Konten dari Pengguna

Dampak pada Lingkungan dari Sisi Negatif Fast Fashion

Nurfajrian Abdurrohman
Mahasiswa aktif Informatika di Univesitas Pembangunan Jaya
16 Oktober 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurfajrian Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Kondisi Outlet Fast Fashion, Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Kondisi Outlet Fast Fashion, Sumber: Pexels
ADVERTISEMENT
Fast Fashion? Fashionable, harga melawan, dan juga trendy? Tentu fast fashion mempunyai segalanya. Merek besar seperti Zara, H&M, Uniqlo, dan Forever 21 yang selalu berada di mall & shopping center termasuk ke dalam kategori fast fashion. Merek-merek ternama yang sangat familiar ini sudah pasti sering di kunjungi dan menjadi tempat andalan untuk memenuhi kebutuhan primer. Tetapi, dibalik seluruh sisi positif fast fashion terdapat sisi gelap yang merusak lingkungan sekitar kita loh! Dari limbah pakaian hingga pekerjaan yang tidak etis, fast fashion mengabaikan hal tersebut untuk menghasilkan pencapaian dan keuntungan yang besar.
ADVERTISEMENT

Limbah Air dan Limbah Tekstil

Merek besar fast fashion yang memfokuskan pada produksi barang yang cepat dengan biaya produksi yang rendah dalam jumlah yang banyak sembari menyediakan koleksi dan model terbaru setiap beberapa bulan untuk mengejar tren-tren yang berubah secara cepat, dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan.
Sebagai contoh, wastewater dan textile waste. Terindetifikasi bahwa lebih dari 1900 bahan kimia digunakan dalam proses memproduksi barang-barang fast fashion. Bahan kimia ini mencemari lingkungan dan mempengaruhi air-air yang semulanya bersih. Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan yaitu natrium hidroksida.
Tidak hanya sumber air yang tercemar, sistem fast fashion memanfaatkan perilaku belanja konsumen terutama pada keinginan konsumen untuk selalu mengikuti update terkini. Banyaknya tren-tren yang berubah secara cepat dan terus menerus akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian secara konstan dan impulsif. Hal ini mengakibatkan pembuangan pakaian secara cepat. Pembuangan pakaian ini tidak banyak untuk disumbangkan atau digunakan atau dimanfaaatkan kembali, melainkan tertimbun menjadi sampah atau limbah tekstil. Pada tahun 2015, limbah tekstil dihasilkan sebanyak 92 juta ton secara global dan diprediksi akan meningkat sehingga 148 juta ton pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT

Kondisi Pekerja

Pengelola pekerja produksi fast fashion menuntut para pekerja dengan produksi barang yang sangat tinggi, walaupun memberikan upah yang tidak sepadan dengan kerja keras para pekerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan keuntungan yang besar dengan investasi yang kecil bagi pengelola tanpa memperdulikan para pekerja.
Nyatanya, sekitar 90% produksi pakaian di dunia dialihkan ke negara-negara berpendapatan rendah-menengah. para pengelola melakukan investasi di negara-negara berpendapatan rendah agar mengeluarkan biaya yang jauh lebih sedikit. Kini, berbagai merek fast fashion menjadi bagian dari industri yang memiliki pendapatan hampir 3 triliun dolar dan terus meningkat untuk keuntungan mereka dengan melakukan outsourcing produksi ke negara-negara berbiaya rendah, seperti Bangladesh, India, dan Kamboja.
Dengan melakukan outsorcing ke negara-negara berbiaya rendah, biaya pengelolaan menurun drastis. Salah satu aspek terbesar dalam penurunan biaya pengelolaan adalah upah pekerja. Pekerja yang berasal dari negara-negara berpandapatan rendah-menengah umumnya hanya diberikan upah secukupnya, dengan pekerjaan yang sangat berat. Selain itu, kondisi kerja yang tidak aman dan bencana di pabrik menjadi hal umum dalam pengelolaan fast fashion.
ADVERTISEMENT

Solusi dari Dampak Negatif

Peran konsumen dalam mengurangi dampak negatif fast fashion sangatlah berpengaruh, sehingga kita sebagai konsumen harus sadar bahwa kita memiliki kontrol atas perubahan lingkungan. Berikut adalah solusi untuk mengurangi dampak negatif dari fast fashion.
Thrifting dan Secondhand Item: Pembelian pakaian usang sangat membantu untuk mengurangi limbah tekstil yang dihasilkan. Tidak hanya itu, pembelian pakaian usang umumnya mempunyai biaya yang jauh lebih murah dibanding pakaian yang baru.
Sustainable Handcrafted Fashion: Pakaian berkelanjutan umumnya menggunakan bahan yang tahan lama atau bahan yang dapat di daur ulang, sehingga mengurangi limbah tekstil. Selain itu, perkerja produksi pakaian buatan tangan jauh lebih etis dibanding produksi massal fast fashion.
Recycling Pakaian Bekas: Mendaur ulang pakaian bekas tidak hanya mengurangi limbah teksil, mendaur ulang juga dapat membantu pembuatan pakaian baru dan mengurangi bahan yang akan digunakan. Tidak hanya itu, melakukan daur ulang pakaian juga dapat menghasilkan upah dibandingkan dengan membuangnya yang tidak menghasilkan apapun.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Fast fashion sudah menjadi sebuah tempat andalan untuk memenuhi kebutuhan primer. Tetapi sebagai konsumen, kita harus mengetahui sisi negatif dari pakaian yang akan kita gunakan. Dengan meningkatkan kesadaran dan mengidentifikasi masalah, kita dapat berupaya untuk mengurangi dampak negatif dari fast fashion.

Daftar Pustaka

Bailey, K., Basu, A., & Sharma, S. (2022). The environmental impacts of fast fashion on water quality: a systematic review. Water, 14(7), 1073.
Ozdamar-Ertekin, Z. (2017). The true cost: the bitter truth behind fast fashion. Markets, Globalization & Development Review, 2(3).