Konten dari Pengguna

Pernikahan Saat Hamil di Luar Nikah dan Kedudukan Anaknya

Riani
Mahasiswa aktif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
19 Oktober 2023 8:54 WIB
Tulisan dari Riani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi pengantin wanita yang hamil di luar nikah. Gambar orisinal bersumber dari penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengantin wanita yang hamil di luar nikah. Gambar orisinal bersumber dari penulis.
Pernikahan adalah sebuah ikatan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahram melalui suatu akad sehingga pernikahan tersebut sah. Setiap pasangan mendambakan pernikahan yang sakinah, mawadah, warahmah hingga akhir hidupnya, sebab pernikahan merupakan ibadah yang jangka waktunya sangat lama.
ADVERTISEMENT
Namun, di sisi lain terdapat pernikahan yang dilakukan karena kecelakaan atau disebut hamil di luar nikah yang akhirnya dinikahkan untuk menutupi aib tersebut. Menurut Mazhab Syafi’i, pernikahan yang dilaksanakan saat hamil dari hasil hubungan di luar nikah maka diperbolehkan baik itu menikah dengan lelaki yang telah menghamilinya ataupun dengan lelaki lain dengan syarat lelaki tersebut telah mengetahui aib wanita tersebut dan ikhlas menerima kondisinya.
Pernikahan itu bisa dilaksanakan saat perempuan itu hamil dan tidak perlu diulang lagi pernikahannya setelah melahirkan anak tersebut. Mengenai pernikahan dalam keadaan hamil di luar nikah dijelaskan dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 53 ayat terdiri dari 3 ayat yakni sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya,
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya,
3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
ilustrasi pernikahan. Gambar orisinal bersumber dari penulis.
Mengenai kedudukan anak di luar pernikahan dijelaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 42 ayat (1) yakni “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
Pasal tersebut menjelaskan bahwa anak hasil perkawinan di luar nikah maka nasabnya kepada ibunya bukan kepada bapaknya. Begitupun saat anak yang dilahirkan adalah perempuan, maka dia tidak bisa dinikahkan oleh ayahnya tetapi harus melalui wali hakim.
ADVERTISEMENT
Hamil di luar nikah banyak terjadi di Indonesia, penyebabnya adalah tidak adanya batasan pergaulan antara perempuan dan laki-laki hingga akhirnya ketika mereka ada kesempatan berduaan dan saling bergairah maka terjadilah hal yang tidak diinginkan, lalu kurangnya pengawasan dan didikan kedua orang tuanya, dan bisa juga disebabkan karena pemerkosaan. Jelas Islam melarang perbuatan ini, karena akan berdampak pada dirinya dan keturunannya. Keluarganya pun akan menanggung aib tersebut dan pelakunya pun akan mendapatkan cemoohan, ujaran kebencian, dan penghinaan lainnya yang mempengaruhi terhadap mentalnya.
Dampak yang ditimbulkan dari hamil di luar nikah yakni :
1. Rusaknya nasab, karena nasabnya jadi ke ibunya bukan ke bapaknya,
2. Anak hasil hubungan di luar nikah tidak akan mendapatkan hak waris,
ADVERTISEMENT
3. Jika anak perempuannya ingin menikah, maka menggunakan wali hakim,
4. Cemoohan dan ejekan yang terus-menerus ditujukan kepada pelaku hubungan di luar nikah tersebut.
Hanya saja adanya Kompilasi Hukum Islam Pasal 53, bukan untuk mendukung tindakan hamil di luar nikah yang kemudian melangsungkan pernikahan untuk menutupi aib, tetapi pasal itu dibuat untuk melindungi hak anak yang ada dalam kandungan dengan diperbolehkannya menikah saat hamil akibat hubungan di luar pernikahan.
Untuk mencegah hal ini, diperlukannya kesadaran diri dan pengawasan kedua orang tua, sebab hamil di luar pernikahan bukanlah suatu tindakan yang terpuji melainkan suatu perbuatan yang dilarang oleh Allah karena hal ini termasuk perbuatan zina.