Konten dari Pengguna

Tinggalkan Konspirasi dan Hoaks, Aktifkan Solidaritas Melawan COVID-19

Petrus Richard Sianturi
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika, CEO Korner, Lawyer.
30 Juli 2020 9:15 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Petrus Richard Sianturi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini umat manusia menghadapi wabah penyebaran COVID-19. Sifatnya yang cepat sekali menyebar, apalagi jumlah penambahan kasus semakin mengkhawatirkan (di Indonesia, angka 100.000 lebih pasien positif bukan angka remeh-temeh!) membuat kita semua perlu fokus bagaimana wabah ini dapat segera diatasi. Kondisi ini seharusnya membuat siapa pun, terutama pejabat publik, untuk tidak bisa terlambat lagi dalam mengambil tindakan-tindakan yang cepat dan tepat.
ADVERTISEMENT
Penyebaran COVID-19 yang kita rasakan sejak awal tahun 2020 ini mengingatkan kita pada pandemi virus Flu Spanyol (Spanish Flu) sekitar 100 tahun lalu. Pada 1918, muncul virus yang tidak diketahui asal-muasalnya di wilayah Amerika, Eropa, dan sebagian wilayah Asia.
Selama setahun wabah itu terjadi, sekitar 500 juta orang terinfeksi dengan jumlah kematian hingga lebih dari 50 juta orang yang membuat pandemi ini adalah catatan terburuk dalam sejarah umat manusia menghadapi pandemi. Pandemik flu Spanyol akhirnya bisa berakhir setelah sekian upaya dilakukan. Mulai dari hal-hal paling sederhana: membagikan masker, imbauan kebersihan, isolasi, dan karantina wilayah hingga upaya-upaya penelitian medis untuk menemukan vaksin yang tepat.
Semenjak itu, pandemik influenza terjadi beberapa kali dalam sejarah umat manusia. Tahun 1957-1958 terdapat wabah flu yang membunuh hampir dua juta orang di seluruh dunia. Tahun 1968-1969 terjadi lagi pandemi dengan korban sekitar satu juta orang. Yang terdekat, kita ingat penyebaran virus flu burung (H1N1) yang muncul pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 2009-2010 yang menginfeksi lebih dari 1 juta orang dengan jumlah kematian lebih dari 280 ribu orang.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, wabah virus yang utamanya menyerang saluran pernafasan manusia, COVID-19, menjadi tantangan baru. Muncul pertama kali di wilayah Wuhan, kini tidak ada satu negara pun yang bisa menghindar dari ancaman virus ini. Jika sebelumnya masih ada waktu untuk berspekulasi dan perdebatan, kini yang perlu dilakukan adalah mengupayakan terus-menerus segala upaya untuk segera menyelesaikan pandemik ini. Tapi kita harus menghentikan semua perdebatan. Saatnya bekerja sama untuk melawan wabah ini.
Ajakan bekerja sama itu penting untuk ditekankan. Pandemi ini bukan lagi masalah lokal suatu wilayah, melainkan masalah global yang menuntut kemauan bersama yang sama. Banyak ahli dan peneliti berbagai bidang dari seluruh dunia telah menyampaikan usulannya untuk mempercepat penanganan pandemi ini. Ini tanda bahwa pandemi ini, sekali lagi, adalah masalah bersama.
ADVERTISEMENT
Upaya bersama melawan pandemi ini karenanya memerlukan semangat solidaritas, bahwa dengan kesadaran bersama akan pentingnya kita segera menyelesaikan pandemik ini, maka kita memang perlu melihat pandemik ini sebagai masalah yang berdampak serius pada kehidupan bersama. Tanpa kesadaran itu, setiap upaya bersama akan sia-sia, misalnya di awal imbauan working, studying and praying from home, orang malah memilih pergi berlibur dan meramaikan ruang publik. Orang tidak sadar, bahwa imbauan itu justru untuk memperkecil waktu dan jarak temu antar orang di ruang publik agar penyebaran virus dapat ditekan. Selama PSBB, pelanggaran untuk tidak berkerumun banyak dilanggar. Sekarang, di masa tatanan hidup baru (yang gamang ini), bahkan menggunakan masker saja tidak bisa taat.
