merupakan konsep pemikiran yang melihat bahwa sejarah ini selalu menampakan kerinduan manusia untuk menaklukan alam dengan mengembang rasionalitasnya. Pengembangan rasionalitas ini membuat manusia bekerja keras dan menaklukan alam dengan segala bentuk irasionalitas sebagai bagian dari proyek aufklarung atau pencerahan. Namun dalam perkembangannya, rasionalitas yang kemudian berwujud dalam pengembangan ilmu dan teknologi, kemudian membuat manusia atau subjek kembali terbelenggu kembali dan menjadi objek kemajuan yang diciptakan oleh manusia sendiri. Bagaimana mungkin manusia bisa bebas dari apa yang diciptakannya sendiri, hal inilah yang disebut Adorno sebagai Negativitas Total.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa mencapai kebebasan atas semua itu, manusia harus bisa melampaui keterbelengguannya atas objek yang diciptakannya melalui pengalaman penderitaan (negative) karena pengalam ini adalah pengalaman paling subjektif yang sekaligus melampaui subjek itu sendiri yang disebabkan oleh objek yang diciptakan manusia itu sendiri. Kebebasan yang tercipta hanya bisa didapatkan dengan menegasikan ketidakbebasan yang ada (Bertens, 2002).
Apabila dikaitkan dengan konsep pemikiran Adorno tadi, maka trend dan dinamika politik dan demokrasi di Indonesia, memiliki dua sisi. Sisi pertama ialah sisi negatif yang terlihat dari proses pelemahan demokrasi yang selama ini terjadi yang menimbulkan keresahan dan kegalauan politik di Indonesia. Tentu perihal pemelamahan ini terjadi akibat keinginan dan tindakan manusia yang ingin menjadi penguasa dan pengendali dinamika politik dan proses demokrasi. Beberapa hal itu terindikasi dari fakta mengenai kuatnya dominasi dan kendali para pemimpin partai, persoalan cacat hukum dalam proses pencalonan cawapres, bias kepentingan dalam keberpihakan penguasa, persoalan pro-kontra Film Dirty Vote, atau persoalan dugaan kecurangan yang mulai muncul dan dibicarakan setelah muncul angka-angka dari hasil hitung cepat hasil Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Namun, pada sisi lain, sisi negatif itu yang muncul akibat proses politik dan demokrasi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ini merupakan bentuk-bentuk kontribusi yang sangat menyumbang bagi pertumbuhan dan potensi pembebasan bagi demokrasi Indonesia. Pembebasan ini tentunya berangkat dari pengalaman-pengalaman subjektif yang dialami oleh rakyat Indonesia, yang sekiranya bisa memampukan rakyat untuk bisa melampaui subjektivitasnya. Hal-hal itu antara lain:
Pertama, sikap dan tindakan dominan dari para pemimpin dan pemilik partai telah melecut tindakan beberapa pihak untuk mengambil langkah keluar dari partai dan berusaha menciptakan jalannya sendiri dalam meraih kekuasaan. Proses ini sebenarnya bisa dilihat sebagai proses berani untuk menciptakan track atau jalan sendiri dan sekaligus memberikan pengalaman bahwa baik itu partai maupun subjek atau orang sebenarnya memiliki kontribusi yang sama besarnya dalam mempengaruhi dinamika politik
ADVERTISEMENT
Kedua, terlepas dari segala embel-embel kepentingan, sikap kritis atas mekanisme demokrasi, khususnya dalam kaitan dengan Pemilihan Umum 2024 ini, seperti validitas hukum bagi seseorang layak atau tidak menjadi seorang presiden dan wakil presiden merupakan fakta yang cukup menunjukan bahwa kesadaran bangsa ini akan hukum yang seharusnya tidak boleh hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Artinya bahwa hukum hanya diberlakukan untuk orang-orang tertentu dengan kepentingan tertentu. Banyak pengalaman di negara ini yang sudah berbicara dan menunjukan kekurangan saktian hukum dalam memberikan keadilan.
Hal ketiga berkaitan dengan netralitas pemimpin negara yang akhir-akhir ini diperdebatkan dan dikritik banyak orang. Bahwa selain itu menunjukan fakta tentang melek politik rakyat atas keberpihakan dan netralitas pemimpin, namun pada sisi lain hal ini juga menunjukan bahwa sikap mawas dalam memilih pemimpin yang tidak berpotensi melanggengkan politik dinasti atau keberpihakan berdasarkan alasan emosional dan sentimen-sentimen tertentu, sangat perlu diperhatikan. Sikap ini penting agar kenyamanan dalam proses berdemokrasi bisa berjalan dan terlaksana tanpa menimbulkan kecemasan akan hilangnya nilai-nilai termasuk etika dalam proses politik dan demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keempat, terlepas dari komentar dan anggapan bahwa suara dan tanggapan dari akademisi kampus maupun mahasiswa merupakan tindakan para partisan, bahwa tindakan dan seruan yang telah dibuat itu merupakan bentuk nyata bahwa dalam berdemokrasi siapapun boleh bersuara namun dengan etika dan cara-cara yang santun dan elegan. Cara-cara ini merupakan bentuk dari kesadaran dan pertumbuhan demokrasi yang mengalami perkembangannya atas proses-proses yang dilihat atau dinilai telah membawa demokrasi di luar jalur yang benar.
Tangga kesadaran dan langkah ke depan
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Sumber: kumparan.com
Ada banyak peristiwa yang telah dan akan terjadi selama masa-masa Pemilihan Umum 2024 ini. Peristiwa-peristiwa itu pun tentu mendatangkan banyak dampak bagi rakyat Indonesia pada proses demokrasi dan juga mekanisme menjalankan kekuasaan atau politik. Di samping itu, bahwa hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa dalam jalan menuju proses politik dan demokrasi yang baik dan dewasa tidak selalu berjalan dalam jalur yang mulus dan ideal.
ADVERTISEMENT
Harus diakui bahwa demokrasi merupakan proses yang akan berjalan terus. Negara-negara yang lebih lama mengadopsi proses ini pun perlu waktu dan pengorbanan untuk bisa mencapai pada demokrasi pada level yang lebih stabil. Negara seperti Perancis yang telah memulai proses demokrasi dengan menggulingkan kekuasaan monarki di tahun 1789 yang lalu, masih saja membutuhkan usaha untuk membuat demokrasi dan kebebasan manusia di sana tetap terjamin di tengah persoalan-persoalan politik bangsa itu, seperti persoalan imigran dan sentimen antar etnis yang menimbulkan kerusuhan.
Namun demikian perlu untuk diperhatikan bahwa meskipun kadang berjalan di luar jalur dan rel yang seharusnya terjadi, kesadaran yang perlu ditumbuhkan adalah bahwa ke catatan-catatan berdasarkan peristiwa demokrasi perlu terus diingat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam memilih di waktu yang akan datang nanti. Selain itu, pengalaman-pengalaman negatif berdemokrasi, selain mesti dihadapi, dikritisi, namun pengalaman itu tetap dibutuhkan sebagai batu-batu fondasi bagi refleksi subyektif bangsa ini agar bisa bertindak melampaui dan membebaskan diri dari dinamika politik dan demokrasi yang negative di waktu yang akan datang. Proses-proses sulit dan pahit seperti demikian kadang mesti dialami dan dipelajari bangsa ini sebagai tangga-tangga kesadaran untuk mencapai kematangan, pencerahan atau serta pembebasan dalam berpolitik dan berdemokrasi di Indonesia saat melangkah depan
ADVERTISEMENT