Bimbingan Skripsi atau Koreksi Skripsi?

Ribut Achwandi
Penyiar Radio di FM 91,2 Radio Kota Batik, Pekalongan.
Konten dari Pengguna
14 Agustus 2022 14:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ribut Achwandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (dok.pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (dok.pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah percakapan di antara para dosen di ruang dosen, kebanyakan pastinya soal ilmu pengetahuan. Itu jelas! Bukan soal mobil baru yang didapat dengan cara mencicil atau rumah mewah yang sedang dibangun di sebuah kompleks perumahan berkelas.
ADVERTISEMENT
Mengawali pembicaraan itu, dosen pertama membincangkan soal skripsi mahasiswa bimbingannya. Kebetulan, mahasiswa yang dibimbing tak hanya seorang. Ada beberapa.
Sudah pasti pula, jenis penelitiannya beragam. Teorinya juga. Metodenya, apalagi. Dan pastinya, judulnya beraneka ragam pula.
Kepada kawan sejawatnya ia bercerita tentang mahasiswa bimbingannya yang ia anggap tak becus bikin skripsi. Lalu, apanya yang menunjukkan kalau mahasiswa yang dimaksud itu tak becus bikin skripsi?
Usut punya usut, tata tulisnya yang menurut sang dosen ini kacau alias amburadul. Mulai dari tata kalimatnya sampai peletakan tanda baca—khususnya titik dan koma—yang tak tepat. Katanya, si mahasiswa bimbingannya itu tak bisa meletakkan titik dan koma secara tepat. Alhasil, kalimat yang ditulis dalam skripsi itu kacau.
ADVERTISEMENT
Penggunaan kata hubung yang berlebihan juga dipermasalahkan. Tak luput pula penempatan huruf kapital. Begitu pun dengan jarak antar baris dan batas tiap sisi tulisan dengan tepi kertas. Pokoknya, semua dikupas tuntas.
Usai membicarakan tentang skripsi yang amburadul itu, sang dosen kemudian membicarakan skripsi karya mahasiswa lainnya. Tentu, mahasiswa yang masih dalam bimbingannya juga.
Kali ini agak berbeda. Sang dosen ngalem (memuji) skripsi mahasiswa itu. Menurutnya, skripsi itu rapi. Bahasanya bagus. Tata tulisnya juga rapi. Diakhiri dengan pernyataan kalau mahasiswa yang dibimbingnya itu baik, karena mau mendengarkan dan melakukan segala hal yang disarankan.
Dosen lain tak jauh beda. Menyuarakan hal yang senada. Jadi, obrolan mereka boleh dibilang sebagai sebuah ajang curhat.
ADVERTISEMENT
Kedua dosen itu tak memperhatikan, bahwa ternyata seorang mahasiswa ada yang menguping obrolan itu. Jadilah obrolan itu sebagai santapan bersama para mahasiswa yang sedang pusing mikirin skripsi mereka. Tak jauh beda, hampir mirip dengan obrolan dosen-dosen pembimbing, mereka mempermasalahkan tata tulis. Hanya soal tata tulis. Titik!
Tentu, bedanya adalah cara mereka membicarakannya. Mereka cenderung menggerutu, karena ada rasa kesal dan sebal dengan perlakuan-perlakuan dosbing (dosen pembimbing) mereka. Maklum, mereka mungkin saja belum cukup paham dan mengerti bahwa apa yang dilakukan dosbing untuk kebaikan mereka.
Saking ngebetnya mereka menggerutu soal dosbing, mereka lupa bahwa hakikat menulis skripsi adalah menyusun sebuah laporan penelitian. Maka, inti dari skripsi adalah penelitian. Artinya, skripsi tidak akan bisa ditulis jika sebelum menuliskannya mereka tidak melakukan riset.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, riset itu memerlukan perihal yang diteliti. Lalu, menyusun sebuah strategi penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan metode penelitian. Termasuk menemukan teori yang tepat untuk dijadikan alat meneliti.
Meski begitu, ada yang tak kalah penting. Bahkan, lebih penting dari itu semua. Yaitu, ia mesti mempelajari terlebih dahulu perihal yang diteliti sampai ia dapat memahami dan mengerti.
Jika perihal yang diteliti itu sudah dipahami dan dimengerti, ia akan bisa menentukan metode, strategi, maupun teori yang bakal digunakan. Dengan begitu, ia akan bisa menjelaskan kepada dosbing tentang apa yang sedang mereka kerjakan dalam penelitian yang kemudian dilaporkan dalam bentuk skripsi.
Maka, bimbingan skripsi bukan lagi sebagai ajang koreksi tulisan. Akan tetapi, menjadi ruang diskusi dan konsultasi mengenai apa yang terbaik dilakukan di dalam penelitian itu. Sehingga, ada kemungkinan perkembangan yang dapat diurai dan dibicarakan. Ada pula pertukaran ide dan pemikiran.
ADVERTISEMENT
Diskusi ini pula yang kelak boleh jadi akan berkontribusi besar bagi pengembangan dunia pemikiran yang mendorong pula ke arah perkembangan ilmu pengetahuan. Bukan sekadar ajang untuk curhatan dari kedua belah pihak.
Tidak menutup kemungkinan cikal bakal sebuah teori baru akan terlahir dari sebuah skripsi. Oh, itu bisa terjadi. Meski memang dalam koridor yang lazim, skripsi dipandang sebagai karya ilmiah yang sifatnya masih sangat mendasar. Tetapi, tidak ada salahnya juga kan jika skripsi bisa melahirkan teori? Karena kata kuncinya adalah kesungguhan di dalam melakukan penelitian. Bukan yang lain.
Kesungguhan dalam meneliti tentu tidak semata-mata tekun mengamati. Akan tetapi juga melibatkan pendayagunaan ide dan pemikiran. Jika sungguh-sungguh, siapa tahu hasil akhir dari skripsi itu tak sebatas sebagai syarat lulus sarjana. Akan tetapi, bisa juga dihasilkan temuan yang benar-benar unik dan baru. Sehingga, memungkinkan pula ditampilkan sebagai cikal bakal kemunculan sebuah teori.
ADVERTISEMENT
Pekalongan, 13 Agustus 2022
Ribut Achwandi, Penyiar Radio di FM 91,2 Radio Kota Batik, Pekalongan.