Membaca Tubuh Kita

Ribut Achwandi
Penyiar Radio di FM 91,2 Radio Kota Batik, Pekalongan.
Konten dari Pengguna
27 Agustus 2022 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ribut Achwandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pesanggrahan Majelis Taklim Al Maliki-Pekalongan (dok.pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pesanggrahan Majelis Taklim Al Maliki-Pekalongan (dok.pribadi)
ADVERTISEMENT
Mata saya terbelalak, diikuti mulut saya menganga, ketika layar plasma pada handphone menayangkan sebuah video seorang artis yang memamerkan hasil operasi wajah. Hidung artis itu tampak lebih mancung. Tulang rahangnya tampak lebih tirus, sehingga membuat dagunya tampak lebih runcing dari sebelumnya. Begitu pula tulang pipinya yang tampak lebih menonjol.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu mengingatkan saya pada kisah Cinderella. Dibantu seorang peri, dalam waktu sekejap, Cinderella tampil bak seorang bidadari yang memikat hati sang pangeran. Wajah Cinderella benar-benar membuat gundah hati sang pangeran setelah pertemuan singkatnya itu. Sang pangeran kemudian memburu keberadaan Cinderella dengan sepatu kaca yang ditinggalkan Cinderella di lantai dansa.
Sayang, saya bukan pangeran seperti dalam kisah Cinderella. Cukuplah saya hanya dengan rasa kagum pada perubahan wajah artis itu. Akan tetapi, kekaguman saya tidak semata-mata pada wajah baru sang artis. Saya kagum justru karena perubahan wajah itu menandakan kecanggihan dunia kedokteran saat ini. Ia mampu mengubah sesuatu yang semula kurang diminati menjadi perihal yang memiliki daya pikat.
Sudah pasti dunia kedokteran berbeda dengan dunia sihir. Perubahan yang terjadi pada wajah artis itu juga tidak serta merta. Butuh proses yang memakan waktu cukup lama untuk bisa mengubah bentuk wajah seperti itu. Butuh proses untuk merasakan kesakitan pula walau rasa sakit itu bisa diredam dengan obat bius. Bahkan, biayanya pun bisa menguras isi rekening bank.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, saat memberikan pengakuan, bibir sang artis itu tampak tersenyum lebar. Sepasang bola matanya tampak lebih bercahaya. Ia merasa pilihannya adalah tepat, karena itulah yang diinginkan. Malahan, ia juga mengaku masih ingin menjalani operasi lagi agar tampilannya menjadi sempurna.
Mungkin itulah cara ia membahagiakan diri. Memilih sesuatu yang diinginkan dan berusaha sekuat mungkin menjalani konsekuensinya. Begitu ia mampu melewati, kebahagiaan yang ia terima.
Akan tetapi, muncul dalam benak sebuah pertanyaan kecil. Jika ia bahagia, bagaimana dengan tubuh itu sendiri? Apakah tubuhnya juga merasakan hal yang dirasakan sang artis? Saya tak bisa menyimpulkan. Pertanyaan kecil itu justru menuntun saya untuk membaca tubuh.
Apa itu tubuh? Bagaimana pula tubuh menjalankan sistem kerja? Dua pertanyaan itu mendadak memaksa saya untuk mencari buku-buku yang bertengger di rak buku.
ADVERTISEMENT
Tak butuh waktu lama untuk mencarinya. Saya cukup hafal tata letak buku-buku itu. Beberapa judul buku saya pungut dari rak buku, kemudian satu per satu saya baca.
Kembali bola mata saya terbelalak. Tetapi, apa yang membuat saya membelalakkan mata tidak sama dengan kejadian tadi. Kedua mata saya membelalak karena ada sesuatu yang memang benar-benar saya pahami. Bahwa, tubuh manusia ternyata tidak sekadar tubuh. Akan tetapi, di dalam tubuh manusia terdapat banyak jenis makhluk hidup. Jumlahnya juga tidak sedikit. Bisa mencapai miliaran, bahkan triliunan.
