Konten dari Pengguna
Tangan Manusia Penyebab Kerusakan: Ini Peringatan Al-Qur’an yang Relevan
11 Juni 2025 19:29 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Richal Faruq ahfa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kerusakan hutan, laut yang tercemar, tambang yang menggerus gunung, dan suhu bumi yang makin panas bukan lagi sekadar wacana aktivis. Ini nyata. Terasa. Terjadi di depan mata kita—termasuk di Raja Ampat, surga bawah laut Indonesia yang belakangan ramai karena isu tambang.
Sayangnya, kerusakan ini seringkali dianggap sebagai “konsekuensi pembangunan”. Padahal, Al-Qur’an sejak 1.400 tahun lalu sudah mengingatkan: tangan manusia sendiri yang menyebabkan kerusakan itu.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini seolah menggambarkan situasi kita hari ini dengan sangat akurat. Kerusakan alam bukan terjadi begitu saja. Bukan semata karena “takdir”. Tapi karena ulah kita—manusia. Kita tebang hutan, kita buang limbah ke sungai, kita eksploitasi tambang tanpa batas. Lalu ketika bencana datang, kita menyalahkan segalanya kecuali diri sendiri.
ADVERTISEMENT
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
(QS. Al-Baqarah: 30)
Dalam Islam, manusia disebut sebagai khalifah—pemimpin yang ditugaskan menjaga, bukan menguasai. Tapi hari ini, peran itu terbalik. Kita bertindak seolah pemilik semesta. Padahal kita hanya tamu di bumi ini, dan tugas kita adalah merawat, bukan merusak.
Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dihayati dan diamalkan. Peringatan tentang kerusakan alam dalam Al-Qur’an seharusnya membuka kesadaran kita:
Bahwa eco-friendly bukan gaya hidup modern, tapi ajaran spiritual.
Bahwa merusak alam bukan cuma pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran agama.
Bahwa bumi yang kita injak hari ini akan bersaksi tentang kita nanti di akhirat.
ADVERTISEMENT
penutup
Kita punya dalil. Kita punya kitab suci. Tapi apa gunanya kalau kita masih membiarkan sungai tercemar, hutan hilang, dan udara sesak?
Raja Ampat, Kalimantan, Papua, bahkan kota tempat kita tinggal—semua sedang menunggu manusia sadar. Karena bumi bisa hidup tanpa manusia, tapi manusia tidak bisa hidup tanpa bumi.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya…”
(QS. Al-A’raf: 56)