Manajemen Neo Klasik Balai BPDAS Way Seputih Way Sekampung

Rhezandhy Gunawan Sohe Ar
Bekerja Sebagai Rimbawan, Mahasiswa Magister Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Konten dari Pengguna
2 Desember 2023 17:44 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rhezandhy Gunawan Sohe Ar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kantor BPDAS WSS (Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor BPDAS WSS (Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PENDAHULUAN
Manajemen Hutan dalam teori organisasi terdapat 4 macam yakni Teori organisasi klasik / teori tradisional, Aliran Neo Klasik, Teori Perspektif / Aliran Modern dan Aliran Post Modern. Masing-masing teori memiliki khas dan bentuk pengorganisasian yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, saya mengambil salah satu contoh instansi kehutanan untuk beropini berdasarkan teori bagaimana bentuk pengorganisasiannya. Adapun instansi tersebut adalah Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih Way Sekampung (BPDAS WSS).
BPDAS Way Seputih Way Sekampung merupakan balai pengelolaan mempunyai wilayah kerja meliputi seluruh Provinsi Lampung dan sebagian kecil Sumatera Selatan yang dipimpin oleh seorang Kepala. BPDAS Way Seputih Way Sekampung dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 665/Kpts-II/2002, tanggal 07 Maret 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan DAS, bahwa BPDAS Way Seputih Way Sekampung merupakan unit pelaksana teknis dibidang pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung.
ADVERTISEMENT
Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.15/Menhut-II/2007 tentang organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, BPDAS WSS merupakan organisasi pelaksana teknis bidang pengelolaan DAS yang mempunyai tugas pokok yang menjadi tanggung jawab BPDAS Way Seputih Way Sekampung ialah melaksanakan penyusunan rencana, pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, pengembangan kelembagaan, pengendalian kerusakan perairan darat dan evaluasi pengelolaan DAS sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun lokasi BPDAS Way Seputih Way Sekampung yaitu berada di Jl.Hi. Zainal Abidin Pagar Alam, Komplek Kehutanan, Kec. Rajabasa, Bandar Lampung.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, BPDAS Way Seputih Way Sekampung mempunyai fungsi:
1. Penyusunan rencana pengelolaan daerah aliran sungai.
2. Penyusunan dan penyajian informasi daerah aliran sungai.
ADVERTISEMENT
3. Pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai.
4. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai.
5. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai.
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.
Diskusi dan Wawancara dengan Kepala BPDAS WSS (Dok. Pribadi)
OPINI
Menjalankan tugas pokok dan fungsi BPDAS WSS tentunya memiliki tantangan yang cukup serius terutama pada aspek sosial. Keberhasilan suatu program yakni Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dalam aspek penanaman (Silvikultur) mungkin bukan menjadi permasalahan utama. Khususnya di Lampung, yang sebagian besar memiliki unsur konflik sosial yang tinggi tentunya menjadi penghambat utama. Maka fenomena ini saya anggap menarik untuk dianalisis bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh BPDAS WSS pada wilayah-wilayah konflik lalu dikaitkan dengan teori manajemen organisasi kehutanan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan oleh Dr. Hari Kaskoyo, S.Hut., M.P dan berdasarkan ilustrasi masalah di atas bahwa saya beropini bahwa teori yang sesuai ialah Teori Aliran Neo Klasik atau Human Relation. Konflik yang terjadi tentunya harus dilakukan dengan pendekatan sosial, emosional dan kekeluargaan yang humanis.
Sebagaimana dijelaskan bahwa teori neo klasik bercirikan yaitu pertama perilaku manusia dan sifat sosial sebagai pusat perhatian, pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok Kerjanya, mendefinisikan suatu organisasi sebagai sekelompok orang dengan tujuan bersama. Perilaku, sifat sosial, psikologis yang heterogen di lampung contohnya desa girimulyo memiliki konflik sosial yang berkepanjangan maka fokus utama yang dilakukan adalah resolusinya dalam mencapai tujuan bersama.