Sekian makhluk yang menghuni tubuh manusia di antaranya adalah sel, virus, bakteri, jemur, dan lain-lain. Jumlah masing-masing mereka bisa mencapai ratusan miliaran atau triliunan. Mereka menyebar di sekujur tubuh manusia. Ada yang tinggal di dalam organ tubuh manusia. Ada juga yang tinggal di bagian-bagian terluar dari tubuh manusia. Semua hidup, semua juga menjalankan sebuah sistem yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Sel misalnya, dalam ilmu biologi dikategorikan sebagai makhluk hidup yang paling sederhana susunan tubuhnya. Kemakhlukan sel ini juga ditunjukkan melalui kerjanya dalam menjalankan berbagai sistem. Utamanya, dalam menyusun struktur dan fungsi organ pada makhluk hidup melalui kerja sama di antara mereka di dalam membangun jaringan-jaringan.
Tak heran jika sel memiliki sistem informasi yang berupa kode-kode tertentu. yang lazim disebut gen. Gen terdiri atas DNA dan RNA. Masing-masing memiliki struktur dan fungsi yang sama kompleks.
Salah satu sel yang terdapat dalam tubuh manusia adalah sel darah merah. Kecil bentuknya, sekira 8 mikrometer. Makanya, untuk bisa melihat dan mengamati sel darah merak, sangat dibutuhkan berbagai alat-alat batu, seperti mikroskop misalnya.
Seperti diterangkan dalam buku yang saya baca, bahwa setiap satu kilogram berat badan kita ada sekitar 1.000.000.000.000 alias satu triliun sel. Bisa dibayangkan, jika berat badan saya adalah 70 kg, maka jumlah sel darah merah yang ada di dalam tubuh saya ada 70 triliun. Wow! Angka yang fantastis!
ADVERTISEMENT
Di balik angka yang fantastis itu tentu mereka (sel darah merah) tidak sedang berlibur atau sekadar tinggal di dalam tubuh sebagai penganggur. Jangan salah, sel juga memiliki pekerjaan yang sibuknya melebihi kesibukan manusia. Tugas mereka tidak lain adalah menyusun jaringan-jaringan yang digunakan untuk membentuk tubuh.
Seperti sebuah pabrik besar, tugas mereka beda-beda. Ada yang membuat rambut. Ada juga yang mewarnai rambut. Ada yang bertugas membuat jaringan kuku, tulang, dan sebagainya. Yang jelas, sel-sel itu tak pernah menganggur. Meski tubuh kita sedang tertidur pulas. Mereka terus bekerja.
Temuan terbaru di bidang biologi spiritual menyatakan kalau setiap sel yang memiliki inti sel fungsinya setara dengan sistem saraf, pernapasan, pencernaan, pembuangan (ekskresi), dan sebagainya. Termasuk di dalamnya, sistem kekebalan tubuh. Betapa, sel itu makhluk cerdas, sebab ia memiliki kemampuan untuk melakukan tugas yang sama dengan tubuh kita. Hanya, agar fungsi sel ini menjadi optimal, kita perlu menemukan saklarnya dan menyalakannya.
ADVERTISEMENT
Cuma memang ada kendala yang kerap menghambat kita sehingga sulit menemukan saklarnya, yaitu kesibukan. Kita menganggap kehidupan yang kita jalani adalah semata-mata kewajaran. Kita lupa bahwa di dalam tubuh kita ada potensi besar yang tidak pernah kita sentuh, tidak pernah kita ajak berkomunikasi.
Saat pikiran kita merasa terganggu dengan hal-hal yang dirasa menimbulkan kesulitan dan stress, tubuh kita pun menjadi rawan terkena berbagai macam penyakit. Mengapa begitu? Sebab, saat pikiran kita kacau, sesungguhnya alam bawah sadar kita telah membuat kekacauan pada sistem kerja sel-sel itu sendiri.
