Konten dari Pengguna

Masalah Dunia Kerja di Indonesia

Ricky Bryan DP Tampubolon
Dosen Akuntansi IPB University
21 Oktober 2024 9:15 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ricky Bryan DP Tampubolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keramaian para pelamar di sebuah job fair (sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/makassar-south-sulawesi-indonesia-july-10-2487005771)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keramaian para pelamar di sebuah job fair (sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/makassar-south-sulawesi-indonesia-july-10-2487005771)
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, menghadapi tantangan besar dalam menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi penduduknya. Pada tahun 2024 ini, usia produktif mencapai 196,56 juta jiwa (Permana, 2024). Sementara, pada bulan Februari 2024 saja, terdapat tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal (Priyombodo, 2024).
ADVERTISEMENT
Saya melakukan wawancara kepada Yemima (karyawan swasta) yang mengangkat isu ini kepada saya. Yemima mengatakan bahwa di Indonesia saat ini (yang dia rasakan), sulit untuk mencari pekerjaan karena sedikitnya lapangan kerja dan juga sulit untuk mendapatkan gaji yang sesuai. Beberapa kali saya mendengar beberapa orang di media sosial mengatakan “jika lapangan kerja tidak tersedia, ciptakan sendiri lapangan kerjanya”. Terdengar hebat, namun, apakah semua orang punya kemampuan untuk itu? Entah itu kemampuan negosiasi, kemampuan mencari rekan kerja, maupun kemampuan ekonomi. Saya rasa tidak semua kita memiliki kemampuan itu. Paling tidak, mayoritas orang-orang yang saya tanyakan, mereka menempuh pendidikan formal agar bisa bekerja di sektor formal. Menurut saya, itu lah alasan acara job fair selalu ramai pengunjung.
ADVERTISEMENT
Penyebab Lapangan Kerja yang Sedikit dan Gaji yang Relatif Kecil
Lapangan kerja di Indonesia sampai saat ini menurut saya memang masih sedikit. Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Sulistyo & Salasah (2024). Ini mungkin disebabkan oleh beberapa investor yang enggan untuk berinvestasi di Indonesia (Wuryasti, 2023). Salah satu alasannya adalah SDM Indonesia yang tidak sesuai dengan kualifikasi.
Saya pernah mendengar di suatu kesempatan bahwa di suatu tempat, ada lembaga yang peserta didiknya gampang sekali untuk mendapat A dan B. Saya ingin berpikir positif bahwa itu mengindikasikan lembaga itu sukses mencetak peserta-peserta didik yang cerdas. Tapi apakah kenyataannya seindah itu? Saya tidak ingin berpikir ada obral nilai pada lembaga itu. Saya juga tidak ingin orang menjadi skeptis dengan lulusan yang bertabur nilai A dan B pada transkrip nilainya.
ADVERTISEMENT
Ada juga seseorang yang bercerita bahwa di suatu lembaga, ada yang judul tugas akhirnya dari angkatan atas sampai bawah hanya itu-itu saja. Bagi mereka, yang penting peserta didik lulus. Ini juga menunjukkan tidak ada komitmen dari mereka untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Saya tidak tahu seberapa banyak jumlah lembaga yang memiliki sifat seperti ini. Hanya saja, ini tentu menjadi salah satu kontribusi SDM yang tidak memenuhi kualifikasi di dunia kerja.
Sedikitnya lapangan kerja, kurangnya kualifikasi (beberapa) pelamar, dan banyaknya jumlah pelamar, menjadi alasan bagi perusahaan untuk memberikan gaji kecil. Mungkin pembaca pernah mendengar celotehan seperti ini “kalau tidak suka, silakan mengundurkan diri, masih banyak di luar sana yang mau bekerja di sini”. Ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Dengan kata lain, take it or leave it.
ADVERTISEMENT
Dampaknya?
Sebagai dampak dari kurangnya lapangan kerja formal, banyak pekerja yang terpaksa masuk ke sektor informal. Meski sektor ini tetap menjadi penyokong ekonomi, namun pekerja di sektor informal sering kali tidak mendapatkan jaminan sosial, perlindungan kerja, dan upah yang layak. Ini mengakibatkan ketimpangan upah menjadi masalah besar yang perlu diatasi untuk mencegah kesenjangan sosial yang semakin meluas. Sektor informal sering kali dipandang sebagai jalan keluar sementara, padahal, ketidakpastian (menurut saya) yang ada di sektor ini justru menambah beban psikologis bagi para pekerja.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyebut bahwa gaji pekerja di Indonesia harus Rp10 juta per bulan jika RI ingin naik kelas menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045 (Hafifah & Wulan, 2023). Coba saja bandingkan dengan UMR di daerah-daerah Indonesia, menurut saya, masih jauh. Padahal, kebutuhan hidup orang-orang terus meningkat. Banyak pekerja yang merasa bahwa upah yang diterima tidak mencerminkan kinerja atau tuntutan pekerjaan mereka. Gaji minimum yang ditetapkan pemerintah di beberapa daerah sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, terutama di kota-kota besar di mana biaya hidup semakin tinggi. Kondisi ini menambah frustrasi di kalangan pekerja, yang merasa bahwa meski mereka sudah bekerja keras, penghasilan mereka tidak mampu menyeimbangi inflasi dan kenaikan harga barang.
