Pilpres 2024, Peningkatan Gizi, dan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Rully Raki
Pengajar Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula
Konten dari Pengguna
6 Februari 2024 8:58 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rully Raki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Debat Calon Presiden 2024. Sumber: kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Debat Calon Presiden 2024. Sumber: kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Debat Capres putaran ke 5 sebagai bagian dari Pilpres 2024 baru saja berlalu beberapa hari. Terlihat secara gamblang dalam debat, masing-masing capres mengeluarkan kemampuannya. Hal itu terlihat dalam program-program yang ditawarkan, mulai dengan penegakan keadilan atas ketimpangan, peningkatan dana desa, program Kesehatan desa, KTP sakti, atau pun penyediaan nakes (tenaga kesehatan) yang memadai. Hal itu dibuat untuk memastikan bahwa mereka lebih baik daripada yang lain untuk menjadi jawara dalam Pilpres nanti.
ADVERTISEMENT
Di antara tawaran-tawaran solusi untuk meningkatkan kesejahteraan, terselip janji salah satu pasangan capres dan cawapres yang tetap konsisten sejak awal, yakni mengenai suplai gizi untuk ibu hamil dan anak-anak demi mencegah masalah stunting dan menciptakan generasi Indonesia yang unggul di masa Indonesia Emas nanti.
Tidak ada yang meragukan bahwa program ini merupakan salah satu program yang baik dan visioner. Namun ada juga pertanyaan yang bisa muncul di situ, sampai kapan program bantuan peningkatan makanan bergizi itu akan dijalankan? Apakah hal ini tidak menciptakan dependensi baru dalam hal ekonomi dan kesejahteraan rakyat terhadap rezim yang berkuasa?

Program Peningkatan Gizi

Program peningkatan gizi rakyat Indonesia yang diinisiasi oleh pemerintah, bukanlah hal yang baru. Sejak masa Orde Lama, program menyediakan makanan 4 sehat, 5 sempurna sudah ada (Rahmat, 1981). Bahkan ketika masuk masa Orde Baru, hal itu semakin diperkuat dengan memasukkan wacana-wacana bacaan sekolah dasar seperti salah satu bacaan di Sekolah Dasar mengenai kehidupan harian dari keluarga Budi. Nasi, sayur, lauk-pauk ditambah susu, menjadi komposisi yang sempurna untuk makanan yang sehat.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini, kemudian mengkonsturksi bahwa makanan yang baik, sehat dan yang ideal adalah makanan sebagaimana yang ada di dalam bacaan itu. Tentu kondisi ini kemudian berpotensi meminggirkan makanan-makanan lokal yang sebenarnya tidak kalah nilai gizinya ketimbang makanan hasil konstruksi pemerintah.
Konstruksi tentang makanan yang sehat ini kemudian diperkuat dengan subsidi memberikan makanan tambahan bagi anak-anak sekolah (Kompas.com, 28/03/2018). Waktu itu, sekitar tahun 1995, di daerah-daerah banyak sekali kegiatan pemberian makanan tambahan untuk anak-anak sekolah, terutama yang berada di sekolah dasar.
Di masa reformasi, akibat pergolakan politik, sebagai salah satu penyebabnya, program-program ini kemudian dihentikan. Lalu tidak pernah terdengar lagi pengadaan program ini, karena mungkin dana itu sudah dialihkan dalam bentuk yang lain, seperti pengadaan bantuan sosial.
ADVERTISEMENT
Sekarang dalam masa kampanye Capres dan Cawapres untuk Pilpres 2024, salah satu pasangan calon kemudian memunculkan kembali program ini. Banyak tanggapan yang muncul atas program ini, mulai dari pandangan yang mendukung dan mereka yang tidak mendukung. Sementara ini, mereka yang mengangkat program ini berargumen, bahwa program ini merupakan basis untuk mempersiapkan generasi yang unggul di masa Indonesia Emas nanti. Namun pertanyaannya adalah sampai kapan program ini akan digulirkan? Apakah ia bisa terus dilaksanakan sampai sekitar 20 tahunan ke depan?

