Dinamika Konflik Papua Barat: Kekuatan Masyarakat Menjadi Kunci Utama

Rafli Warganegara
Mahasiswa Departemen Ilmu Hubungan Internasional yang menempuh studi di Universitas Gadjah Mada dengan fokus studi Ekonomi Politik dan Pembangunan Internasional serta wilayah spesialisasi Asia dan Pasifik.
Konten dari Pengguna
6 Juni 2022 15:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafli Warganegara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Konflik. Sumber: https://pixabay.com/images/id-1511866/
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Konflik. Sumber: https://pixabay.com/images/id-1511866/
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda mengira bahwa Indonesia sebagai negara republik kepulauan terbesar di dunia bahkan mengalami berbagai gejolak internal yang menarik perhatian komunitas internasional dalam tata kelola politik keamanan global. Tentunya, keberagaman yang dimiliki negara ini mulai dari suku, ras, dan identitas membentuk adanya pandangan-pandangan tertentu yang dinaungi oleh Bhineka Tunggal Ika sebagai ujung tombak persatuan nasional. Salah satu permasalahannya adalah konflik Papua Barat yang menarik perhatian bersama atas upaya naiknya intensitas konflik di wilayah timur Indonesia (Wangge & Webb-Gannon, 2020). Tentu, hal ini menjadi perhatian bersama beberapa tahun terakhir terhadap keamanan nasional negara atas perilaku masyarakat Papua Barat yang berusaha menjaga kedaulatan wilayahnya, kemerdekaan, dan hak-hak atas tanahnya termasuk tanah adat bagi para masyarakat adat. Bagi masyarakat Papua, wilayahnya merupakan wilayah aneksasi sepihak oleh pemerintah sejak tahun 1962 yang kemudian melahirkan gerakan kemerdekaan papua (Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau kemudian dikenal dengan gerakan resistensi Papua Barat (Wangge & Webb-Gannon, 2020).
ADVERTISEMENT
Tetapi, pemerintah merespons dengan mekanisme kontrainsurgensi atau narasi perlawanan yang dijadikan sumber permasalahan atau kelangkaan keamanan bagi negara juga pemerintah (Wangge & Webb-Gannon, 2020). Tidak hanya itu, hilangnya transparansi pemerintah ke ruang-ruang publik dalam menangani konflik gerakan yang ada di Papua mengenai narasi dan kampanye kontrainsurgensi-nya mengundang berbagai komunitas internasional mengecam perbuatan pemerintah yang tidak memberikan perhatian terhadap pentingnya hak-hak dasar asasi manusia (Ramdhan, 2021). Untuk itu, strategi narasi yang dilayangkan pemerintah dalam menangani konflik di Papua Barat tidak dapat dikatakan berhasil walaupun bagi pemerintah mengancam stabilitas keamanan nasional dikarenakan berbagai polemik yang menghampirinya. Tidak hanya itu, terdapat efek samping atau dampak langsung maupun tidak langsung dari hadirnya kekerasan yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik yang ada.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Papua Barat, penggunaan strategi dalam meresolusikan konflik sangatlah penting dan berarti bagi dampak jangka panjang yang dihadapinya. Hal ini merupakan bentuk peranan sentral terhadap kekerasan yang secara sosial tidak terlalu memberikan progres sosial signifikan dalam menyelesaikan permasalahan terutama konflik domestik (Ramdhan , 2021). Sebenarnya, kekuatan utama yang dilakukan oleh masyarakat Papua Barat dalam melakukan gerakan perlawanan dilakukan dengan cara-cara yang damai dan tanpa kekerasan (nirkekerasan). Hal ini tercermin dari kuatnya persatuan masyarakat yang menjadikan aktor utama perlawanan yang berpengaruh yaitu aspek masyarakat sipil atau civil society (Wangge & Webb-Gannon, 2020). Untuk mencapainya, masyarakat Papua Barat secara konstan memberikan dukungan dengan berbagai macam strategi dalam melancarkan aksi resistensinya yang mana berupa metode non-kooperasi terhadap pemerintah seperti perpindahan masyarakat internal secara masal, ketidakpatuhan secara damai, penolakan bantuan, dan lain sebagainya (Wangge & Webb-Gannon, 2020).
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tentu perlawanan atau aksi yang dilakukan Papua Barat untuk mempertahankan wilayahnya dengan cara-cara yang damai tetaplah sebuah ancaman serius bagi sebuah negara secara domestik. Hal ini dapat dikategorisasikan sebagai insurgensi atau separatisme yang menuntut adanya stabilitas politik dari pemerintah pusat sehingga perlu diredam agar tidak berpisah kedaulatannya dari pemerintah pusat (Wangge & Webb-Gannon, 2020). Namun, Aksi kolektif tersebut juga menuai perhatian komunitas internasional yang kemudian menolak posisi pemerintah yang kurang proaktif dalam menyelesaikan permasalahan domestiknya. Negara seperti vanuatu dan Kepulauan Solomon di pasifik serta organisasi HAM seperti ULMWP juga turut memberikan kekecewaan terhadap pemerintah dan secara aktif memberikan dukungan dalam pertemuan-pertemuan konferensi tingkat tinggi PBB lainnya.
Referensi
ADVERTISEMENT
Ramdhan, M. A. (2021). Analisis Dimensi Internasional Konflik Papua dalam Model Counterinsurgency (COIN). Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 17(1), 139-152
Wangge, H. R., & Webb-Gannon, C. (2020). Civilian resistance and the failure of the Indonesian counterinsurgency campaign in Nduga, West Papua. Contemporary Southeast Asia, 42(2), 276-301.