Sirkulasi sel-sel yang membawa oksigen, nutrisi, dan kandungan-kandungan mineral lainnya ke seluruh tubuh kita merasa terganggu. Mereka kesulitan untuk menyaring bahan-bahan apa yang perlu diedarkan ke setiap organ tubuh kita. Akibatnya, kerja organ tubuh kita pun terganggu. Daya tahan tubuh kita melemah.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian mengungkapkan, lemahnya tubuh kita juga akan memengaruhi sel darah merah. Orang yang sedang terpuruk dan merasa tak bahagia, sel darah merahnya akan cenderung berwarna gelap. Bentuknya pun tak teratur.
Semakin ia merasa terpuruk, semakin gelap dan semakin tak teratur bentuk sel darah merahnya. Sedang, orang yang selalu merasa bahagia dalam keadaan apapun, sel darah merahnya akan berwarna terang dan bentuknya pun teratur. Bahkan, semakin seseorang itu merasakan kedekatannya dengan Tuhan, sel darah merahnya makin terang dan makin teratur.
Fakta ilmiah ini cukup memberi gambaran betapa pentingnya fungsi sel dalam tubuh kita. Seperti yang pernah diungkap seorang Kiai muda asal Pekalongan, K.H. Muhammad Saifuddin Amirin. Di hadapan santri dan jemaahnya, ia tuturkan selama aliran darah dalam tubuh kita mengalir lancar, selama itu tubuh manusia akan merasa sehat. Sebab, yang dibawa oleh darah adalah makanan-makanan yang sangat bermanfaat bagi seluruh organ tubuh kita.
ADVERTISEMENT
Jantung akan bekerja dengan baik, manakala aliran darah kita lancar. Ia akan memompa darah dengan sangat baik pula, sehingga berpengaruh pada kerja paru-paru. Sementara, agar kerja jantung baik, juga mesti diasupi dengan darah yang baik pula. Hati bertindak sebagai filternya. Sementara ginjal, akan menyaring darah. Darinya akan dikeluarkan bahan-bahan yang tidak diperlukan oleh tubuh menjadi air seni.
Demikian pula dengan kelenjar kulit. Ia akan menyaring bahan-bahan mineral yang tidak diperlukan menjadi keringat. Dari darah yang baik dan segar kerja saraf dan otak akan menjadi baik pula. Kita pun akan mudah berkonsentrasi atau menerima asupan pelajaran yang bermakna.
Meski demikian, ada hal yang perlu dijaga. Yaitu, kesadaran. Meliputi kesadaran mikrokosmos dan makrokosmos. Kesadaran mikrokosmos merujuk pada kesadaran diri manusia itu sendiri. Sedang kesadaran makrokosmos merujuk pada kesadaran atas alam semesta. Keduanya mesti dijaga, guna menemukan makna esensial dari kehidupan. Menemukan titik keseimbangan. Menyadari, bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari kesemestaan. Bahwa di balik jagat raya yang bentangannya teramat luas ini ada kekuasaan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Manusia sangat dibolehkan dan wajib berusaha dengan melakukan kerja-kerja untuk memaknai hidup. Bukan untuk memenuhi hasratnya atas dunia dengan menguasai sepenuhnya atas dunia. Kerakusan semacam ini justru akan menjerumuskan manusia ke dalam keadaan yang buta.
Ia menjadi kehilangan kesadaran, sehingga mudah lengah dan tidak berhati-hati dalam melakukan apapun. Padahal, di balik kekuasaan yang ia genggam itu, sesungguhnya ada banyak hal yang mengancam dirinya dan keselamatannya.
Dalam keadaan yang tak sadar itulah, ia sesungguhnya telah mengabaikan jasa-jasa makhluk kecil yang bernama sel itu. Menyepelekan kerja mereka yang selama ini patuh pada perintah Allah swt. Mereka beredar dan berputar seperti sedang thawaf. Setiap mereka juga bertasbih. Lantas, di saat ia jatuh terpuruk, kerja sel-sel itupun menjadi sangat terganggu. Kacau pula kondisi tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Begitulah kiranya setan mengusik kita. Ketika ia berhasil menguasai kita, maka aliran darah kita pun akan tersusupi. Di saat bersamaan, organ tubuh kita akan terpengaruh. Sehingga, sistem kerja tubuh kita semuanya akan menjadi terganggu. Celakanya lagi, jika sentan ini sudah sampai menutup aliran darah kita, ia akan mudah tersumbat. Maka jatuhlah tubuh kita ke dalam keadaan sakit. Bahkan, bisa berakibat fatal.
Kiai muda kharismatik itu kembali mengingatkan, pentingnya berzikir dan menyelami samudera keilmuan. Menghadiri majelis-majelis zikir akan membuat hati dan pikiran senantiasa dicerahkan. Saklar gen kita akan dihidupkan dan dinyalakan terus. Cahaya kesadaran dan pengetahuan pun akan senantiasa menyala.
Tidak hanya itu, di dalam majelis juga hadir para masyayih. Dan di saat kita duduk dalam keadaan khusyuk berzikir, maka segala ucapan kalimah thayibah itu akan memberi pengaruh pada tubuh kita. Sebab, 70% dalam tubuh kita merupakan unsur air. Sebagaimana dalam sebuah penelitian menyebutkan pula, ketika air diberi ucapan-ucapan yang baik, lebih-lebih lantunan doa, struktur molekulnya menjadi sangat teratur. Efeknya, baik pula untuk tubuh kita.
ADVERTISEMENT
Jadi, dengan berzikir, selain kita menyalakan saklar gen, kita juga memberi asupan yang baik untuk makhluk renik yang hidup dan menghuni di dalam tubuh kita. Sel-sel kita menjadi teratur dan lebih terang, sehingga terasa ringan pikiran kita. Kandungan air dalam tubuh juga menjernih. Segala racun yang ada di dalam tubuh dapat difilter dan dikeluarkan. Perasaan kita pun menjadi lebih bahagia.
Jika diibaratkan, mengikuti majelis zikir dan ilmu seperti kita sedang mandi hujan cahaya. Dalam hitungan fisika, cahaya diperkirakan memiliki kecepatan hingga 1.080.000.000 km/jam atau setara dengan 300.000.000 meter/detik. Maka, jika kita duduk selama satu jam saja di majelis ini, tak terhitung sudah pancaran cahaya yang kita peroleh. Kira-kira, setara dengan 1.080.000.000.000.
ADVERTISEMENT
Kita asumsikan angka 1.080.000.000.000 adalah jarak tempuh yang kita lalui. Apabila kita tempuh jarak itu berjalan kaki dengan kecepatan rata-rata 5 km/jam, maka langkah kita baru akan sampai pada hitungan 600.000 tahun kemudian.
Tersebab itu, pengasuh Majelis Taklim Al Maliki-Pekalongan ini mengungkapkan, ketika kita duduk di dalam sebuah majelis zikir dan ilmu selama satu jam, bersama guru dan orang-orang saleh, nilainya setara dengan ibadah selama enam puluh tahun. Meski demikian, beliau menggarisbawahi, bahwa di dalam majelis itu yang dibahas adalah ilmu, zikir, dan kisah orang-orang saleh.
Dengan kisah-kisah mereka, kita akan banyak memetik hikmah dan ilmu. Lebih-lebih jika kita sungguh-sungguh mempelajarinya dan mempraktikkan apa yang telah dipetik sebagai pelajaran itu.
ADVERTISEMENT
Tentu, kebaikan-kebaikan dalam bermajelis itu tidak lepas dari niat dan maksud kita. Jika niat dan maksud kita adalah menyempurnakan ibadah kita, kebaikan itu akan menjadi obor bagi kita di dalam menapaki jalan hidup yang semakin ruwet seperti sekarang ini. Namun, jika niat dan maksud kita belum sampai pada ikhtiar kita untuk menyempurnakan ibadah, maka hal yang mesti dilakukan adalah hadirkanlah hati kita dengan sungguh-sungguh. Sebab, hati adalah pintu bagi malaikat agar mereka menjaga kita dari segala macam gangguan pada tubuh, pikiran, dan perasaan kita.