Menelisik Peningkatan Gizi

Ilustrasi Pemberian Makanan Bergizi. Sumber: kumparan.com
Sudah seperti yang dikatakan, bahwa program perbaikan gizi untuk ibu hamil dan anak-anak merupakan program yang baik dan visioner. Namun jika dikaji dan ditelisik lebih jauh, selain program ini harus dijalankan dalam waktu yang lama, dalam perspektif pembangunan, program ini mesti dirancang secara lebih rinci dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dikatakan lebih rinci karena untuk menjalankan program ini, selain membutuhkan dana yang tidak sedikit, mengingat penduduk Indonesia yang mencapai 278 juta jiwa, bahwa sasaran program ini harus dipastikan sehingga pengadaan program ini tidak menciptakan masalah baru. Masalah baru yang tercipta mulai dari pengawasan aliran dana, yang bisa saja mengalami kebocoran, tetapi juga soal pihak yang mengadakan makanan itu, yang renta dimonopoli oleh pihak tertentu.
Hal itu mungkin sekali terjadi karena jika mekanisme bantuan tidak terkoordinasi dengan baik dalam artian persiapan penyedia bahan makanan, mulai dari pusat sampai ke daerah, maka mungkin sekali, bahwa yang bisa menangani program ini hanyalah vendor-vendor yang bisa menyediakan makanan dalam jumlah yang besar.
Dalam konteks ini, orang-orang di level lokal yang tidak bisa sampai ke situ hanya akan menjadi penonton dalam hal ini. Penyerapan dana untuk program ini kemudian akan menjadi monopoli pihak tertentu dan apabila sudah dimonopoli tidak diragukan lagi akan muncul masalah berikutnya adalah penggunaan dana yang hanya akan menguntungkan pihak tertentu. Dana dari pemerintah akan bocor pada titik ini.
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan itu, program penyediaan makanan bergizi mesti bisa diperinci dengan jelas, apakah makanan bergizi itu berada dalam standar yang pakem, sehingga hanya satu atau dua jenis makanan saja yang masuk dalam standar pemerintah. Hal ini penting untuk tidak mengulangi wacana tentang makanan bergizi yang tidak akan berpihak pada penyedia pangan lokal, yang tentu akan menutup kemungkinan bagi orang-orang lokal untuk terlibat dalam program ini dan menyediakan makanan yang benar-benar bergizi untuk Masyarakat di level lokal.
Lebih jauh, dalam perspektif Pembangunan yang berkelanjutan, pemberian makanan yang bergizi tanpa merancang sistem yang bisa menyokong agar program ini bisa berjalan terus-menerus juga merupakan titik yang mesti diperhatikan oleh mereka yang merancang program ini. Dikatakan demikian, karena apabila hal ini tidak diperhatikan secara baik, maka alih-alih membantu menciptakan generasi yang unggul dan bergizi, program ini malah akan membuat dependensi ekonomi baru. Dalam bahasa sederhana, orang akan terus bergantung pada pemerintah karena sudah dimudahkan oleh makanan yang disediakan gratis oleh pemerintah
ADVERTISEMENT

Makanan Bergizi Berkelanjutan

Ilustrasi: Anak-anak diberikan makanan bergizi. Sumber: kumparan.com
Persiapan bangsa ini menuju masa Indonesia Emas tahun 2045 nanti merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Pemberian makanan yang bergizi merupakan salah satu Solusi yang tidak terelak. Meskipun demikian, mereka yang merancang program ini pun perlu untuk berpikir secara lebih jauh dan lebih luas, berbagai efek yang timbul dari sana.
Untuk itu pun, pemberian makanan yang bergizi tanpa merancang bagaimana sistem agar program ini bisa menjadi sebuah program yang berkelanjutan, di mana tanpa sokongan utama dari pemerintah nanti pun program ini tetap bisa berjalan, harus tetap berjalan. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan sistem, yang menyokong ketersediaan makanan bergizi, yang bukan hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah.
Hal pertama yang bisa dibuat adalah menyiapkan sumber daya manusia Indonesia, untuk bisa melihat bahwa ada begitu banyak jenis makanan yang bergizi yang bisa didapatkan dari lingkungan sekitar dan bisa dikonsumsi tanpa harus menunggu bantuan makanan dari pemerintah. Dalam konteks ini, jika bangsa Indonesia memiliki kapasitas pemahaman yang baik, maka masyarakat tidak hanya akan menunggu dan menjadi bergantung pada bantuan pemerintah tetapi rakyat sendiri akan memulai untuk mengedepankan pangan lokal yang bergizi yang bisa dikonsumsi. Hal ini pada gilirannya akan memberikan dampak ekonomi bagi penyediaan bahan makanan lokal dan biaya pengadaan makanan bisa ditekan.
ADVERTISEMENT
Kedua, selain hal di atas, hal yang tidak boleh dilupakan adalah makanan yang bergizi pun bisa hanya bisa diakses kalau bangsa ini memiliki penghasilan dari lapangan pekerjaan yang memadai. Sebab, dengan punya pekerjaan yang baik, bangsa ini punya kapasitas untuk membuat asap di dapur masing-masing tetap ada dan anak-anak pun bisa mengkonsumsi makanan yang bergizi dan untuk bersekolah dan mengetahui bahwa makanan bergizi sebenarnya tidak Tunggal, tetapi bisa didapatkan dalam ragam dan berbagai varian sesuai dengan situasi dan kondisi keberadaan.
Membangun bangsa yang unggul atau pun membangun generasi emas bukan pekerjaan sekali jadi, termasuk dalam satu periode kepemimpinan. Para calon pemimpin bangsa, termasuk semua yang akan menjadi jagoan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 nanti, perlu bijak melihat untuk mencapai itu perlu banyak tangga yang mesti dirancang dengan baik dan teliti dari mana ia berasal, bagaimana nanti ia berjalan, dan yang paling penting adalah bagaimana program itu menjadi berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, hendaknya program pemberian makanan yang bergizi, yang menjadi salah satu misi dari pasangan calon pemimpin negara ini, hendaknya tidak hanya menjadi janji yang bisa direalisasikan jika menang dalam satu masa kepemimpinan, tetapi menjadi sebuah program yang makan bergizi yang berkelanjutan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.