3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Konflik dan Dampak Penambangan Pasir di Donorojo, Jepara

Richard Michael Kesawa
Mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer, Prodi Teknik Elektronika Universitas Kristen Satya Wacana
1 Maret 2025 15:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Richard Michael Kesawa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Perjuangan Warga Melawan Eksploitasi dan Kerusakan Lingkungan

https://pixabay.com/id/photos/buldoser-pengerukan-pantai-pasir-5794421/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/buldoser-pengerukan-pantai-pasir-5794421/
ADVERTISEMENT
Penambangan pasir di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, telah menjadi polemik panjang antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Sejak tahun 2012, warga setempat menghadapi dampak negatif akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa sosialisasi yang memadai. Konflik ini terus berkembang seiring dengan munculnya kembali wacana ekspor pasir laut pada tahun 2024, yang memicu kekhawatiran masyarakat terhadap kerusakan ekosistem.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang dan Awal Mula Konflik
Pada tahun 2012, CV Guci Mas Nusantara memulai penambangan pasir besi di Desa Bandungharjo, Donorojo. Aktivitas ini mendapat penolakan keras dari masyarakat, terutama nelayan dan petani, yang khawatir terhadap dampaknya terhadap lingkungan dan mata pencaharian mereka.
Beberapa dampak negatif yang dikhawatirkan warga antara lain:
Ketegangan meningkat ketika pada tahun 2013, sebanyak 15 warga yang terlibat dalam aksi protes dijatuhi hukuman 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jepara. Meski demikian, kegiatan pertambangan tetap berlanjut, bahkan dengan munculnya penambangan ilegal yang dilakukan oleh CV Giri Mineral Sejahtera pada tahun 2018. Baru pada tahun 2019, aktivitas ini dihentikan setelah adanya laporan ke Polda Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Eskalasi Konflik dan Perlawanan Warga
Pada tahun 2024, pemerintah kembali menggulirkan rencana ekspor pasir laut. Rencana ini memicu perlawanan keras dari masyarakat, termasuk Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (BEM UNISNU) dan tokoh masyarakat seperti Gus Nung, turut menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tersebut.
Pada awal tahun 2025, lebih dari 600 warga desa Sumberrejo, Donorojo, menggelar demonstrasi menolak tambang galian C yang dikelola oleh CV Senggol Mekar. Demonstrasi ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan rusaknya lahan pertanian serta ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan. Akhirnya, tuntutan warga dipenuhi, dan tambang tersebut disepakati untuk ditutup.
Peran Gerakan Sosial dalam Konflik
Sejak awal, perlawanan warga terhadap tambang berkembang dari aksi spontan menjadi gerakan yang lebih terorganisir. Pada tahun 2013, masyarakat membentuk Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) sebagai wadah perjuangan mereka. Organisasi ini menggunakan berbagai strategi, seperti:
ADVERTISEMENT
Namun, perjuangan warga tidak mudah. Mereka menghadapi:
Dampak Konflik: Sosial dan Ekologis
Konflik penambangan pasir di Donorojo memiliki dampak yang luas:
ADVERTISEMENT
Kasus penambangan pasir di Donorojo menegaskan pentingnya transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan lingkungan yang lebih ketat serta membuka ruang dialog dengan masyarakat agar konflik seperti ini tidak terus berulang.
Dengan adanya gerakan sosial yang kuat, diharapkan kesadaran akan keberlanjutan lingkungan semakin meningkat, sehingga pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan secara bijaksana dan berkeadilan.
Konflik ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintahan, investor, dan masyarakat luas agar pertimbangan ekonomi tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.