Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Filosofi Lokomotif: Menuntun Gerbong Menuju Tujuan
2 November 2024 18:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rheza Auliya Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta - Di tengah keramaian stasiun, Saya duduk termenung menunggu keberangkatan Kereta Rel Listrik (KRL) menuju Pondok Ranji. Dari kejauhan, KRL di Peron satu melintas, berhenti sebentar untuk menurunkan dan mengangkut penumpang. Pemandangan begitu ramai, orang-orang bergegas keluar dan masuk dari setiap gerbong. Namun, ada satu bagian kereta yang tetap sunyi, tidak ada penumpang yang turun ataupun naik—yaitu bagian lokomotif.
ADVERTISEMENT
Melihat itu, Saya tiba-tiba terpikir, “Apa jadinya semua gerbong ini tanpa lokomotifnya?” Pertanyaan sederhana ini membawa saya kembali pada ingatan tentang kuliah perdana di semester 7 di kampus PKN STAN, tentang kepemimpinan.
Apa itu kepemimpinan?
Menurut Sugiyanto, S., & Ruknan, R. (2020) kepemimpinan sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas pengikut ke arah pencapaian tujuan. Layaknya cerita singkat di awal tadi, sebuah lokomotif Saya analogikan sebagai konsep kepemimpinan. Lokomotif memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk menarik deretan gerbong yang mengikuti di belakangnya, serta mampu mengarahkan mereka dengan pasti hingga mencapai tujuan akhir, yaitu Stasiun Pondok Ranji.
Siapa itu Pemimpin?
Menurut Northouse (2023) Enam sifat yang membedakan pemimpin dari non-pemimpin adalah dorongan, keinginan untuk memimpin, kejujuran/integritas, kepercayaan diri, kemampuan kognitif, dan pengetahuan tentang bisnis. Lokomotif KRL menjadi contoh yang cukup baik untuk menjelaskan pendapat dari Northouse terkait perbedaan pemimpin dan non-pemimpin. Pertama, disini saya kembali menggunakan analogi lokomotif sebagai pemimpin sedangkan gerbong sebagai non-pemimpin.
ADVERTISEMENT
Saya mencoba mengelaborasi teori yang disampaikan oleh Northouse sebelumnya dengan cerita analogi Saya tentang Lokomotif,
Dorongan (drive): Lokomotif harus memiliki tenaga dan kekuatan yang besar untuk dapat bergerak, terutama saat menarik gerbong-gerbong yang berat dan menanjak di jalur yang sulit. Tanpa tenaga yang cukup, kereta tidak akan mampu bergerak maju. Ini seperti pemimpin yang memiliki motivasi tinggi untuk mencapai tujuan, mendorong dirinya dan timnya untuk terus maju meskipun menghadapi tantangan besar.
Keinginan untuk memimpin (desire to lead): Lokomotif selalu berada di depan, memandu arah gerbong-gerbong di belakangnya. Ia harus “ingin” memimpin jalannya kereta, memastikan setiap gerbong tetap mengikuti di jalur yang sama. Ini mirip dengan pemimpin yang memiliki keinginan kuat untuk memotivasi dan menggerakkan pengikut menuju tujuan bersama, menciptakan kerja sama di antara semua anggota tim
ADVERTISEMENT
Integritas (integrity): Jalur kereta membutuhkan keselarasan yang sempurna agar kereta bisa berjalan dengan mulus. Lokomotif yang andal memastikan bahwa kereta tidak keluar jalur, tetap berada di jalur yang benar tanpa melanggar batas-batas yang ada. Seperti seorang pemimpin dengan integritas tinggi, ia dapat dipercaya untuk menjaga arah yang benar dan tidak menyimpang dari prinsip yang sudah ditetapkan.
Kepercayaan diri (self-confidence): Lokomotif harus dapat dengan yakin melaju di berbagai kondisi medan—baik itu cuaca buruk, tanjakan curam, atau belokan tajam. Ia harus percaya diri bahwa tenaganya cukup untuk membawa seluruh rangkaian sampai tujuan. Ini seperti pemimpin yang memiliki keyakinan kuat dalam pengambilan keputusan, berani menghadapi risiko, dan yakin dalam menavigasi tim melalui tantangan.
ADVERTISEMENT
Kemampuan kognitif (intelligence): Seperti halnya lokomotif yang dilengkapi dengan sistem navigasi dan kontrol canggih yang dapat membaca sinyal jalur, kecepatan, dan kondisi perjalanan, pemimpin juga memerlukan kecerdasan untuk merancang strategi yang tepat. Lokomotif yang cerdas mampu menyesuaikan kecepatannya agar tidak keluar jalur atau terlambat tiba. Ini mencerminkan bagaimana pemimpin yang cerdas menyusun strategi berdasarkan analisis yang tepat untuk mencapai tujuan.
Pengetahuan tentang bisnis (job relevant knowledge): Lokomotif harus memiliki pengetahuan mendalam tentang sistem kereta, termasuk mesin, lintasan, dan sinyal, untuk mengemudi dengan aman dan efisien. Seperti seorang pemimpin yang memiliki pengetahuan teknis tentang proses bisnis dalam organisasinya, lokomotif yang terampil akan tahu bagaimana menangani setiap komponen agar perjalanan tetap lancar.
Kepemimpinan dapat dianalogikan seperti lokomotif kereta yang berperan penting dalam mengarahkan gerbong-gerbong (pengikut) menuju tujuan yang telah ditetapkan. Enam sifat utama yang membedakan pemimpin, yaitu dorongan, keinginan untuk memimpin, integritas, kepercayaan diri, kemampuan kognitif, dan pengetahuan teknis, dapat dianalogikan dengan fungsi lokomotif yang memiliki tenaga besar, berperan sebagai penuntun, menjaga arah yang benar, percaya diri menghadapi tantangan, memiliki kecerdasan dalam navigasi, dan menguasai sistem secara keseluruhan. Tanpa lokomotif yang kuat dan andal, gerbong tidak akan sampai ke tujuan, sama halnya dengan pemimpin yang diperlukan untuk membawa tim mencapai kesuksesan bersama.
ADVERTISEMENT
Tanpa Saya sadari, cukup lama Saya tenggelam dalam pemikiran tentang filosofi lokomotif dan kepemimpinan. Hingga tiba-tiba, seorang petugas KRL menghampiri Saya, memecah lamunan dengan lembut, "Maaf, Mas... ini jadwal kereta terakhir menuju Stasiun Pondok Ranji." Saya tersentak kaget, cepat-cepat berdiri dan bergegas menuju kereta di Peron dua. Tanpa pikir panjang, saya langsung masuk ke dalam gerbong, berharap tidak ketinggalan perjalanan terakhir hari itu.***
Rheza Auliya Rahman, Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN