Konten dari Pengguna

Sultan Ground dilihat dari kebijakan Otonomi Khusus Daerah Istimewa Yogyakarta

Rheza Naufal Ramaputra
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2 Agustus 2024 6:22 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rheza Naufal Ramaputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan sebuah provinsi yang berada di selatan Provinsi Jawa Tengah memiliki keunikan dalam bidang pemerintahan daerah dan kebudayaan. Dalam bidang Pemerintahan Daerah sendiri Gubernur di DIY, merupakan Sultan/Raja dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat serta wakil Gubernur berasal dari Adipati dari Kadipaten Paku Alaman. Hal ini sudah diatur dalam UU No. 13 tahun 2012 tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain Itu, undang-undang ini mengatur akan otonomi khusus yang dimiliki oleh Provinsi DIY. Mulai dari Tata Cara Pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan pemerintah daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Namun, Otonomi khusus yang dimiliki di DIY ini menjadi perhatian bagi masyarakat yaitu pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur serta di bidang Pertanahan.
ADVERTISEMENT
Dalam pembahasan ini kita akan melihat lebih dalam tentang keistimewaan yang dimiliki oleh DIY yaitu tentang Sultan Ground dan Pakualaman Ground. Sultan Ground dan Pakualaman Ground merupakan tanah yang berada di Yogyakarta yang dimiliki oleh Keraton ataupun Pakualaman yang belum diberikan haknya kepada penduduk maupun kepada pemerintah desa dan nantinya, jika terdapat siapapun yang akan menggunakannya maka harus meminta izin kepada pihak Keraton maupun Pakualaman . Tanah ini sebenarnya sudah diakui oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan Piagam kedudukan Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono IX. Dalam piagam ini berisi bahwa Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Ngalaga Abdurrkhnman Sayidin Panatagama Hadiningrat. Pada kedudukannya dengan Kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran. tenaga, jiwa dan raga untuk keselamatan DIY sebagai bagian Republik Indonesia. Hal ini, menunjukan bahwa Republik Indonesia mengakui keberadaan Kesultanan Kraton Yogyakarta, termasuk tanah-tanah yang berstatus sebagai Keprabon. Tanah Keprabon merupakan tanah yang digunakan kesultanan maupun Kadipaten untuk bangunan istana dan kelengkapannya . Tanah Keprabon dibedakan menjadi dua yaitu: tanah Keprabon dan Tanah Bukan Keprabon. Walaupun, terjadinya perkembangan dalam perihal tanah. Namun, sultan merupakan penguasa tunggal berdasarkan Rijksblaad Kasultanan 1918 No. 16 jo. Rijskblaad 1915 No 23, dalam praktiknya dilakukan reorganisasi dengan tujuan memberikan hak atas tanah kepada rakyat biasa dengan hak-hak yang kuat.
ADVERTISEMENT
Pada prinsipnya Sultan Ground dibagi menjadi dua yaitu: Sultanaad Ground dan Tanah Mahkota/ Crown Domain, yang memiliki arti bahwa Sultanaad Ground yaitu tanah yang dimiliki Kesultanan dan Tanah Mahkota merupakan tanah yang tidak bisa diwariskan merupakan atribut pemerintahan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat . Tanah Tersebut merupakan mutlak kepemilikan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tetapi dapat dimiliki oleh rakyatnya.
Pemerintah DIY Yogyakarta sendiri sebenarnya memberikan berbagai cara untuk Rakyat dapat memiliki Hak Atas Tanah di DIY tersebut. Biasanya masyarakat/institusi mengajukan serat kekancingan (Izin tertulis tentang pemberian hak atas tanah dari Kasultanan atau Kadipaten) guna dapat memiliki Hak Atas Tanah dengan beberapa cara yaitu: Magersari; Ngindung; Anganggo; dan Anggaduh . Namun, sebelumnya kita harus mengetahui Magersari yang merupakan Izin yang diberikan oleh Kasultanan atau Kadipaten guna mendirikan rumah-rumah abdi dalem, keluarga Sultan, dan digunakan penduduk Yogyakarta sebagai hak pakai turun-temurun; Hak Ngindung merupakan Hak adat yang diberikan Kasultanan dan Kadipaten kepada masyarakat dan Institusi terkait guna menggunakan Tanah Keprabon atau Bukan Keprabon yang nantinya dibuat perjanjian jangka waktunya dan disetujui bersama; Hak Anganggo merupakan hak atas tanah yang diberikan oleh kasultanan atau Kadipaten guna menggunakan Tanah bukan Keprabon atau Dede Keprabon tanpa memungut hasil dan sifatnya mandiri; Anggaduh merupakan hak atas tanah yang diberikan Kasultanan atau Kadipaten untuk mengelola dan memungut hasi; dari Tanah Kasultanan atau Tanah kadipaten terhadap Tanah Bukan Keprabon guna menyelenggarakan pemerintahan desa untuk jangka waktu selama dipergunakan . Dalam prinsipnya, sebenarnya masyarakat hanya dapat memiliki tanah di DIY dengan Hak pakai atau dengan kata lain kepemilikan tanah yang ada di DIY keseluruhan dimiliki oleh pemilik tunggal yaitu Sultan.
ADVERTISEMENT
Setelah, terbitnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) keempat yaitu Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undnag ini hapus dan beralih kepada Negara . Pada praktiknya tanah Swapraja masih berlaku di DIY hingga sekarang selain itu, hak Atas Tanah diatas masih berlaku hingga sekarang. Kasultanan dan Kadipaten ditetapkan menjadi Badan Hukum sesuai Pasal 32 UU No. 13 Tahun 2012 tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika. kita lihat dari penjelasan diatas bahwa Kasultanan dan Kadipaten merupakan Badan Hukum yang dapat memiliki hak atas milik tanah yang berada di wilayah DIY. Hal ini sejalan dari UUPA sendiri pada Pasal 21 ayat (2) Badan hukum yang dapat memiliki hak milik dan syarat-syaratnya. Syarat-syarat dalam perihal ini menjelaskan bahwa badan-badan hukum tidak dapat memiliki hak milik, tetapi cukup hak-hak lainnya seperti (HGU, HGB, Hak Pakai), namun badan hukum dapat memiliki Hak milik jika ditetapkan oleh Pemerintah. Maka, dari itu Kasultanan dan Kadipaten Ngayogyakarta Hadiningrat dapat memiliki Hak milik akan tanah karena sudah diatur pada UU Daerah Istimewa Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, Tanah Swapraja memiliki dampak yang dirasakan oleh masyarakat maupun terhadap pemerintah negara. Seperti halnya, proyek strategis nasional yaitu pembangunan Tol Yogyakarta-Bawen yang direncanakan rampung pada pertengahan tahun 2025. Peraturan proyek strategis nasional sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pada pasal 10 huruf b jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api yang selanjutnya tanahnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah .
Dalam Proyek Perencanaan Nasional ini jalan tol yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara yaitu Jasamarga Jogja Bawen tanah yang berdampak pada proses pembangunan ini. Hendaknya pembebasan lahan yang nantinya tanahnya menjadi milik Badan Usaha Milik Negara. Namun, praktiknya dampak dari pembangunan jalan tol ini tidak hanya berdampak terhadap tanah yang dimiliki perorangan di DIY melainkan sultan ground juga terkena imbas dari proyek ini. Menurut Gubernur Yogyakarta yang merangkap sebagai Raja Kasultanan Ngayogyakarta hadiningrat bersabda bahwa Sultan Ground tidak akan dilepaskan hak kepemilikan terhadap pihak-pihak yang akan menggunakan untuk pembangunan jalan tol di DIY. Sultan memilih untuk meminjamkan Sultan Ground ketimbang melepas hak kepemilikannya dilansir dari detik Jateng (18/42022). Sultan berkata “saya kira salah satu dasar keistimewaan itu kan tanah Sultan Ground dan Pakualam Ground, lha nek wes enetek, istimewane opo meneh?,” . Dalam hal ini Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur sekaligus Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang memiliki komando penuh akan wilayah di DIY menginginkan Hak Ngindung yang mana tanah Kasultanan Dan Tanah Kadipaten dengan membuat perjanjian yang jangka waktunya disetujui bersama-sama dari Kesultanan dan institusi terkait.
ADVERTISEMENT
Padahal jika dilihat dari peraturan pada UU No. 2 Tahun 2012 Tanah yang terkena dampak dari proyek strategis nasional akan diambil alih oleh Badan Usaha Milik Negara terkait atau tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau pemerintah daerah. Selain itu, jika dilihat dalam Pasal 11 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah menyatakan bahwa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dalam hal ini sebenarnya kasultanan dan Pemda DIY berbeda, karena kasultanan merupakan badan hukum yang disahkan oleh UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kasultanan sendiri diartikan sebagai warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku buwono, walaupun begitu Sultan yang juga menjabat sebagai Gubernur DIY sebagai wakil Pemerintah namun, perlu di pahami bahwa kesultanan dan Pemda DIY merupakan dua unsur yang berbeda. Keraton yang diartikan menjadi warisan budaya dan Pemda DIY merupakan penyelenggara pemerintahan yang terdiri dari atas gubernur DIY dan Perangkat daerah. Maka dari itu Provinsi DIY yang didalamnya terdiri atas Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman merupakan satu-satunya keunikan dalam daerah tersebut yang tanahnya disewakan terhadap pengelola yang ditunjuk oleh pemerintah untuk kepentingan umum.
ADVERTISEMENT