ADVERTISEMENT
Penelitian Gunawan (2023) dalam skripsinya menuliskan keberhasilan BPDAS WSS dalam menjalankan program RHL di wilayah konflik bahwa pendekatan yang digunakan pertama kali adalah pendekatan personal. Setelah mengalami konflik dan penolakan yang panjang, maka pak Idi Bantara selaku kepala BPDAS WSS turun langsung kepada tokoh masyarakat tanpa membawa identitas kehutanan.
Tokoh masyarakat tersebut adalah seorang pemulia tanaman, dengan hobi yang sama maka terbangunnya suasana yang baik. Berawal dari sinilah pak idi mengajak untuk turut serta dalam kegiatan penanaman (RHL) dengan mendengarkan apa yang diinginkan masyarakat yakni jenis tumbuhan yang digunakan adalah tanaman alpukat siger. Tanaman ini merupakan tanaman hasil pemuliaan oleh tokoh masyarakat tersebut yang termasuk dalam tanaman MPTs sehingga tanaman ini bernilai sosial, ekonomi dan ekologi.
Sosok Bapak Idi Bantara dengan buah Tanaman Alpukat Siger (Dok. Idi Bantara)
Sejalan dengan teori neo klasik menurut Elton Mayo dengan “Howthorne Study” bahwa organisasi adalah suatu system terbuka di mana segmen teknis dan manusiawi saling terkait erat. Percobaan-percobaan Howthorne menunjukkan bagaimana kegiatan kelompok-kelompok kerja kohesif sangat berpengaruh pada operasi organisasi.
ADVERTISEMENT
Kajian Howthorne mengantar ke zaman humanisme organisasi dalam melihat rancangan organisasi para manajer selalu mempertimbangkan akibat terhadap kelompok kerja, sikap pegawai dan hubungan antara manajemen dengan pegawai.
Pendapat lain Hugo Musnterberg “Psikologi Industri” memperkuat teori neo klasik pada BPDAS WSS ini bahwa terdapat 3 cara produktivitas mencapai tujuan antara lain:
• Penemuan best possible person (pendekatan personal dengan berdialog dengan tokoh masyarakat)
• Penciptaan best possible work (Menyusun rencana kerja berdasarkan kesepahaman visi misi kedua belah pihak yaitu melaksanakan RHL berbasis tanaman unggulan lokal alpukat siger)
• Penggunaan best possible effect (Memiliki dampak positif terhadap semua pihak baik sosial ekonomi dan ekologi dari penerapan RHL).
Kunjungan BPDAS se-indonesia ke wilayah RHL BPDAS WSS sebagai model (Dok. Pribadi)
Masih dalam teori neo klasik, Maslow "Teori Hirarki Kebutuhan" (Basic Need) mengatakan bahwa seseorang berperilaku tertentu karena didorong oleh berbagai kebutuhan yang harus dipenuhinya. Contoh konkret implemetasi di lapangan yang dilakukan BPDAS WSS di lapangan bahwa masyarakat ingin turut serta dalam program BPDAS WSS jika tanaman yang digunakan adalah alpukat siger.
ADVERTISEMENT
Dorongan masyarakat pemilihan tanaman ini karena tanaman ini memiliki harapan bernilai ekonomi bagi mereka. Terpenuhinya kebutuhan dasar ekonomi menjadi penentu keberhasilan program yang berkaitan dengan masyarakat. Maslow menyebutkan terdapat lima kebutuhan dasar jika ditinjau satu persatu maka upaya yang sudah dilakukan BPDAS WSS ini sudah mengakomodir kebutuhan-kebutuhan tesebut.
Adapun kebutuhan dasar tersebut ialah: Kebutuhan yang bersifat fisiologis, Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan social dan rasa memiliki, Kebutuhan akan penghargaan atau prestige, Kebutuhan untuk mempertinggi kapasitas kerja/Aktualisasi diri (self actualization).
SIMPULAN
Bentuk manajemen pengorganisasian BPDAS WSS berdasarkan materi dan ilustrasi yang disampaikan termasuk ke dalam Teori Neo Klasik. Implementasi pengorganisasian yang dilakukan dengan pendekatan “Human Relation” yang artinya pendekatan sosial dan psikologis menjadi kunci dalam membangun komunikasi yang baik sehingga menciptakan suasana yang baik dan melahirkan tercapainya visi dan misi yang best effect terhadap seluruh stakeholder terkait.
ADVERTISEMENT