Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Renungan Sosial: Harmoni Antara Insting dan Nurani Dalam Ekosistem
5 Mei 2024 18:17 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Rianti Ardana Reswari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beredarnya berita yang menampilkan wujud egosentrisme manusia sebagai makhluk hidup di bumi pada media sosial begitu beragam dimulai dari deforestasi, global warming, pencemaran lingkungan, wabah epidemi hingga hal yang marak diperbincangkan oleh netizen yaitu kekerasan pada hewan atau animal abuse. Hal ini mengisyaratkan seolah manusia adalah sumber kerusakan alam. Kutipan filsafat menggambarkan keegoisan manusia dalam memanfaatkan alam telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Pandangan masyarakat di Indonesia terhadap cara merawat dan memelihara hewan perlu dirubah yang seringkali dianggap bahwa hewan hanya “aksesoris” sehingga tidak perlu diperhatikan hajat hidupnya selayaknya makhluk hidup lainnya. Hal tersebut didukung oleh laporan dari Garda Satwa Indonesia yang mencatat terjadi 173 kasus kekerasan dan penelantaran hewan peliharaan pada tahun 2015, dengan peningkatan setiap tahunnya. Tidak terkecuali saat berada pada tempat umum atau public space, seringkali ditemui “oknum” yang menganggap hewan adalah makhluk pengganggu yang layak untuk dimusnahkan sehingga mereka melakukan perilaku-perilaku sadistik seperti memukul, menyiram air, menendang, menginjak dan hal-hal amoral lainnya yang dapat mengancam nyawa hewan tersebut sendiri.
Eksistensi hewan di bumi memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Tindakan amoral oleh manusia terhadap hewan di sekitarnya menandakan tingkat humanis dan empati yang rendah pada masyarakat Indonesia. Bahkan ditemukan bahwa Indonesia menempati peringkat pertama dalam penghasil konten kekerasan hewan, dengan jumlah 1.626 konten berlokasi di Indonesia dari total 5.480 konten penyiksaan hewan yang ditemukan oleh Asia for Animals (AfA) Coalition pada tahun 2021. Namun yang menunjukkan ancaman pada krisis moral pada generasi mendatang adalah ditemukan sejumlah kolom komentar yang mendukung aksi kekerasan hewan tersebut. Pandangan ini perlu diperbaiki agar dapat menciptakan generasi muda Indonesia yang dapat menciptakan keseimbangan ekosistem antara manusia, hewan dan lingkungan. Terdapat regulasi yang mengatur perlindungan hewan di Indonesia yaitu UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem namun ini dikhususkan pada satwa yang dilindungi. Sehingga hewan liar seperti anjing dan kucing maupun jenis hewan lainnya terancam padahal rentan terkena kekerasan dalam bentuk penyiksaan oleh manusia. Selain itu, diketahui bahwa kesejahteraan hewan atau “animal welfare” diatur pada UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Indonesia. Adapun dalam beberapa kasus, pelaku konten kekerasan hewan di Indonesia dapat dikenai hukuman pidana yang bervariasi tergantung dari tingkat keparahan kekerasan dari segi biologis dan fisiologis hewan. Tetapi umumnya pelaku konten kekerasan hewan hanya sampai mendapatkan perhatian oleh netizen serta lolos dari jeratan hukum.
ADVERTISEMENT
Peningkatan kasus kekerasan hewan di media sosial mencerminkan penurunan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Sehingga selain diperlukan edukasi melalui penanaman rasa cinta kasih atau nurani sejak dini kepada hewan di masyarakat maka juga dibutuhkan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap hewan agar memberikan efek jera. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan hewan dengan dibentuknya komunitas masyarakat pada berbagai media seperti sekolah dan media sosial yang terkait dengan perlindungan hewan dapat membantu menciptakan harmoni dalam menjaga ekosistem sehingga mendukung aksi perlindungan hewan dan penanaman nurani masyarakat di Indonesia.