ADVERTISEMENT
Saya pernah mendengar celoteh orang yang mengatakan begini “kita cut pekerja-pekerja senior, kita ganti dengan fresh graduate, karena mereka mau dibayar murah”. Strategi ini tidak etis dan merugikan dalam jangka panjang, baik bagi pekerja senior maupun fresh graduate. Pekerja senior memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperoleh melalui bertahun-tahun pengabdian dan kerja keras, yang tidak bisa dengan mudah digantikan oleh tenaga kerja yang baru memasuki dunia profesional. Dengan memotong pekerja senior hanya karena pertimbangan biaya, perusahaan mengabaikan nilai-nilai penting seperti loyalitas, keahlian khusus, dan pengetahuan mendalam yang sangat berharga bagi kelangsungan bisnis.
Strategi ini juga tidak menghargai fresh graduate dengan sepatutnya. Ini membuktikan bahwa perusahaan tersebut tidak melihat potensi dan bakat yang sebenarnya dari lulusan baru. Sebagai pekerja muda yang penuh semangat dan inovatif, fresh graduate seharusnya diberi ruang untuk berkembang secara profesional dan diberi kompensasi yang sesuai dengan kemampuan serta kontribusi yang bisa mereka berikan. Merendahkan mereka dengan membayar murah hanya akan merusak motivasi dan perkembangan karier para fresh graduate.
ADVERTISEMENT
Pentingnya Nilai-nilai Bela Negara
Masalah di atas dapat kita atasi bersama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai bela negara.
1. Cinta tanah air
Kita bisa merealisasikan rasa cinta tanah air dengan berkomitmen untuk meningkatkan kualitas diri dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Dengan memperkaya keterampilan dan pendidikan, setiap individu dapat menyiapkan diri menghadapi dunia kerja yang semakin kompetitif, sekaligus memajukan negara dengan berkontribusi melalui karya dan keahlian.
2. Sadar berbangsa dan bernegara
Setiap warga negara Indonesia harus turut serta dalam memperjuangkan keadilan di dunia kerja. Ini bisa dilakukan dengan berpartisipasi dalam diskusi publik, mendukung kebijakan yang melindungi hak-hak pekerja, serta mengadvokasi kebijakan upah yang layak bagi semua.
3. Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara
ADVERTISEMENT
Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara berarti kita harus selalu (salah satunya) mengedepankan keadilan sosial dan kemanusiaan. Dalam konteks ini, warga negara perlu mendorong agar perusahaan tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga menghormati hak dan kesejahteraan pekerja, baik yang senior maupun yang fresh graduate.
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara
Kita sebagai warga negara bisa menunjukkan sikap rela berkorban dengan membantu menciptakan lapangan kerja atau mendukung program-program pengembangan usaha kecil dan menengah. Selain itu, generasi muda yang sudah memiliki posisi di perusahaan bisa mengedukasi dan membimbing fresh graduate agar lebih siap menghadapi dunia kerja.
5. Kemampuan awal bela negara
Kita dapat memiliki kemampuan awal bela negara dengan menghadapi tantangan di dunia kerja. Ini bisa kita lakukan dengan meningkatkan keterampilan, mengikuti pelatihan, dan mengembangkan usaha sehingga kita juga mengambil bagian dalam membangun ekonomi bangsa secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Penutup
Masalah dunia kerja di Indonesia adalah isu yang kompleks dan membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Tantangan yang dihadapi, mulai dari terbatasnya lapangan kerja formal hingga gaji yang tidak sebanding dengan biaya hidup, memerlukan solusi komprehensif. Peran aktif pemerintah, perusahaan, dan individu sangat penting dalam membentuk lingkungan kerja yang adil dan seimbang. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai bela negara, setiap individu dapat berkontribusi pada upaya memperbaiki kualitas tenaga kerja dan menciptakan iklim kerja yang lebih baik. Harapannya adalah Indonesia dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat global, serta menciptakan lapangan kerja yang layak dan upah yang sesuai untuk seluruh rakyatnya.
REFERENSI
Hafifah, U., & Wulan, S. A. (2023, November 27). Retrieved from Alinea: https://www.alinea.id/bisnis/dianggap-kecil-berapa-besaran-gaji-layak-di-indonesia-b2iaP9PoD
ADVERTISEMENT
Permana, R. M. (2024, Agustus 16). Retrieved from Data Indonesia: https://dataindonesia.id/varia/detail/data-jumlah-penduduk-indonesia-berdasarkan-usia-produktif-semester-i2024
Priyombodo. (2024, Mei 20). Retrieved from Kompas: https://www.kompas.id/baca/foto/2024/05/20/ketersediaan-lapangan-kerja-formal-menurun?loc=hard_paywall
Sulistyo, P. D., & Salasah, R. (2024, Februari 27). Retrieved from Kompas: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/02/27/lapangan-kerja-mandek-kelas-menengah-kian-rentan
Wuryasti, F. (2023, Juni 9). Retrieved from METROTV News: https://www.metrotvnews.com/read/NLMCOpmP-deretan-alasan-investor-yang-enggan-investasi-di-indonesia