Semua orang merasakan kesulitan ini, karena sekali lagi, pandemi ini adalah masalah bersama. Siapa pun bisa tertular dan siapa pun bisa menularkan. Kita sama sekali tidak punya alasan untuk boleh bertindak sesukanya, karena selain akan membahayakan orang lain, kita juga akan merepotkan orang lain karena ketidaktertiban diri kita sendiri. Saya kira teori-teori konspirasi yang menjengkelkan itu, sama sekali tidak boleh diberi tempat untuk menyebar. Mereka yang sengaja menyebarkannya memang ingin menambah masalah-masalah yang tidak perlu. Semangat solidaritas adalah yang utama.
ADVERTISEMENT
Di kondisi seperti ini, maka dalam semangat solidaritas, di satu sisi, orang perlu sadar bahwa ada masalah bersama yang memerlukan upaya bersama pula. Di sini, kepentingan diri sendiri harus ditempatkan setelah kepentingan bersama yang lebih besar. Di sisi yang lain, setiap orang, kita sebagai warga negara, harus meletakkan kepercayaan kepada otoritas-otoritas publik dengan setiap kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah bersama itu. Kepercayaan itu perlu agar hubungan kerja sama itu sendiri dapat dibangun dengan efektif.
Oleh karenanya, terdapat dua prasyarat agar semangat solidaritas bisa berjalan. Pertama, masalah bersama, seperti wabah COVID-19 saat ini, jelas menyerang kepentingan bersama. Di sini tingkat kedewasaan setiap orang diharapkan mengambil peran, sehingga kebiasaan saling menyalahkan, saling curiga dan saling sindir dapat dihentikan saat sedang dilakukannya upaya bersama menyelesaikan pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Media sosial kita yang masih dipenuhi perdebatan kosong, hoaks/kebohongan dan ujaran kebencian, di saat jumlah korban COVID-19 terus bertambah adalah contoh nyata bahwa kepentingan pribadi masih ditempatkan lebih tinggi dari kepentingan bersama sebagai bangsa. Dalam kondisi seperti ini, semangat solidaritas bukan hanya tidak diusahakan tercipta, tetapi sengaja dimatikan oleh orang-orang tertentu.
Kedua, kepercayaan masyarakat kepada otoritas publik dan kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya bisa dibangun jika otoritas publik sendiri bisa menjadi wadah masyarakat untuk mendapatkan setiap informasi yang dibutuhkan secara benar dan komprehensif. Data mengenai jumlah korban baik yang dirawat dan meninggal, daerah-daerah zona merah, daftar fasilitas kesehatan dan kesiapannya serta setiap proses penanganan harus konsisten disampaikan secara detail dan komprehensif. Sekarang, akan dimulainya uji klinis vaksin harus dipastikan transparan dan bertanggung-jawab.
ADVERTISEMENT
Otoritas publik, dalam hal ini pemerintah, tidak bisa menutupi data apa pun yang sifatnya memang perlu dikonsumsi oleh publik. Hal ini perlu agar data-data itu dapat melawan informasi bohong, termasuk segala macam ketakutan dan konspirasi yang sudah terlanjur tersebar. Dunia digital memberikan kesempatan kepada otoritas publik untuk membangun kepercayaan masyarakat, tetapi juga dapat menghilangkan kepercayaan publik jika otoritas publik tidak memperhatikannya.
Di situasi saat ini, semangat solidaritas kita sebagai bangsa sangat diperlukan. Hentikan semua perdebatan, konspirasi dan kebohongan. Mari melawan pandemi ini bersama-sama.
-
Petrus Richard Sianturi, Pendiri Legal Talk Indonesia.